Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Diatas Batu Karang

Diatas Batu Karang

Posted by Media Bawean on Selasa, 20 Maret 2012

Media Bawean, 20 Maret 2012

Oleh : Sumiyati (Penulis Mingguan Media Bawean)


Di hari yang semerah itu, matahari tengah bersiap – siap menuju keperaduannya setelah menitipkan hangatnya kepada rembulan. Seorang laki – laki setengah baya sedang duduk bersila di atas batu karang yang seolah – olah melawan desriran ombak yang menghentamnya. Entah dia melamun atau merenungkan nasibnya sebagai kuli bangunan yang gajinya tidak seberapa di bangdingkan kerjanya yang sangat memeras tenaga. “Seandainya dulu aku menuruti nasehat orang tua ku agar tetap melanjutkan sekolah, mungkin aku sekarang tidak menjadi kuli bangunan”. Sesalnya. “Tapi meskipun aku melanjutkan sekolah sampai S3 aku juga tidak bisa memastikan nantinya jadi apa, bukankan Yang Maha Kuasa telah menentukan nasib hambanya masing – masing?. Ah…… masa bodoh dengan pekerjaan ku sekarang. Sekarang aku jadi kuli banggunan atau jadi presiden sekali pun Allah yang menentukan. Lagi pula pekerjaan itu hanya titipan Allah saja, kalau Allah mau kapan pun bisa di ambil kembali tanpa menuggu satu jam, dengan sekedip mata saja langsung ludes”. Penyesalan dan keyakinan akan kelangsungan hidupnya tenggah berkecamuk dalam benaknya. Sesekali dia berkata “Tapi harus sampai aku jadi kuli bangunan?. Aku tidak mau seumur hidup ku jadi kuli bangunan saja. Aku harus berbuat yang kebih dari ini”, eluhnya. Lelaki itu tertunduk di bayangi temaram yang semakin merajut kulit punggungnya. “aklu harus mencari pekerjaan lain”, teriaknya. Kemudian tertunduk lagi dan menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya.

Hari yang semakin gelap, tiupan angin mulai terasa menusuk ke tulang –tulangnya. Dia memandang ke lautan lepas. Nun jauh disana terlihat olehnya sebuah peruhu seperti meloncat – loncat karena ombak. Semakin lama semakin menjauh dan tiadk terlihat lagi. Tiba – tiba pandangannya tertuju pada sekelompok burung camar yang sedang asik menari – nari dengan lincahnya seolah – olah menghibur dia agar tidak menyesali jalan hidup yang ditempuhnya. “hidup ini tidak harus di sesali. Apapun yang terjadi merupakan qodrat dan irodat yang maha pencipta. Tapi, walaupun hidup Allah yang menentukan bukan berarti kita pasrah total pada- Nya. Kita harus berusaha karena Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga mereka mau merubah keadaan yang ada pada dirinya. Ya, kalau tidak salah begitu lah arti surat Ar Ra’dhu ayat 11”. Pikirnya. Kini dia semakin mantap untuk merubah jalan hidupnya, dengan mencari pekerjaan lain yang gajinya sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan. Dia tertunduk lesu, melintas di benaknya kalau lamarannya kan ditolak karena pendidikannya yang hanya lulus SMA. Tapi keyakinannya yang mntap dan tekadnya yang bulat aku mampu menciutkannya.

Senja berganti malam. Langit yang merah menjadi hitam kelam secara perlahan. Sang sabit dewi malam mulai tampak di tengah keheningan malam menemani ribuan bintang yang bertaburan. Lelaki itu menatap tajam kelangit, menarik nafas panjang dan melepasnya secara pelan – pelan sambil bergumam “ Tuhan…. Maha Besar Engkau yang telah menciptakan semua yang ada di bumi ini berpasangan. Ada siang dan malam, laki – laki dan perempuan, susah dan senang, gelap dan terang, lautan dan daratan serta ,masih banyak lagi yang kalau ku sebutkan semuanya sampai subuh pun tidak akan selesai. Maha Besar Engkau yang telah menciptakan dunia ini begitu sempurna. Maha Kuasa Engkau yang telah menciptakan Indonesiaku begitu kaya SDA-nya. Maha Kuasa Engkau juga menciptakan orang – orang di negeri ku ini yang tidak mempunyai rasa patriotisme terhadap Indonesia. Bumi huniannya, mereka lebih mementingkan dirinya sendiri dari pada kepentingan bersama. Menebag pohon secara liar, membuang sampah kesungai yang bisa mengakibatkan longsor dan banjir saat musim penghujan, kekeringan dikala kemarau yang pastinya banyak menelan korban. Membuang limbah kesungai yang menggakibatkan sungai tercemar dan berbagai macam ikan serta biota lainnya mati”. Entah lah ……. Penyesalan, keinginan, harapan dan kenyataan bercampur aduk menjadi satu dalam benaknya seolah – olah dia memeranggi hal – hal yang dianggapnya konyol. “diatas batu karang ini lah aku menemukan arti kehidupan. Ya, memang benar. Hidup itu tidak perlu disesali, kenangannya masa lalu tidak harus diratapi. Biarlah hidup berjalan dengan tenang. Sekarang, akan aku bulatkan tekad ku untuk mengapai masa depan yang cemerlang “gumamnya”.

Hidup hanya akan berputar – putar tanpa arah, haluan dan buritan tak lagi berarti.menyerah saja kepada nasib tak lebih sebuah cara untuk bunuh diri, kebijaksanaan dan kesalahan menjadi sama saja.

Sumiyati mohon sambungan doa dari semuanya. dari sampean, mbak Yana, Abah serta dari penggemar setianya Media Bawean. Semoga Sumiyati nantinya dalam menghadapi UAMBN yang akan dilaksanakan tanggal 26-03-2012 terus disusul UM, tidak menemui kesulitan. Sumiyati menulis akan dilanjutkan setelah ujian....

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean