Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Keteladanan Para Kyai

Keteladanan Para Kyai

Posted by Media Bawean on Senin, 13 Agustus 2012

Media Bawean, 13 Agustus 2012

Tulisan : Ali Asyhar 


Kyai Subki Parakan
Dimasa revolusi fisik 1945 – 1949 nama Parakan sangat terkenal. Di tempat terpencil inilah senjata-senjata pejuang di sepuh oleh Kyai Subki. Saifudin Zuhri (Dalam Buku: Guruku Orang-Orang Dari Pesantren) menyatakan bahwa tak kurang dari 10.000 pejuang membanjiri daerah tersebut tiap hari. Saifudin Zuhri sering datang bersama Kyai Wahid Hasyim, Kyai Zainul Arifin, Kyai Masykur, Kasman Singodimejo, Anwar Cokroaminoto dan lain-lain. Saat itu Kyai Subki sudah udzur. Usianya 90 tahun. Dalam melayani tamu yang bejibun itu Ia dibantu oleh para Kyai yang tergabung dalam Barisan Muslim Temanggung. Senjata yang sudah disepuh akan memberi sugesti kepada pemegangnya sehingga semangat bertempurnya menyala-nyala. Bambu runcing hasil sepuhan Kyai Subki berperan besar dalam mengusir pasukan sekutu di Palagan Ambarawa. Kyai Subki memiliki putra bernama Qamarudin. Nama ini cukup dikenal karena aksinya heroic-nya pada saat serangan umum 1 Maret 1949 yang berhasil merebut ibu kota Jogjakarta meski hanya sementara.

Pada tahun 1995 beberapa bekas serdadu Jepang datang ke Parakan. Jauh- jauh mereka datang untuk mengenang pertempuran mereka melawan pasukan santri Parakan. Mereka bercerita bahwa jika malam tiba mereka sangat ketakutan karena dilempari granat dan bom oleh para santri. Menurut Kyai Muhaiminan Gunardho, pejuang santri tidak melempari dengan granat dan bom tetapi dengan kerikil dan batu yang sudah disepuh oleh Kyai Subki.

Kyai Ali Mansur
Banyak orang yang belum tahu bahwa Shalawat Badar adalah asli produk Indonesia. Mereka menyangka bahwa Shalawat Badar adalah made in Arab sebagaimana Maulid Dziba’, al-Barzanji dan Ratib al-Haddad. Sesungguhnya, Shalawat Badar baru terkenal tahun 1960 yang diciptakan oleh Kyai Ali Mansur dari Banyuwangi. Ia adalah cucu dari Kyai Muhamad Siddiq Jember.

Riwayat terciptanya Shalawat Badar bermula dari kegelisahannya terhadap situasi politik saat itu. Orang-orang PKI semakin mendominasi kekuasaan di pedesaan. Suatu malam Kyai Ali Mansur bermimpi bertemu dengan orang yang berjubah putih-putih. Sedangkan di saat yang sama , istri Kyai Ali Mansur mimpi bertemu Rasulullah. Setelah ditanyakan kepada Habib Hadi al-Baddar ia mendapat jawaban bahwa orang yang berjubah putih-putih tersebut adalah ahli Badar. Mulailah ia menggoreskan pena menulis syair-syair. Alumni Pesantren Lirboyo ini memang suka membuat syair sejak di pesantren.

Beberapa hari kemudian datanglah serombongan Habib yang dipimpin oleh Habib Ali bin Abdurahman al-Habsyi dari Kwitang Jakarta bertandang ke rumah Kyai Ali Mansur. Setelah berbincang , tiba-tiba Habib Ali bertanya ,” Ya akhi, mana syair yang ente buat kemarin? Tolong bacakan kepada kami ”. Tentu saja Kyai Ali Mansur terkejut karena Habib Ali tahu kejadian yang dialaminya. Kyai Ali Mansur segera membacanya :

Shalatullah Salamullah ‘Ala Thaha Rasulillah
Shalatullah Salamullah ‘Ala Yasin Habibillah ……………………………………………………………………

Selesai mendengar Shalawat Badar yang dibacakan Kyai Ali Mansur maka Habib Ali segera bangkit, “Mari kita lawan Genjer-genjer nya PKI dengan Shalawat Badar” serunya dengan suara mantap.

Syaikh Yusuf al-Makasari
Syaikh Yusuf adalah seorang ulama, pejuang dan penulis kreatif. Ia berasal dari Makasar, Sulawesi Selatan. Lahir pada tahun 1621 M dengan nama aslinya Muhamad Yusuf. Di tanah kelahirannya ia dikenal dengan gelar Tuanta Salamaka, artinya Tuan Kita Yang Selamat dan mendapat berkah.

Syaikh Yusuf adalah pejuang yang gigih. Semasa di Makasar ia bersama Sultan Hasanudin berperang melawan Belanda. Setekah ditangkap oleh Belanda, ia diasingkan ke Banten. Di Banten ia melakukan aktifitas dakwah bersama Syaikh Abdul Muhyi Pamijahan. Syaikh Yusuf juga berjuang bersama Sultan Abdul Fatah yang bergelar Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1695). Karena tipu daya Belanda akhirnya beliau tertangkap dan diasingkan ke Batavia lalu ke Sailan (Srilangka). Di Sailan ia masih bisa berhubungan dengan murid-muridnya yang sedang berhaji. Ia selalu memberi motivasi pentingnya berjihad melawan Belanda. Akhirnya Syaikh Yusuf dibuang ke Tanjung Harapan (Cape Town, Afrika Selatan). Di Afrika Selatan ia juga mendakwahkan islam kepada penduduk setempat sampai wafatnya pada tahun 1699 dalam usia 73 tahun. Tahun 1705 makamnya dipindahkan ke Gowa atas inisiatif dari pihak kerajaan Gowa pada masa pemerintahan Abdul Jalil. Nama Syaikh Yusuf sangat harum di Afrika Selatan.

Kyai Bisri Mustofa
Kyai Bisri adalah seorang penulis produktif khususnya dalam bahasa Jawa. Diantaranya adalah Tafsir al-Ibriz. Selain itu ia dikenal juga sebagai seorang orator dan politikus.

Sepeninggal Kyai Bisri, puteranya yakni Gus Mus mengalami kejadian menarik. Diceritakan, Gus Mus kedatangan tamu dari Cirebon. Sang Tamu berkata “ Gus, Kyai Bisri berpesan agar anda mengoreksi surat al-Fath karena ada kesalahan”. “ Kapan anda bertemu Kyai Bisri? ” Tanya Gus Mus. “ Kemarin di Cirebon” jawab si tamu. Ketika Gus Mus memberitahu bahwa Kyai Bisri sudah meninggal 40 hari yang lalu, si tamu amat terkejut dan lunglai.

Sesudah itu, Gus Mus segera datang ke Kudus menemui Kyai Abu Amar dan Kyai Arwani yang dipercaya oleh Penerbit Menara Kudus sebagai pentashih. Informasi dari tamu orang Cirebon tadi ternyata benar. Terdapat kesalahan penulisan dalam ayat 18 surat al-Fath. Seharusnya berbunyi : Laqad radliyallahu ‘anil mu’minina,…….tertulis Laqad radliyallahu ‘alal mu’minina…..

Pengalaman yang sama juga dialami Gus Mus. Bedanya kali ini Kyai Bisri berpesan agar Gus Mus melanjutkan karya yang belum selesai. “Anda bertemu sendiri?” Tanya Gus Mus.“ Ya. Saya bertemu kemarin”. Jawab tamu yang lain.

Ali Asyhar (Dosen STAIHA Bawean)

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean