Media Bawean, 6 Agustus 2013
Lomba Menulis Opini dan Artikel
Kategori Umum
Nama Penulis : A. Syauqi Sumbawi
Alamat : Jotosanur RT 02 RW 03 No. 319 Tikung, Lamongan
Mendengar nama Pulau Bawean, maka bayangan yang pertama kali hadir dalam pikiran adalah sebuah gugusan pulau kecil yang terapung di tengah Laut Jawa. Gugusan pulau yang masih rahasia dengan keindahan alam serta kekayaan seni dan budaya masyarakatnya yang belum banyak diketahui dan dikunjungi wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Potensi besar sebagai tujuan wisata terdepan di Indonesia.
Bawean merupakan gugusan pulau yang termasuk dalam kawasan administrasi Gresik, provinsi Jawa Timur. Terletak sekitar 120 km di utara wilayah Gresik, Bawean memiliki beberapa anak pulau seperti Pulau Noko, Gili Barat, dan Gili Timur serta terdiri dari dua pemerintahan kecamatan, yaitu Tambak dan Sangkapura. Penduduk pulau Bawean berasal dari berbagai daerah seperti Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya, dimana kebanyakan dari mereka adalah pendatang yang telah lama menetap.
Sebagaimana diketahui, Bawean memiliki potensi pariwisata yang sangat kaya, baik pegunungan, pantai dan kehidupan bawah laut, danau, air terjun, suaka margasatwa, makam kuno dan makam para wali, serta kosmopolitanisme budaya lokal yang melengkapkan pesona Pulau Bawean baik dari wisata alam maupun wisata budaya. Dengan potensi besar yang diarahkan pada keberadaannya sebagai tujuan wisata terdepan, tentunya hal tersebut tidak bisa dipisahkan dari peran dan kerjasama seluruh stakeholder utama dunia pariwisata, baik pemerintah, swasta, maupun masyarakat lokal. Hal ini penting mengingat berbagai kendala dalam pengembangan Bawean sebagai destinasi wisata—begitu juga dengan lokasi-lokasi wisata lain—pada umumnya mengerucut pada kurang optimalnya peran stakeholder di atas.
Menilik potensi di atas, pengembangan pariwisata Bawean idealnya bukan mengarah pada konstruksi wisata keindahan alam an sich, tetapi juga harus disertai dengan pengembangan wisata budaya. Di samping secara antropologis terdapat kaitan erat antara struktur alam dengan konstruksi budaya, terdapat asumsi bahwa pengembangan wisata yang mengabaikan kearifan lokal dapat mengakibatkan kehidupan masyarakat tercerabut dari akar budayanya. Apalagi hal tersebut akan ditambah dengan kehadiran para wisatawan yang secara tidak langsung membawa budaya-budaya baru dari luar. Karena itu, eksplorasi kearifan lokal masyarakat Bawean menjadi keberadaan penting sebagai dasar pengembangan pariwisata Bawean secara keseluruhan.
Secara umum, keindahan alam merupakan modal utama dalam pengembangan pariwisata sebuah daerah, tidak terkecuali Bawean dan wilayah-wilayah lain di Indonesia. Untuk menjadikan Bawean sebagai destinasi wisata, maka beberapa komponen utama yang perlu dikembangkan antara lain, yaitu aksesibilitas, varian wisata, serta akomodasi dan promosi.
Aksesibilitas Menuju Pariwisata Bawean
Pada komponen aksesibilitas, bidang transportasi merupakan kebutuhan utama. Dalam konteks pariwisata Bawean, berbagai keluhan menyebutkan tentang sulitnya akses menuju pulau ini. Jadwal pemberangkatan kapal yang tidak menentu dengan jumlah penumpang yang membludak serta faktor keamanan transportasi laut yang kurang terjamin dimana kebanyakan kapal-kapal terbuat dari fiber, menjadi permasalahan yang patut mendapatkan prioritas dalam pemecahannya. Karena itu, pengembangan transportasi laut yang aman, cepat, murah, dan ramah lingkungan menjadi langkah solutif yang perlu ditindaklanjuti dengan segera. Menyertai pengembangan tersebut, maka pembangunan pelabuhan yang proporsional dan peningkatan pelayanan kapal, baik kualitas maupun kuantitas, merupakan syarat penting untuk meningkatkan aksesibilitas di atas. Selain itu, pembangunan dan pengoperasian bandara di Pulau Bawean menjadi solusi yang bisa ditempuh oleh pemerintah secara lebih lanjut. Meskipun tidak semua wisatawan sanggup atau bersedia menggunakan pesawat terbang yang merupakan alat transportasi termahal, tetapi hal tersebut menjadi salah satu opsi untuk mempercepat kehadiran Pulau Bawean dalam konstelasi dunia pariwisata Indonesia.
Di samping pengembangan transportasi menuju Pulau Bawean, baik laut maupun udara, komponen aksesibilitas menunjuk pula pada pembangunan infrastruktur umum di pulau tersebut. Di antara hal yang perlu dibenahi, yaitu pembangunan infrastruktur transportasi darat dan laut yang memadai serta dapat menghubungkan antar pulau dari gugusan pulau Bawean, seperti pelabuhan, angkutan umum darat dan laut, terminal, dan sebagainya. Begitu pula dengan ketersediaan fasilitas air bersih yang memadai, fasilitas pembuangan limbah dan sampah, fasilitas komunikasi, fasilitas energi listrik, SPBU, dan sebagainya. Sederhananya, membangun pariwisata di Bawean, tidak lain adalah membangun kehidupan masyarakat Bawean secara keseluruhan.
Varian Wisata di Pulau Bawean
Pulau Bawean memiliki potensi wisata yang kaya dan beragam, baik alam, edukasi, maupun budaya. Dalam pengembangan wisata alam, khususnya pantai dan laut, hampir seluruh pesisir dari gugusan Pulau Bawean merupakan pemandangan alam yang indah serta dapat digunakan untuk berenang, memancing, dan sun bathing, baik di Pulau Nusa, Pulau Cina, Pantai Labuhan, Pantai Tanjung Ga’ang, dan sebagainya. Kemudian pada Pulau Gili dan Selayar, terdapat hamparan terumbu karang beserta komponen makhluk lautnya, dimana aktivitas bawah laut seperti snorkeling dan diving, merupakan potensi wisata yang perlu dikembangkan secara lebih lanjut.
Potensi wisata alam lain yang tak kalah indahnya, yaitu Danau Kastoba. Meskipun tidak bisa dimanfaatkan untuk wisata air karena arusnya yang berbahaya serta dapat mengancam keselamatan, beberapa aktivitas wisata yang bisa dikembangkan di danau ini, misalnya memancing dan tracking, baik sepeda, motor, mobil, dan lain-lain. Pulau Bawean juga memiliki beberapa air terjun yang dapat dikombinasikan dengan wisata alam pegunungan bagi para wisatawan, seperti tracking, camping, dan sebagainya.
Pengembangan wisata edukasi di Pulau Bawean dapat diarahkan pada kegiatan pelestarian terumbu karang dan penangkaran rusa. Sebagaimana diketahui, Pulau Noko Gili dan Selayar memiliki hamparan terumbu karang beserta komponen makhluk hidupnya yang beranekaragam. Sementara rusa Bawean menjadi keunikan tersendiri karena keberadaannya yang hanya ditemui di Bawean, yang merupakan habitat aslinya. Terkait hal tersebut, maka pengembangan wisata edukasi, baik pelatihan transplantasi terumbu karang maupun penangkaran rusa Bawean mutlak diperlukan sebagai upaya untuk melestarikan keduanya dari kepunahan. Untuk mendukung program di atas, keberadaan pusat pendidikan dan pelatihan dengan berbagai programnya yang terpadu serta didukung oleh pendidik dan instruktur yang kompeten menjadi signifikan dalam upaya meningkatkan kesadaran masyarakat terkait pelestarian terumbu karang dan rusa Bawean.
Sementara pengembangan wisata budaya Bawean, paling tidak, dapat diarahkan pada wisata tradisi dan seni, wisata ziarah dan sejarah, dan wisata kuliner. Sebagaimana diketahui, masyarakat Pulau Bawean merupakan masyarakat multikultural, yang berasal dari pulau Jawa, Madura, Kalimantan, Sulawesi, dan sebagainya. Dengan keberadaan tersebut, tentunya masyarakat Bawean memiliki kekayaan budaya dalam konstruksinya yang “baru”, yakni khas Bawean, baik upacara adat, kesenian, tari-tarian, perlengkapan rumah tangga, dan lain-lain. Begitu pula dengan citarasa dalam keanekaragaman kuliner masyarakatnya. Beberapa pagelaran budaya yang hidup di Pulau Bawean, yaitu kerencengan atau hadrah, mandiling, pencak silat, adu sapi, dan sebagainya.
Kemudian terkait wisata ziarah dan sejarah, Pulau Bawean memiliki beragam situs, seperti makam Jherat Lanjeng, yaitu makam dengan panjang sekitar 12 meter, dimana dalam sejarahnya dikaitkan dengan keberadaan Aji Saka. Kemudian makam Waliyah Nyai Zaenab di komplek Masjid Jami’ Desa Diponggo, yang merupakan penyebar agama Islam perempuan pertama di Pulau Bawean dan membawa bahasa Jawa ke pulau tersebut. Potensi sejarah yang variatif banyak pula terdapat di Pulau Bawean seperti legenda huruf Jawa, yakni Aji Saka, sejarah penyebaran Islam oleh Maulana Umar Masud, dakwah Sunan Bonang, kehadiran putri Campa ibunda Sunan Ampel yang singgah di Pulau Bawean, serta situs “Batu Kasur” di Gunung Menara desa Gunungteguh yang dipercaya sebagai tempat pelantikan para wali. Di samping itu, adalah keberadaan makam para mubaligh lain yang memiliki catatan sejarahnya sendiri.
Keberadaan situs sejarah dan makam para mubaligh atau wali di atas, pada gilirannya turut menumbuhkan tradisi ziarah di kalangan masyarakat Bawean. Sebagai masyarakat religius, tradisi ziarah menjadi ritual penting untuk memahami sejarah keberagamaan serta mengingatkan asal-usul hidup dan tempat kembali setelah kehidupan di muka bumi. Tradisi dan praktik keagamaan masyarakat Bawean yang mayoritas beragama Islam pun lahir sebagaimana di tempat-tempat lain, seperti ngaji di langgar, peringatan hari besar Islam, baca barzanji, dan sebagainya.
Akomodasi dan Promosi Pariwisata Bawean
Potensi wisata Pulau Bawean yang sedemikian besar di atas, baik wisata alam, wisata edukasi, dan wisata budaya, tentunya harus didukung pula oleh akomodasi dan promosi yang memadai. Dalam akomodasi misalnya, wisatawan akan lebih kerasan berwisata jika berbagai fasilitas untuk tinggal di pulau tersebut bisa didapatkan dengan mudah. Keberadaan penginapan yang aman, nyaman, dan ramah lingkungan, tentunya akan sesuai dengan arah pengembangan pariwisata Bawean, baik dengan konsep Eco Lodge sebagaimana di beberapa Taman Nasional di Indonesia, maupun homestay, guest house, bungalow, rumah tradisional yang dibuat dari bahan ramah lingkungan, serta rumah-rumah penduduk yang disewakan sebagai penginapan. Dalam praktiknya, kerjasama dan peran antara pemerintah, swasta, dan masyarakat lokal dalam penyediaan penginapan harus proporsional. Sederhananya, pelibatan penduduk lokal dalam pengembangan wisata Bawean secara keseluruhan merupakan sesuatu yang harus dilakukan, tidak hanya untuk meningkatkan ekonomi masyarakat lokal tetapi juga menjaga harmonisasi kehidupan di Bawean secara keseluruhan.
Keberadaan akomodasi dan fasilitas lain, seperti restoran, pusat informasi wisata (tourist information centre), tempat penyewaan alat transportasi darat dan laut, pos keamanan, pusat transaksi banking (ATM), pasar seni dan budaya, dan fasilitas umum lainnya merupakan hal yang tidak bisa ditinggal dalam pengembangan aktivitas wisata. Dalam konteks pulau Bawean, akomodasi dan fasilitas di atas harus segera dibenahi dan dilengkapi, karena tanpa keberadaannya, mustahil para wisatawan akan merasa nyaman untuk berlama-lama menyelami keindahan “pulau bidadari” tersebut.
Selain akomodasi, hal penting lain dalam pengembangan wisata adalah organisasi wisata atau biro perjalanan wisata dan promosi wisata. Tidak dipungkiri, keberadaan organisasi wisata akan mempermudah perjalanan para wisatawan di Pulau Bawean sesuai dengan pilihan paket wisata yang ditawarkan. Begitu pula dengan promosi wisata yang harus dilakukan dengan gencar. Tanpa adanya promosi, keberadaan potensi wisata Pulau Bawean yang sedemikian besar, tidak akan dapat diketahui dan dinikmati oleh para wisatawan, baik domestik maupun mancanegara. Dengan keberadaan media massa, baik cetak maupun elektronik yang semakin maju dan global, tentunya promosi wisata Bawean dapat dilakukan dengan mudah, baik melalui media online, mengadakan event berskala nasional dan internasional, pembuatan film dengan setting Pulau Bawean, maupun promosi konvensional seperti penerbitan leaflet, booklet, kalender, iklan media cetak, dan sebagainya.
Urgensi Kearifan Lokal dalam Memperkuat Pariwisata Bawean
Pengembangan beberapa komponen wisata di atas, baik aksesibilitas, varian wisata, maupun akomodasi dan promosi, tentunya harus disertai dengan keberadaan kearifan lokal sebagai dasar dan arah dalam membangun Pulau Bawean, baik sebagai destinasi wisata, maupun membangun masyarakatnya secara keseluruhan. Urgensi kearifan lokal mengarah pada keberadaannya sebagai identitas budaya suatu masyarakat yang dinamis, tidak hanya dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial dan kemanusiaan, tetapi juga untuk menghadapi “benturan budaya” seiring dengan derasnya arus globalisasi atau persebaran unsur-unsur kebudayaan di masyarakat. Pada konteks ini, kearifan lokal menunjuk pada kemampuan nilai-nilai budaya dalam menyerap dan mengolah dinamika dan perubahan masyarakat dalam sifatnya yang spesifik, yang berakar dari nilai-nilai lokalitas itu sendiri.
Secara umum, kearifan lokal memiliki kedekatan konseptual dengan kebudayaan sebagai manifestasi utuh dari kehidupan individu atau masyarakat dalam memandang kompleksitas dari keberadaannya. Dalam sifatnya yang dinamis, kebudayaan mensyaratkan upaya kreatif dalam merencanakan dan mengarahkan kehidupan sebagaimana yang dikehendaki secara kolektif. Dengan melihat kearifan lokal sebagai bentuk kebudayaan, maka ia akan mengalami reinforcement secara terus-menerus, dimana humanisasi menjadi ideal proses dan tujuannya.
Pada konteks Pulau Bawean, penggalian kearifan lokal merupakan langkah krusial yang menentukan keberadaannya sebagai destinasi wisata yang berakar pada kebudayaannya. Dinamika pembangunan pariwisata dan kehadiran para wisatawan dengan berbagai latar belakang kebudayaannya, tentunya akan menimbulkan gesekan dan benturan budaya antara masyarakat lokal dengan para pendatang atau wisatawan. Dalam hal ini, pergeseran nilai-nilai budaya akan menjadi salah satu fenomena tersendiri sekaligus lumrah dalam masyarakat Bawean. Karena itu sebagai langkah antisipatif, kearifan lokal masyarakat Bawean, terutama budaya spiritual, sebagaimana yang terkandung dalam adat istiadat, kesenian, makanan khas, tradisi keagamaan, dan sebagainya harus digali secara lebih arif dan bijak sesuai dengan dinamika yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Kemudian hal yang tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi dan intensifikasi kearifan lokal yang ideal tersebut kepada generasi berikutnya. Dari keseluruhannya, upaya ini dimaksudkan agar dalam mengiringi keberadaannya sebagai destinasi wisata, masyarakat Bawean tidak tercerabut dari akar budaya dan kepribadiannya. (*) [A. Syauqi Sumbawi]
BIODATA DIRI Nama : A. Syauqi Sumbawi Alamat : Jotosanur RT 02 RW 03 No. 319 Tikung, Lamongan Kategori : Masyarakat Umum