Media Bawean, 9 Maret 2012
Lomba Menulis Berita & Opini Tahun 2012
Kategori Umum
Penulis : Aidil Faiz/ Phaist El Dhaunt
Mahasiswa Jurusan Ekonomi Syari’ah, STAIHA Bawean
Orang Tua Mampu Anak Tak Punya Kemauan
Orang Tua Tak Mampu Anak Penuh Cita-Cita
Sampai saat ini penulis masih mang-mang dengan sebuah kasuistik yang terjadi di pulau Bawean tercinta ini terutama dalam masalah korelasi antara anak dan orang tua. Bila dipandang dari segi ekonominya, masyarakat Bawean ini sebenarnya masuk dalam kategori mampu. Hal ini dibuktikan dari banyaknya personalia atau bahkan masyarakat Bawean yang mencoba mengadu nasib, baik di negeri jiran maupun mancanegara termasuk kerja di domestik perkapalan dan mereka berhasil.
Bawean adalah termasuk pulau yang masih kental dengan adat, budaya dan keriligiusannya, oleh sebab itu meskipun masyarakatnya sudah banyak yang melang-lang buana dimana-mana namun kenuranian mereka masih menyimpan kenangan-kenangan tentang tempat asalnya yaitu Pulau Bawean. Akan tetapi tidak kesemuanya demikian adanya.
Berbicara tentang adat Bawean (Korelasi orang tua dan anak), penulis termasuk orang yang sejak kecil sudah ditinggal oleh ayahnya. Ayahnya mengadu nasib di negeri jiran sejak penulis masih dalam keadaan menyusu atau masih berumur sekitar dua tahunan. Ayahnya pergi ke Malaysia untuk mencari nafkah, namun yang paling Fenomenal adalah ayahnya bukan meninggal dunia atau yang lainnya, namun sang ayah mempersunting seorang wanita lain di selain ibunya. Namun nasib masih berpihak pada penulis, karena sang ayah tidak melupkannya begitu saja terhadap keluarga yang di bawean termasuk penulis. Tidak sedikit dari ayah yang menceraikan istrinya di Bawean dan dia tidak ingat lagi terhadap keluarga yang di Bawean.
Kasus yang demikian sudah tak bisa dihitung dengan jari terjadi di pulau Bawean ini, mulai sejak dulu sampai sekarang masih terjadi kasus-kasus seperti itu. Biasanya kasus yang demikian ini dilakukan oleh pihak laki-laki dalam sebuah keluarga karena sang pencari nafkah yang utama adalah laki-laki alias ayah.
Selanjutnya kembali ke judul, bagi keluarga yang materialnya menengah keatas, terkadang malah anaknya sangat susah dimanage/ diatur moralitasnya. Disuruh sekolah saja masih banyak ngomelnya. Lantas anak yang seperti itu masih mendingan dari pada keluarga yang materialnya pas-pasan namun anaknya susah diatur moralitasnya.
Adapula keluarga yang ekonominya menengah ke bawah namun anaknya memiliki cita-cita setinggi bintang Zurayya. Hal yang demikian ini yang terkadang jadi perbincangan di kalangan kita semua. Karena hal kasus yang seperti ini justru malah membuat kita berpikir sejenak dan membayangkan ‘’bagaimana seandainya hal itu terjadi pada keluarga dan kerabat saya’’.
Kedua kasus itu mungkin sudah mewabah di pulau tercinta ini, namun setidaknya kita berpikir dan berharap mudah-mudahan hal yang seperti itu tidak menimpa pada keluarga, kerabat dan khususnya kita sendiri yang menyadarinya. Ingat ! semua yang kita lakukan tak semuanya bisa berubah dengan petuah siapapun termasuk orang tua, yang bisa merubah itu 75% dari diri kita sendiri.
Yang paling tragis lagi ketika orang tua sudah tak lagi ingat pada anak-anaknya, sehingga anak yang awalnya memiliki keinginan dan cita-cita yang mulia menjadi kandas akibat tidak adanya biaya selanjutnya dari keluarga. Istrinya atau ibu sang anak tersebut sudah tak lagi mampu untuk membiayai anak-anaknya yang akan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.
Sebuah intermezzo mengatakan ‘’Kenakalan Anak Ataukah Kenakalan Orang Tua…??’’,