Media Bawean, 21 Maret 2012
(Ketua PC. Lakpesdam NU Bawean)
Afganistan. Bila kita mendengar nama ini maka yang muncul di memori kita adalah perang, Taliban, bandit, bom bunuh diri, opium, kemiskinan, pegunungan cadas debu dan sederet kata yang membikin kita mengelus dada. Prihatin, sedih, kasihan dan empati. Potret negara yang terbelakang seratus tahun lalu.
Agustinus Wibowo, seorang lajang dari Lumajang, melanglang buana menyusuri negara yang terkoyak perang selama beberapa decade. Bukan hanya Afganistan tetapi beberapa negara di Asia Tengah yang biasanya diakhiri dengan “stan”. Afganistan, Pakistan, Tajikistan, Kazakhstan, Kirgistan dan stan-stan yang lain.
Sudah enam tahun ini Agustinus Wibowo naik turun gunung menyusuri lembah Bamiyan nan elok, merekam jejak-jejak peradaban masa lalu yang tersisa di Wakhan dan merasakan kengerian di Kandahar dan Kabul. Berjalan di sela-sela rongsokan tank dan bercengkerama dengan warga dusun yang lusuh sambil menenteng Kalashnikov dan M-16. Senjata asal Rusia ini selalu penuh amunisi yang siap menyalak dan menyobek tubuh siapapun. Menenteng senjata api adalah hal lumrah di Afghanistan sama seperti orang Indonesia yang menenteng HP dan pulpen.
Sudah enam tahun ini Agustinus Wibowo naik turun gunung menyusuri lembah Bamiyan nan elok, merekam jejak-jejak peradaban masa lalu yang tersisa di Wakhan dan merasakan kengerian di Kandahar dan Kabul. Berjalan di sela-sela rongsokan tank dan bercengkerama dengan warga dusun yang lusuh sambil menenteng Kalashnikov dan M-16. Senjata asal Rusia ini selalu penuh amunisi yang siap menyalak dan menyobek tubuh siapapun. Menenteng senjata api adalah hal lumrah di Afghanistan sama seperti orang Indonesia yang menenteng HP dan pulpen.
TALIBAN
Taliban berasal dari kata “Thaliban” yang bermakna pelajar atau mahasiswa. Kelompok ini muncul secara mengejutkan setelah Afghanistan lelah akibat perang panjang. Perang antara pasukan Mujahidin dan tentara merah Uni Soviet berlangsung puluhan tahun. Setelah Uni Soviet hancur maka Afganistan berada di bawah kendali pasukan Mujahidin yang didominasi suku Pashtun. Perang antar suku kembali meledak. Mujahidin terbelah menjadi dua faksi yang sama-sama kuat yakni faksi presiden Burhanudin Rabani dan faksi perdana menteri Gulbudin Hikmatiyar. Bukan hanya itu, sisa-sisa tentara Afganistan yang pro Soviet juga masih melawan di bawah pimpinan Najibullah. Di bagian utara, suku Uzbek juga membuat milisi sendiri dibawah komando jendral Rashid Dostum. Wal-hasil pertempuran segi empat terus berkecamuk tanpa pemenang.
Disaat rakyat Afganistan frustasi inilah muncul sekelompok milisi yang didominasi para mahasiswa dengan mullah Omar sebagi pemimpinnya. Kelompok ini mengusung pemurnian ajaran islam. Mereka mewajibkan semua perempuan memakai burqa dan tidak boleh keluar rumah kecuali didampingi mahram. Musik dan fotografi haram. Gedung-gedung sekolah bagi perempuan dihancurkan. Hukum potong tangan bagi pencuri dilaksanakan dan hukuman rajam bagi pezina juga dihidupkan. Homo seksualitas dan lesbian hukumannya tak kalah mengerikan yaitu dirobohi tembok sampai mati. Meja dan kursi dihilangkan. Proses belajar mengajar kembali duduk bersila. Begitu juga saat makan wajib memakai tangan. Sendok dan garpu haram.
Gerakan ini pada awalnya mendapat sambutan meriah dari rakyat Afghan. Mereka berbondong-bondong menjadi milisi Taliban dengan sukarela. Namun tindakan-tindakan Taliban yang kelewat kejam pada akhirnya berbalik menjadi bumerang. Rakyat mulai muak. Mereka patuh kepada Taliban hanya karena takut. Perlahan Taliban terusir dan kini mulai menyusup ke Pakistan dan Yaman.
BURQA
Burqa adalah penutup kepala yang biasa dikenakan perempuan Afghan. Dari balik cadar inilah mereka mengintip dunia. Perempuan tanpa wajah. Terkungkung. Dalam bahasa lain burqa disebut juga hejab, burdah dan chadar.
Kata terkungkung adalah terminology orang lain yang melihat. Bagi perempuan Afghanistan memakai burqa adalah ibadah. Semakin jauh dari keramaian dan pandangan laki-laki maka semakin mulia derajat perempuan. Maka mereka merasa kasihan melihat perempuan di Negara lain yang pergi ke pasar, sawah, pabrik, kantor dan sejenisnya.
