Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Cerbung Eson: Memori (2)

Cerbung Eson: Memori (2)

Posted by Media Bawean on Rabu, 08 Agustus 2012

Media Bawean, 8 Agustus 2012

Tulisan : Abd. Rahman Mawazi (Wartawan Tribun Batam) 


Penumpang KM Palangkaraya ini tidaklah terlalu banyak. Sejatinya kapal ini adalah kapal barang, bukan kapal penumpang. Kebutuhan transportasi membuat kapal ini dimodifikasi hingga tersedia beberapa sekat tempat tidur untuk penumpang yang telah memiliki tiket dan membayar untuk tempat tidur. Bila tidak membayar dan jumlah penumpang melebihi dari jumah tempat tidur, mereka harus rela tidur di bagian lambung kapal. Tepatnya, di atas penutup barang dengan beratap terpal. Praktis, semburan angin masih terasa kencang karena tidak semua sisi kapal tertutup dengan rapat. Di bagian itulah Eson bertempat.

Jam baru saja menunjukkan pukul 01.12 saat Eson terbangun dari tidurnya. Tas ransel yang ia jadikan bantal dibuka, lalu mengambil sebungkus rokok. Dengan berbekal roti serta air minum kemasan botol, Eson menaiki tangga dek kapal. Sekedar mencari teman ngobrol dan juga bercakap-cakap. Ia merasa perjalanan masih jauh, masih sekitar dua sengah jam lagi. Untungnya ombak tidak terasa begitu kuat.

Lagit malam itu tampak cerah dengan gugusan bintang menghiasinya. Di belakang kapal, tampak cahaya merah jingga, namun bukanlah secara bulan. Rembulan yang tampak separuh dari dek kapal juga masih menemani perjalan kapal dengan kecepatan 15 knot. Posisinya berada di sebalah barat. Sinar terang berwarna jingga dari tenggara itu melebihi terangnya rembulan. Menurut informasi dari beberapa penumpang, itu adalah api yang dihasilkan dari pengeboran minyak lepas pantai. Sinar itu juga menjadi penanda bagi sebagian nahkoda. Katanya, jika sinar itu mulai tidak tampak, perlajanan menuju Bawean menyisakan waktu sekitar dua lagi.

Angin yang berhembus terasa kencang. Namun, jalan kapal masih terasa lambat bagi Eson yang tidak sabar. Dengan sebatang rokoknya, ia memandangi lagit, tempat bintang-bintang bertaburan. Berapa jumlah bintang di langit? Pertanyaan itu pernah terlontar oleh guru ngaji Eson dulu.

“Banyak,” jawab Eson

“Allahu a’lam.” timpal kiai Taher pula.

Menurut kiai Taher, jumlah itu hanya Allah saja yang tahu. Tidak mungkin munusia mampu menghitung jumlah bintang secara pasti. Dan tidak mungkin pula manusia bisa melihat seluruh bintang di jagad galaxy. Jika jawabannya seperti itu, mengapa pula keluar pertanyaan begitu? Bagi Eson, yang kala itu menginjak bangku kelas 2 madrasah tsanawiyah (MTs), pertanyaan kiainya bukanlah suatu pertayaan yang tepat.

Pertanyaan itu kini kembali menemaninya dalam perjalan pulang ke Bawean. Ia pandangi bintang. Ia mencoba menghitung sembari mengingat gugusan bintang yang menjadi zodiak, penanda bagi setiap pelaut yang mengarungi samudera dan penanda perubahan waktu dalam setahun. Langit tanda-tanda kebesaran Tuhan, begitu juga bumi. Langit adalah pelajaran. Bumi adalah pelajaran. Di antara keduanya ada misteri yang tidak semuanya dipelajari oleh manusia. Eson menyadari hal itu. Di langit ada ilmu. Lebih-lebih di bumi. Keduanya memiliki tanda-tanda yang bisa dipelajari oleh manusia. Keduanya juga memiliki tanda-tanda kebesaran Tuhan yang tidak mudah dijangkau oleh akal manusia. Seorang nakhoda menjadikan langit dengan bintangnya sebagai pemandu pelayaran sebelum bergantung pada radar. Namun, siapa yang tahu ujung langit?

“Subhanallah,” gumam Eson dalam hati lalu membuang puntung rokok ke laut. Tak kurang dari sepuluh menit Eson duduk sendiri di buritan kapal sejak dua orang penumpang meninggal tempat itu. Mencoba membaca tanda-tanda di alam raya adalah upaya melihat kebesaran Tuhan dan memahami kekecilan diri sebagai mahluk.

* * *

Beberapa jam lagi akan tiba di Bawean. Eson mulai tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki di pulau yang katanya sudah banyak perubahan. Dermaga pelabuhan pun sudah diperpanjang dan perlebar. Namun Eson belum tahu siapa yang akan menjemputnya. Pamannya, Bahar, kemarin sore sebelum keberangkatan mengatakan akan menjemput. Tetapi, Eson tidak ingat jelas seperti apa wajahnya. Ia sudah lama sekali tidak pulang ke kampung halaman. Pertemuan terakhir dengan pamannya saat mereka berjumpa di Batam, kala pamannya transit hendak pulang ke Bawean dari Malaysia.

“Iya, nanti biar obek saja yang menjemput,” katanya disaluran telepon.

“Iyalah bek. Jam berapa ya biasanya kapal sampai,” tanya Eson lagi.

“Biasanya jam tiga lebih. Kalau tidak ada ombak bisa lebih cepat,” terangnya dalam sambungan interlokal dari Gresik.

Beberapa pekan sebelum pulang, Eson pun telah menghubungi temannya di Bawean, Hanafi. Ia juga mengaku akan turut menjemput begitu mendapatkan kabar dari paman Bahar. Mereka tinggal tidak berjauhan. Masih satu kampung. Hanafi berencana akan membawa sepeda motor miliknya untuk menjemput. Ia pun menyarankan agar tidak khawatir soal penjemputan. Hanafi adalah teman bermain Eson. Usianya terpaut dua tahun, lebih tua dari pada Eson. Selama ini, Eson kerap berhubungan dengannya karena ia memiliki saluran telepon sendiri di rumahnya. Tidak banyak warga Bawean yang memiliki telepon rumah. Biasanya hanya orang-orang memiliki penghasilan lebih saja. Sebelum kepulangan itu juga, Eson sempat menghubungi Ila melalui seorang temannya bernama Puput. Kepada Puput Eson sering meminta tolong untuk memanggilkan Ila yang berjarak lima rumah. Ketika itu, ia mengaku juga akan menjemput sanak familinya yang baru pulang dari Malaysia. Waktunya bersamaan. Dan semalam, selain menelpon pamannya, Eson juga sempat menelpon Puput. Puput mengabarkan, ia akan membari tahu Ila dan bersama-sama pergi ke Dermaga. Ada keluarga Puput yang juga baru pulang kampung.

“Saudaranya Ila minggu depan baru pulang,” terangnya. “Nanti kami memang mau ke Dermaga, ada saudaraku yang baru pulang dari Belitung,” lanjutnya. Masih sekitar satu setengah jam lagi kapal itu sampai. Samar-samar, cahaya dari daratan Bawean mulai terlihat. Beberapa penumpang pun sudah bergegas mengemasi barangnya, bersiap segera menurunkan kaki di Bawean.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean