Media Bawean, 2 Juni 2012
Oleh : M. Shaleh (Mantan Kepala BMKG Bawean)
A B S T R A K
Dari hasil analisa menunjukkan bahwa pada beberapa perairan tertentu
terlihat terjadinya bencana pelayaran berkaitan dengan kondisi cuaca
yaitu gelombang dan angin.
Dari data angin Stasiun Meteoorlogi Bawean dan prakiraan gelombang
perairan Gresik- Bawean, diketahui bahwa ada korelasi yang cukup
signifikan antara kecepatan angin dan tinggi gelombang laut,
Untuk perairan laut jawa bulan-bulan aman berlayar yaitu pada bulan
April dan Oktober. Sedang bulan-bulan kritis berlayar di laut Jawa pada
bulan Januari, Juli, Agustus dan September.
1. Pendahuluan
Hampir dari semua aktivitas kehidupan manusia tidak lepas dari pengaruh cuaca. Demikian juga kita sebagai bangsa yang tinggal di Nusantara ini menyadari bahwa cuaca merupakan lingkungan alam yang tidak dapat diabaikan. Dibeberapa tempat keteraturan cuaca hampir selalu bersahabat dengan manusia, namun pada beberapa peristiwa ulah cuaca justru dapat membawa bencana.
Sektor Perhubungan merupakan bagian penting dalam pembangunan. Hampir dalam setiap fase perkembangan wilayah. sistem perhubungan merupakan urat nadi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Tujuan utamanya ialah jasa perhubungan secara cepat, tepat, aman teratur dan terjangkau kemampuan masyarakat, meningkatkan pelayanan jasa untuk pelayaran dalam negeri sehingga dapat mendorong perdagangan antar pulau serta menunjang pelayaran luar negeri.
Unsur aman dalam sistem perhubungan termasuk salah satu tujuan. Peran tersebut satu diantaranya dilaksanakan oleh Badan Meteorologi
Klimatologi dan Geofisika (BMKG), yaitu untuk menunjang peningkatan keselamatan pelayaran, penerbangan dan masyarakat.
Dilaut kondisi keselamatan pelayaran secara umum masih memprihatinkan. Selain belum terhitung korban harta benda, juga banyak sekali memakan korban manusia.
Salah satu ilustrasi bagaimana kondisi pelayaran rakyat antar pulau, Bawean-Jawa dari masa kemasa. Masyarakat Bawean menggunakan perahu layar dari kayu di tahun enam puluhan untuk menyeberangi laut, berlayar ke pulau Jawa dengan memakan waktu antara dua hari hingga satu minggu, dan sangat bergantung pada arah dan kecepatan angin, musim baratan atau timuran.
Pada tahun tujuh puluhan kapal kayu dibuat lebih besar oleh pengusaha Bawean dan diberi mesin yang dikenal dengan sebutan Perahu Layar Motor (PLM), sebut saja nama nama kapal (PLM) Bawean Murni, PLM Mahkota, PLM Aji Raya, dan lain-lain. Kapal-kapal Bawean masa itu dapat melayari route Bawean-Gresik, dalam waktu 12 jam (satu malam) dan bahkan siap mengarungi route Bawean pulau Bangka dengan memakan waktu antara satu minggu.
Namun pada umumnya kapal-kapal kayu Bawean yang beroperasi pada masa tersebut sangat rentan dan rawan kecelakaan di laut karena minimnya sarana navigasi kapal untuk menunjang keselamatan pelayaran, disamping itu body kapal yang di desain dari kayu memang kurang mampu menahan getaran mesin dan gelombang laut.
Baru pada tahun delapan puluhan kapal perintis (Program Departemen Perhubungan) seperti Barito, Serayu dan bahkan Kapal cepat Jet Foil yang konon merupakan hadiah dan bentuk kepedulian Presiden Soeharto kepada masyarakat Bawean bisa melayani penumpang Bawean yang akan menyeberang ke pulau Jawa dan sebaliknya, 2 kali seminggu. Namun sayang kapal-kapal penumpang berstandar Nasional tersebut kini tinggal kenangan.
Sekali lagi kapan datangnya musibah tidak seorangpun mampu memprediksi sebelumnya, demikian juga musibah pelayaran Bawean-Gresik dari masa ke masa telah terjadi seperti kapal-kapal Bawean Murni, Mahkota, Fomenimeni telah tenggelam kedasar laut, apakah disebabkan oleh kelebihan penumpang dan barang atau disebabkan faktor cuaca atau boleh jadi juga body kapal memang sudah tua. Tidak tercatat berapa banyak perahu Bawean pengangkut barang, kayu atau sapi yang karam dilaut Jawa, dan berapa banyak korban harta maupun jiwa manusia, lalu siapa yang harus bertanggungjawab ? Masyarakat Bawean hanya menerimanya sebagai sebuah realita hidup, atau Takdir dari Yang Maha Kuasa yang tidak harus menyalahkan siapa-siapa.
Usaha mengurangi dan menanggulangi musibah pelayaran memerlukan pemikiran dan kerja keras dari berbagai instansi (lintas instansi). Sebagai salah satu upaya tersebut maka urgensi Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dalam menunjang peningkatan keselamatan pelayaran merupakan kebutuhan. Suatu contoh keberangkatan kapal Bawean Gresik terlebih dahulu harus memperhatikan informasi cuaca maritim atau peringatan dini (warning) dari BMKG, terutama pada musim gelombang tinggi dan angin kencang. Syahbandar Gresik akan menunda keberangkatan kapal apabila ada peringatan dini yang menyebutkan adanya cuaca ekstrim dan cukup signifikan menggangu keselamatan pelayaran. Demikian juga Syahbandar Bawean akan melarang kapal berangkat ke Gresik sehubungan dengan adanya warning dari BMKG tersebut.
2. Data dan Pembahasan
a. Data Meteorologi
Data Stasiun Meteorologi Bawean yang diambil untuk tulisan ini adalah data angin rata2 selama 30 tahun ( 1970-2000) dan Data gelombang rata-rata dari Stasiun Maritim Surabaya, selengkapnya kami tampilkan dalam bentuk tabel berikut :
Dari tabel 1 dan Tabel 2 diatas dapat dilihat bahwa pada bulan Januari musim barat ,Juli, Agustus musim timur kecepatan angin rata-rata mengalami puncak tertinggi di Bawean yaitu 8 knot. Demikian pula data gelombang mempunyai variasi bulanan yang sama dengan angin yaitu pada bulan Januari , Juli ,Agustus mengalami puncak gelombang tinggi yaitu rata-rata 2,0 m Sedang pada bulan April ,Oktober, Nopember musim Pancaroba mengalami kecepatan angin terendah rata-rata 0,8 knot dan tinggi gelombang pada bulan April,Oktober dan Nopember di perairan Bawean-Gresik juga mengalami gelombang rendah yaitu rata-rata 0,8 m. Dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi signifikan antara kecepatan angin dan tinggi gelombang.
b.Data BASARNAS
Kejadian musibah pelayaran dari hari kehari selalu dipantau (dimonitor) oleh Radio Pantai. Untuk tujuan operasional penyelamatan diteruskan ke sub Koordinasi Rescue (SDKR) ke kantor Koordinator Dinas Rescue (KKR), dan selanjutnya disampaikan ke Badan SAR Nasional, Adapaun Jumlah Musibah tahunan total bulanan ditempat wilayah perairan laut jawa disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut :
Pada Tabel no.3 diatas dapat diketahui bahwa musibah pelayaran pada bulan Januari =15 kali, Juli =13 kali dan Nopember =11 kali merupakan bulan-bulan yang sering terjadi musibah pelayaran di laut Jawa. Sedang bulan April=1 kali,Oktober=3 kali dan Desember =2 kali merupakan bulan-bulan terendah terjadi musibah pelayaran di laut Jawa.
3. KESIMPULAN :
1. Terdapat hubungan signifikan antara cuaca dan musibah pelayaran di Laut Jawa yaitu pada bulan bulan Januari, Juli, Agustus dan September kecepatan angin mengalami puncak demikian juga Gelombang laut dan Musibah pelayaran mengalami kejadian tertinggi di Laut Jawa.
2. Sedang bulan-bulan April, Oktober merupkan bulan dengan angin dan gelombang cukup kecil demikian juga musibah pelayaran tercatat paling sedikit terjadi di Laut Jawa.
3. Dari poin 1 dan 2 disimpulkan bahwa bulan April dan Oktober merupakan bulan aman berlayar di Laut Jawa, sedang bulan Januari, Juli, Agustus dan September merupkan bulan kritis berlayar di Laut Jawa.
4.ACUAN :
1. Buletin Meteorologi Bawean
2. Buletin BMKG Jakarta.