Media Bawean, 7 Februari 2012
Lomba Menulis Berita & Opini Tahun 2012
Kategori Umum
Nama Penulis : Al Hafiz
Penulis adalah Mahasiswa S1 Mahasiwa STAI Hasan Jufri Bawean.
Alamat : PPs Hasan Jufri Kebunagung Lebak
No. HP : 082 142 911 170
Bertanya estetis dan eksotis alam di Bawean bukan hal yang asing, kenapa? Karena panorama alam yang indah tersebut dapat menjadi jawabannya. Memang dari sisi alam, Bawean dapat disebut memiliki potensi wisata. Dapat disebutkan beberapa tempat wisata seperti danau Kastoba, pantai Ria, Pasir putih, jerat Lanjheng, penangkaran rusa Bawean (Axis Kuhlii), pantai Selayar dan lain lain. atau pada sisi wisata religi misalnya, seperti makam Umar Mas’ud, makam Waliyah Zainab, jujuk Tampo, makam sunan Bonang, dan lain lain. Dari semua objek wisata tersebut memang Bawean patut diperhitungkan jika memang benar benar akan menjadi pulau wisata layaknya Bali.
Memang, banyaknya potensi wisata tersebut memunculkan wacana tentang Bawean menjadi pulau wisata. Hal itu semakin didukung dengan kondisi LAPTER yang semakin hari semakin mengalami perkembangan signifikan. Namun ditengah semua kondisi yang ada, siapkah masyarakat Bawean dengan adanya wacana tersebut, walaupun potensi alam tersebut sangat membantu geliat perekonomian masyarakat Bawean ketika Bawean menjadi pulau wisata?. Sebuah pertanyaan yang sanggup memberikan dilema, yaitu pertama, jika Bawean gagal jadi pulau pariwisata, maka mimpi tentang kemajuan ekonomi akan hilang, padahal kemajuan ekonomi begitu dibutuhkan masyarakat Bawean. Kedua, jika Bawean menjadi pulau pariwisata, adanya turis turis pasti memberikan efek efek tertentu yang negatif maupun positif. Nilai positif itu tentunya tidak perlu lagi di perpanjang pembahasannya, karena memberikan keuntungan misalnya untuk pematangan bahasa Inggris. Tentunya yang sangat dikhawatirkan adalah efek negatif sebagai moral baru yang dibawa turis turis tersebut, yang pastinya mengusik norma yang selama ini di junjung tinggi tinggi oleh masyarakata Bawean yang islami.
Untuk mengantisipasi efek negatif tersebut, boleh jadi misalnya turis turis itu diberi regulasi mengenai busana yang dipakai harus islami (menutup aurat). Tetapi buat apa memberi regulasi untuk orang asing sedangkan generasinya sendiri sudah seperti ini. apa tak lebih baik regulasi itu untuk kita sendiri?, supaya moral komunitas masyarakat Bawean makin lebih baik. Disini sering terjadi persinggungan antara suara yang pro dan kontra.
Kalau menengok kondisi Bawean yang seperti ini, tanpa menyinggung dan menyerang siapapun sepertinya masalah pulau wisata itu harus diposisikan di wacana nomor sekian dahulu. Banyak lahan sosial yang urgen untuk didahulukan, misalnya transportasi, utamanya kapal yang biasanya harus tertunda berhari hari keberangkatannya ketika cuaca tak bersahabat, termasuk jalan lingkar Bawean dan pendidikan.