“Kasihan perempuan itu. Mereka harus bekerja sendiri. Padahal semestinya mereka tinggal di rumah dan menunggu nafkah dari suami” begitu perbincangan di antara mereka. Ketika mereka ditanya bagaimana kalau suaminya meninggal? Maka mereka menjawab “ Perempuan janda itu menjadi tanggung jawab saudaranya suami.” Lalu bagaimana kalau sang suami tidak lagi memiliki saudara laki-laki?” mereka menjawab “ Nah..ini darurat. Berarti perempuan boleh bekerja”. Apa yang bisa dikerjakan oleh perempuan yang tidak pernah belajar ketrampilan ? mereka menjawab “ Allah maha melindungi”.
“Kasihan perempuan itu. Mereka harus bekerja sendiri. Padahal semestinya mereka tinggal di rumah dan menunggu nafkah dari suami” begitu perbincangan di antara mereka. Ketika mereka ditanya bagaimana kalau suaminya meninggal? Maka mereka menjawab “ Perempuan janda itu menjadi tanggung jawab saudaranya suami.” Lalu bagaimana kalau sang suami tidak lagi memiliki saudara laki-laki?” mereka menjawab “ Nah..ini darurat. Berarti perempuan boleh bekerja”. Apa yang bisa dikerjakan oleh perempuan yang tidak pernah belajar ketrampilan ? mereka menjawab “ Allah maha melindungi”.
Di Kabul, Kandahar, Herat dan Mazar es-Syarif banyak di jumpai pengemis perempuan dengan menggendong anak kecilnya. Tak terhitung lagi perempuan memakai burqa yang menjulurkan tangannya. Tak jarang mereka berjalan terpincang-pincang karena kaki sebelahnya sudah berganti kaki palsu. Sering dijumpai perempuan yang sengaja menjemur anak kecilnya sampai menangis meraung-raung kepanasan hanya untuk menarik iba dari pejalan kaki. Namun sial..tak satupun menoleh, semuanya kelaparan.
BACHABAZI
Bacha artinya bocah laki-laki dan bazi artinya bermain. Bachabazi artinya hubungan sex dengan bocah laki-laki. Budaya ini biasanya disematkan kepada suku Uzbek. Tetapi faktanya semua suku di Afghanistan juga menyukai. Salah satu sebabnya adalah terlalu tertutupnya perempuan. Melihat perempuan adalah barang mahal. Menyebut nama perempuan merupakan barang tabu apalagi kirim salam ke perempuan. Bahkan dalam undangan pernikahan selalu tertulis “ menikah Afridi bin Ismail dengan putri bapak Karim”.
Ada anekdot. Bila ada uang tercecer di jalan maka jangan diambil. Sebab saat anda membungkuk maka pemuda Afghan akan segera “ menyerbumu”. Budaya Bachabazi mengiringi setiap desah nafas rakyat Afghan berbaur dengan bau mesiu.
MURAHNYA NYAWA MANUSIA
Peperangan memang biadab. Oleh siapapun dan atas nama apapun. Janda, anak yatim, orang cacat, kelaparan, penyakit adalah cerita lanjutan dari peperangan. Di Afghanistan semua barang mahal kecuali nyawa manusia. Ada cerita :
Pembeli : Berapa harga kepala kambing ini?
Penjual : 50 dinar
Pembeli : 20 dinar ya…
Penjual : Apa ? 20 dinar ? Gila kamu. Ini kepala kambing, bukan kepala manusia!!
Nah..kepala kambing masih lebih dihargai daripada kepala manusia. Bagaimana tidak..hampir tiap mingggu selalu ada berita bom bunuh diri. Korbannya 4 orang meninggal 16 luka parah. Minggu berikutnya bom menyalak lagi. 6 orang meninggal dan 12 orang luka parah. Setiap ada bom meledak orang-orang hanya menoleh sebentar lalu pergi. “ Ah…biasa” . Kehidupan normal kembali.
Meski demikian, Afghanistan menyimpan banyak pesona. Bukan hanya keindahan lereng-lereng cadasnya tetapi juga budaya menghormati tamu yang masih kuat melekat. Tamu adalah raja. Maka pemimpin Taliban Mollah Omar mau melindungi Osama bin Laden karena Osama adalah tamu. Demi melindungi sang tamu Mollah Omar rela hancur lebur bersama pasukan Talibannya.
PENUTUP
Kini Agustinus Wibowo terus berjalan. Menapaki reruntuhan benteng-benteng tua. Mencatat, merekam dan merasakan langsung denyut kehidupan negara yang eksotik dan aneh. Eskotik alamnya namun aneh manusianya dan cara hidupnya. Sudah tak terhitung berapa kali ia di rampok, ditodong, ditipu orang di tengah perjalanannya. Ia merasakan betapa susahnya mencari tumpangan kendaraan. Untuk mendapatkan tumpangan truk saja ia harus menunggu dua sampai tiga hari. Namun semua kepenatannya menjadi sirna disaat pemilik warung menyuguhinya teh hangat dan tempat menginap.” Engkau adalah tamuku. Jadi biarkan aku melayanimu”. Kata tuan rumah. “ Tasakhor. Terima kasih” jawabnya.