Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Marak Pernikahan Dini di Gili
Hindari Cemohan Perawan Tua

Marak Pernikahan Dini di Gili
Hindari Cemohan Perawan Tua

Posted by Media Bawean on Minggu, 13 Mei 2012

Media Bawean, 13 Mei 2012 


Tradisi pernikahan dini di Pulau Gili kian marak tanpa solusi, dampaknya perceraian usia muda juga kerap terjadi kepada warganya.

Beberapa ibu guru di SDN IV Sidogedungbatu (Pulau Gili) ditemui Media Bawean (sabtu, 12/5/2012) membenarkan maraknya pernikahan dini mulai sejak lama hingga sekarang.

"Umumnya cewek di Pulau Gili menikah setelah lulus Sekolah Dasar diusia 16 tahun hingga 17 tahun. Jika tak menikah muda, dianggapnya sebagai perawan tua yang dikhawatirkan tidak laku,"katanya.

"Akibat pernikahan dini, banyak sekali perceraian diusia muda. Setelah mempunyai anak ditinggal merantau oleh suaminya sehingga tidak kembali ke Pulau Gili."ujarnya.

Menurut Ibu Guru, solusi mengatasi pernikahan dini, sampai sekarang belum menemukan resep pencegahannya, bahkan dari KUA Sangkapura telah melakukan penyuluhan tapi kenyataannya sampai sekarang masih marak.

"Ironisnya, siswa kelas V dan VI Sekolah Dasar, sudah mengenal dunia pacaran seperti maraknya anak pelajar kalangan SMA,"ungkapnya.

Penyebabnya? "Kemungkinan disebabkan sinyal handphone  terjangkau sangat baik, sehingga berkomunikasi lebih lancar, termasuk kondisi penerangan yang menyala sampai jam 23.00 WIB. setelah akan padam sampai pagi hari,"jawabnya.

Masturi sebagai tokoh masyarakat di Pulau Gili membenarkan maraknya perceraian, sehingga banyak janda-janda muda di Pulau Gili. 

Menurutnya, maraknya perceraian diakibatkan suami sudah tidak ingat isteri di rumah setelah merantau, kecenderungannya menikah lagi dengan orang lain.

Ali Asyhar sebagai Ketua Bawean Peduli (BP) berpendapat untuk mengatasi persoalan maraknya pernikahan dini di Pulau Gili, solusinya dengan mendirikan lembaga pendidikan tingkat lanjutan, seperti SMP atau MTs.

"Persoalan penerimaan warga terhadap sekolah lanjutan masih kurang, bila tetap dipertahakan maka akhirnya akan menimbulkan kesadaran untuk mengikuti wajib belajar selama 9 tahun,"terangnya. (bst)

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean