Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Pakar Ekonomi Atau Ekonom Kelakar?
Bedah LKS : Mbanyol yang Konyol

Pakar Ekonomi Atau Ekonom Kelakar?
Bedah LKS : Mbanyol yang Konyol

Posted by Media Bawean on Selasa, 14 Mei 2013

Media Bawean, 14 Mei 2013 

Oleh : Sugriyanto (Guru Bahasa Indonesia SMAN I Sangkapura)

Setahun yang lalu, tahun pelajaran 2011-2012 pada kelas VII semester genap di SMPN 1 Sangkpaura telah menggunakan buku LKS (Lembar Kerja Siswa) mata pelajaran Bahasa Indonesia yang unik dan menarik untuk dikaji. Sebagai pisau atau ‘silet’ pembedah yang berelevansi dalam tataran ilmu kebahasaan di atas adalah resensi. Tentu sedikit beda dengan resensi lumrahnya. Telaah terhadap LKS mata pelajaran Bahasa Indonesia SMP kelas VII semester genap menggunakan pendekatan objektif atau tinjauan struktural. Selama ini yang dikenal oleh resensator itu materinya adalah buku, kaset, film dan sejenisnya. Agar tinjauan terhadap LKS unik tersebut benar-benar ‘nyasar’ atau mengena perlu kiranya dipersembahkan sebuah tataran pengertian tentang hakikat dari resensi itu sendiri. Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) kata resensi berarti pertimbangan atau pembicaran buku dan sebagainya; ulasan buku dan sebagainya. Akan lebih sempurna bila dinukilkan pula pengertian resensi yang terdapat dalam buku Kompeten Berbahasa Indonesia oleh Tim Edukatif yang ditulis oleh Drs. Mafrukhi dkk pada halaman 67 menerangkan bahwa resensi merupakan pertimbangan atau ulasan tentang buku. Penulis resensi melakukan penilaian terhadap kualitas buku ditinjau dari berbagai segi. Penilaian itu didasarkan pada bukti dan argumentasi nyata yang ditemukan dalam buku. Masih dalam buku yang sama disampakan pula hal-hal yang ditulis dalam resensi biasanya adalah (1) identitas buku (2) gambaran umum isi buku atau ringkasan isi buku (3) analisis kelebihan dan kekuranan buku (4) ciri-ciri bahasa yang digunakan penulis buku (5) manfaat bagi pembaca.(2007:67).

Untuk menopang dan melengkapi tentang standar materi yang patut diberikan kepada siswa berdasarkan tingkatan atau jenjang perlu kiranya pikiran ini merapat atau sandar pada sebuah buku yang berjudul Gresik Sejarah Bandar Dagang & Jejak awal Islam Tinjauan Historis Abad XIII – XVII yang ditulis oleh Mustakim, S.S. pada kata pengantarnya dengan pemerian pendekatan pemberian mata pelajaran sejarah dengan tingkatan sebagai berikut.

“Untuk tingkat SD, sejarah dapat diberikan dengan pendekatan estetis, artinya pelajaran sejarah diberikan semata-mata untuk menanamkan rasa cinta pada perjuangan, pahlawan, tanah air dan bangsa. Untuk tingkat SLTP, sejarah diajarkan dengan pendekatan etis. Kepada siswa harus ditanamkan pengertian bahwa mereka hidup bersama orang lain, masyarakat dan kebudayaan lain baik dahulu maupun sekarang. Sedangkan pada tingkatan SMU sejarah diberikan dengan pendekatan kritis. Mereka Sudah bisa berpikir mengapa sesuatu terjadi dan kemana arah kejadian itu”(2010). Dengan demikian tidaklah berlebihan bila pengajaran mata pelajaran Bahasa Indonesia pun materi yang diberikan sesuai dengan tiga pendekatan di atas sebagai nilai kesemestaan (universal).

Alangkah ‘afdhol’-nya bila cuplikan buku LKS unik mata pelajaran Bahasa Indonesia buatan MGMP SMPN Gresik tersebut dituliskan kembali secara utuh agar tidak terjadi bias pemahaman. Khusus pelajaran 6 dengan pokok bahasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia pada Kompetensi Dasar 9.1 Menyimpulkan pikiran, pendapat, dan gagasan seorang tokoh/nara sumber yang disampaikan dalam wawancara.

Perhatikan cuplikan wawancara antara ekonom dan wartawan tentang Dampak Devaluasi Terhadap Harga Pasar sebagai berikut.

Wartawan : Bagaimana menurut Bapak dampak devaluasi terhadap harga pasar 9 (bahan) pokok?
Ekonom : Seperti biasa harga pisang naik turun, harga telur masih tergantung-gantung, sedangkan harga kacang masih terjepit dan yang masih menonjol harga susu.

Wartawan: Tindakan apa yang dapat dilakukan?
Ekonom : Pada saat pisang naik, harus diadakan penekanan-penekanan, di mana harga kenaikan pisang ini tidak mempengaruhi telur yang masih tergantung-gantung. Penekanan- penekanan tersebut mengakibatkan longgarnya harga kacang. Dengan longgarnya harga kacang secara otomatis akan menaikkan harga susu, dan ada kecenderungan susu akan semakin keras di pasaran. Sementara itu penekanan-penekanan itu harus sering dilakukan sampai suatu saat harga pisang pun melemah disertai dengan membanjirnya kacang dan turunnya harga susu, kondisi seperti inilah yang selalu diidamkan oleh semua pihak.

Wartawan: Apakah dalam melakukan hal tersebut sering mengalami gangguan-gangguan?
Ekonom : Ada banyak gangguan-gangguan, tetapi yang sering terjadi hanya 2 (dua)

Wartawan: Gangguan apa itu?
Ekonom : 
1. Kadang-kadang pada waktu terjadi penekanan harga pisang, harga kacang tetap menyempit , sehingga sulit menembus pasaran akhirnya harga pisang tidak bisa bertahan lalu membanjir di luar pasar dan biasanya pemilik kacang akan kecewa karena harga kacang sangat dipengaruhi oleh naik turunnya pisang.

2. Sering juga terjadi pada waktu harga kacang sudah lesu, harga pisang juga lesu. Dalam hal ini perlu diadakan dengan interfensi pihak ketiga, dan kalau perlu diadakan dropping/injeksi agar bisa menembus pasar.

Wartawan: Bagaimana kiat-kiat menstabilkan harga tersebut?
Ekonom : Untuk menjaga stabilitas harga pisang, harga kacang, serta harga susu, setiap interaksi ketiga pasar harus dilakukan koordinasi, sehingga mencapai suatu titik kepuasan maksimum secara bersamaan.

Sebagai materi yang dikonsumsi oleh anak-anak yang notabene baru lulus Sekolah Dasar agak sedikit menyenangkan karena pilihan kata (diksi) yang digunakan mudah dicerna seperti pemakaian nama sembilan bahan pokok meliputi pisang, telur, kacang, dan susu dekat dengan dunia anak. Namun, terdapat beberapa kosakata yang perlu mendapat perhatian khusus dengan bantuan kamus ekonomi atau perdagangan seperti kata devaluasi, dropping, injeksi, pihak ketiga, interfensi serta kosa kata lainnya perlu dicantumkan semacam kartu kamus kecil. Anak didik akan menjadi paham dengan dialog atau wawancara tersebut di atas. Tambah-tambah yang menjadi nara sumber adalah pakar ekonomi atau mungkin ekonom yang kelakar dengan pemakaian kalimat yang meliuk-liuk bak pemain ‘stand up comedy’ yang banyak memancing rasa untuk ketawa ‘ngakak’ bahkan terbahak-bahak.

Secara keseluruhan boleh dikatakan cocok dan mengena materi wawancara tersebut buat dunia anak. Sungguh amatlah naif bila dialog wawancara pada LKS tersebut di atas mirip atau percis dengan pemberian cek kosong yang membuat atau menganggap anak didik seusia SMP dan yang sederajat “paling” tak mengerti atau belum sejauh pemikiran orang dewasa dalam pemahaman terhadap isi bacaan dialog wawancara tersebut. Perlu kiranya diidentifikasi materi pokok/pembelajaran agar benar-benar bermakna dan sesuai dengan usia mental anak didik. Sebagaimana klausul yang termaktub dalam modul Bahasa Indonesia SMA/SMK Rayon 14 Universitas Negeri Surabaya Departemen Pendidikan Nasional 2010 pada materi Pengembangan Silabus dan Pelaksanaan Pembelajaran halaman 6 tertera bahwa beberapa hal menjadi bahan pertimbangan terhadap materi yang akan diberikan antara lain:

a) Potensi peserta didik;
b) Relevansi materi pokok dengan SK dan KD;
c) Tingkat perkembangan fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual peserta didik;
d) Kebermanfaatan bagi peserta didik;
e) Struktur keilmuan;
f) Kedalaman dan keluasan materi;
g) Relevansi dengan kebutuhan peserta didik dan tuntutan lingkungan;
h) Alokasi waktu.

Akan lebih mulia dan bersahaja apabila pertimbangan terhadap materi pembelajaran didasarkan juga pada aspek berikut.( masih dalam modul yang sama):

a) Kesahihan (validity): materi memang benar-benar teruji kebenaran dan kesahihannya;

b) Tingkat kepentingan (significance): materi yang diajarkan benar-benar diperlukan oleh siswa;

c) Kebermaknaan (utility): materi tersebut memberikan dasar-dasar pengetahuan dasar keterampilan pada jenjang berikutnya;

d) Layak dipelajari (learnability): materi layak dipelajari baik dari aspek tingkat kesulitan maupun aspek pemanfaatan bahan ajar dan kondisi setempat;

e) Menarik minat (interest): materi menarik minat siswa dan memotivasinya untuk mempelajari lebih lanjut.

Lengkap sudah item-item di atas sebagai penegas dan ‘pencerah’ terhadap pemberian materi untuk siswa seusia anak SMP perlu ditinjau kembali. Toh, kalau memang itu sebuah ‘banyolan’ atau anekdot tidak membuat pakar ekonomi atau ekonom kelakar itu konyol.

Sebagai ‘kempitan’ anak dalam bekerja dialog dalam LKS tersebut perlu mendapat perhatian khusus. Bagaimana pun keberadaan LKS tersebut tidak hanya sebagai Lembar Kerja Siswa semata tetapi juga akan bersentuhan dengan masyarakat dewasa (khususnya wali murid) sebagai orang tua pendamping anak saat belajar juga akan membaca teks dialog LKS tersebut sebagai sebuah ’kegelian’ dan ke-“ngeres”-an dalam pikiran orang tua. Siapa salah? Bagaimana pun di dalam ilmu psikolinguistik hubungan makna dengan pikiran tak dapat dielakkan. Terlepas dari pikiran “ngeres” atau tidak alangkah baiknya bila sembilan bahan pokok yang tercantum dalam dialog wawancara tersebut disempurnakan sedikit dengan pendapat penulis buku materi Ekonomi kelas 3 SMU yakni Prathama Rahardja, S.E.M.Si yang menetapkan 9 (sembilan) bahan pokok itu meliputi:
1. Beras;
2. Ikan asin;
3. Minyak kelapa;
4. Gula pasir;
5. Garam;
6. Minyak tanah;
7. Sabun cuci;
8. Tekstil;
9. Batik.

Kelak teks dialog wawancara tersebut di atas perlu direview dan dipertimbangkan kembali untuk dimuat sebagai materi pembelajaran pada tataran jenjang pendidikan anak masih “bau kencur” di tingkatan SMP dan sederajat. Sedangkan pada materi-materi yang lain masih dalam LKS tersebut sudah cukup layak dan patut untuk dikonsumsi mereka. Alangkah bersahaja dan pragmatisnya bila kelak mencantumkan dialog wawancara dengan mencari nara sumber atau ekonom yang berbasis ke-Gresik-an yakni ekonom yang berlandaskan syariat sebagai cermin Gresik kota santri. Amin.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean