Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Memotong Kurban Tanpa Korban

Memotong Kurban Tanpa Korban

Posted by Media Bawean on Minggu, 13 Oktober 2013

Media Bawean, 13 Oktober 2013

Oleh : Sugriyanto (Dosen STAIHA – Bawean Gresik) 


Meretas Manajemen Langit Nabi Ibrahim,AS

Menyoal tentang musim haji tahun ini pemerintah Indonesia via Kementerian Agama Republik Indonesia merasa direpotkan oleh Pemerintah Arab Saudi atas dikeprasnya atau dipangkasnya kuota jamaah haji tahun ini sebesar 20 %. Banyak calon jamaah haji Indonesia yang berada di urutan panggilan bawah merasa kecewa dan “malu” atas rencana yang gagal berangkat naik (baca:munggah) haji tahun ini. Kemaluan itu muncul karena segala sesuatu terkait dengan persiapan dan kepastian keberangkatan ke tanah suci Mekkah sudah terpublikasi kepada khalayak baik melalui “bisik-bisik tetangga” atau merebak otomatis dalam kehidupan bermasyarakat. Pemerintah Indonesia via Kementerian Agama semestinya jauh sebelumnya memantau keberadaan Baitullah sekitar Ka’bah yang tengah direnovasi besar-besaran. Setidaknya melalui usaha dan inisiatifnya sendiri calon jamaah haji pun bisa mencari tahu dengan cara menyaksikan tayangan langsung lewat antena parabola siaran langsung di satelit Asiasat 2 pada stasiun Saudi Qur’an yang mengudara selama 24 jam dalam tayangan live rupa masjidil haram teraktual dan terkini. Dengan demikian, semua pihak akan memahami terhadap kebijakan yang diambil oleh Pemerintah Arab Saudi tersebut zonder pretensi yang lain. Intinya memang faktor teknis saja. Ke depan kuota jamaah haji dari Indonesia akan kembali proporsional setakat dengan rasionalisai jumlah penduduk muslimnya terbesar di dunia.

Berbicara Masjidil Haram tidak pernah terlepas dari sejarah pendirinya yakni Nabi Ibrahim,AS beserta putranya bernama Ismail, AS. Nabi Ibrahim, AS memiliki nama lengkap Ibrahim bin Tarikh (Azar) bin Nahur bin Sarugh bin Raghu bin Faligh bin Abir bin Syalih bin Arfakhsyadz bin Saam bin Nuh alaihissalam. (Ibnu Katsir : 157). Nabi yang memiliki nama dengan tujuh huruf yakni /I/,/B/,/R/, /A/, /H/, /I/, /M/ yang amat istimewa. Ada apa dengan angka tujuh sebenarnya? Bila dibuka kembali lembaran kisah Isra’ Mi’raj, dalam buku terjemah Maulid Barzanji Oleh KH. Ahmad Said Asrori bahwa Nabi Muhammad SAW. dipertemukan oleh Allah SWT. dengan Nabi Ibrahin, AS di langit tingkatan ketujuh.( 2009:87). Tanah pijakan manusia di bumi juga berlapis tujuh. Surat al Fatiha terdiri atas tujuh ayat. Tawaf keliling ka’bah tujuh putaran. Sae berlari-lari kecil dari bukit Safa ke bukit Marwah tujuh kali. Warna alami terdiri atas tujuh rupa (mejikuhibiniu= merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu). Borobudur termasuk tujuh keajaiban dunia. Christiano Ronaldo bernomor punggung tujuh. Puyer sakit kepala bintang tujuh. Minuman pelepas dahaga bermerek 7 up (baca: seven ap). Penghilang sial bisa mandi di tujuh sumur. Penetapan hari dalam satu pekan terbilang tujuh. Tahlil akbar atas meninggalnya seseorang dihelat hari ke tujuh terhitung dari meregang nyawanya. Penyematan nama bayi lahir dilaksanakan pada hari ke tujuh. Roh dan jasad dalam kandungan mulai sempurna pada bulan ke tujuh. Harta kekayaan seseorang yang benar-benar kaya kerap kali dilontarkan dengan istilah “tidak akan pernah habis dimakan hingga tujuh turunan.” Orang belajar ilmu hitam akan terus menurun sampai tujuh turunan ke anak cucunya yang tidak berdosa akibat perjanjian hitamnya dengan Sinto -guru gendengnya (mitos), termasuk dendam membara akan berlanjut hingga tujuh turunan. Tak terkecuali pula dalam peristiwa September kelabu dengan gerakan G 30 S PKI telah merenggut nyawa tujuh jenderal yang termasyhur dengan sebutan pahlawan revolusi. Sengketa Indonesia dengan pihak Malaysia masalah nama stasiun TV 7. Acarapun on the sport 7. Dalam peribahasa pun muncul “Sekali mendayung tujuh pulau terlampaui. Inilah rahasia dan keistimewaan dari angka tujuh. Semua tentu akan setuju. Ibnu Abbas menceritakan bahwa “Ibrahim,AS dilahirkan di Ghauthah, Damaskus, yaitu di sebuah desa bernama Barzah (baca: bukan alam barzah) di sebuah gunung bernama Qasiyun.” (Ibnu Katsir : 157)

Nabi yang mendapat julukan halilurrahman ini mendapatkan tantangan yang cukup berat terutama dari ayahnya sendiri bernama Tarikh alias Azar yang tekun dan taat menyembah berhala. Sungguh teramat berat rasanya sebagai anak yang dibesarkan oleh seorang Bapak yang menganut keyakinan yang bertolak belakang. Nabi Ibrahim, AS menggunakan manajemen keberanian (buttem-up) yakni menyampaikan aspirasi dari bawahan kepada atasan yang notabene adalah Bapaknya sendiri. Posisinya sebagai anak harus menyampaikan kebenaran dengan tanpa pandang bulu dan tenggang rasa. Hingga terjadi dialog yang bisa dikatakan berani (baca: Bawean-bengal) kepada Bapaknya dalam soal menyampaikan risalah kebenaran menurut etika manusia. Tatkala Nabi Ibrahim dengan bahasanya sendiri mengajak Bapaknya kembali ke jalan yang diridhai Allah SWT. dengan meninggalkan sesembahannya berupa berhala memperoleh jawaban yang amat keras dan sangat tidak mengenakkan. Bahkan Nabi Ibrahim, AS dihardik pedas dan dipersilakan untuk pergi meninggalkan Bapaknya dalam waktu yang lama serta mengancam untuk merajamnya. Dalam manajemen keluarga yang sejati Nabi Ibrahim, AS dengan hati mulianya tetap berusaha mendoakan Bapaknya agar diberi hidayah.Walau akhirnya Azar tetap menganut keyakinan titipan kakek moyangnya dalam kesesatan yakni tetap menyembah berhala. Sebagai anak dari seorang Bapak, Nabi Ibrahim,AS tidak emosional dalam merespon amuk Bapaknya yang sudah tua namun tidak tahu akan ketuannya itu. Tetap saja Azar menggunakan manajemen ala Namrud (model tirani, tangan besi, otoriter, diktator) yang lalim dan tidak baik.

Persoalan selanjutnya Nabi Ibrahim, AS berhadapan dengan raja bengis dan “serba bisa” sampai bisa menjadi Tuhan atas pengakuannya sendiri. Raja yang dimaksud itu bernama Namrud laknatullah alaih atau Raja Babilonia. Nama lengkap Namrud itu sendiri adalah Namrud bin Falih bin Abir, bin Shalih, bin Arfakhsyadz bin Saam bin Nuh. Namrud adalah salah seorang raja yang terkenal dari keempat raja di dunia, dua raja beriman yakni Dzulkarnain dan Sulaiman sedangkan dua lainnya kafir yakni Namrud dan Bukhtanashar. Nabi Ibrahim,AS pernah berdebat dengan Namrud mengenai persoalan kekuasaan Tuhan. Statemen Nabi Ibrahim, AS di depan Namrud kala itu tercermin dalam petikan dialog perdebatan singkat berikut ini.
Ibrahim : “Tuhanku adalah yang menghidupkan dan mematikan”
Namrud: “Aku juga dapat menghidupkan dan mematikan”
Ternyata apa yang dilakukan Namrud -yang pandir dan konyol itu- benar-benar membuat manusia tersulut untuk tertawa lebar atas ambisi Namrud yang tidak mau kalah. Sebagai pembuktian atas pernyataannya itu Namrud menghadirkan dua orang dan disuruhnya satu untuk dibunuh sedangkan yang satunya dimaafkan sehingga tetap hidup. Akal-akalan Namrud ini benar-benar pandir dan konyol bahwa simpulannya kelakuan Namrud itu mamperlihatkan kemampuannya menghidupkan dan mematikan. Selanjutnya Namrud yang konyol itu mengundang makan semua orang termasuk Nabi Ibrahim, AS. Baru kali itu dalam hidup Nabi Ibrahim, AS berkumpul dengan Namrud. Nabi Ibrahim, AS tanpa mendapatkan makanan sedangkan tamu undangan lainnya mendapatkan. Malaikat langsung mengirim makanan lewat Sarah ke hadapan Nabi Ibrahim, AS berupa makanan yang lezat dan nikmat. Lalu Nabi Ibrahim, AS menanyakan kepada istrinya Sarah “ Dari mana kau dapatkan makanan ini?”. Sarah menjawab “ Dari apa yang kamu bawa tadi yakni rezeki dari Allah azzawajalla”. Allah SWT. mengirim malaikat untuk menyuruh Namrud agar beriman kepada-Nya hingga tiga kali, Namrud tetap menolaknya. Akhirnya malaikat berkata “ Kumpulkan semua yang dapat kamu kumpulkan, dan aku pun akan mengumpulkan bala tentaraku.” Raja Namrud dengan kecongkakannya mengumpulkan segala bala tentaranya yang super hebat tepat pada saat mata hari terbit. Allah SWT. pada saat yang sama mengirim pasukan lalat yang diketuai oleh komandonya lalat bernama celaong (meminjam nama lalat versi Bawean) memakan habis darah dan daging para tentara Namrud, hanya disisakan tulang belulangnya. Pada penghabisan, komandan lalat berupa celaong itu masuk ke hidung Namrud dan menetap selama 400 tahun di dalamnya. Lewat lalat itulah Allah SWT. mengazabnya. Sejak itulah ia (Namrud) selalu memukuli kepalanya dengan besi selama 400 tahun pula hingga Allah azzawajalla membinasakannya. Hal ini dapat didengarkan bunyi komandan lalat bernama celaong-lalat besar berwarna ungu keemasan itu -dalam terbangnya hingga saat ini selalu terdengar seperti menyeruh nama rud...rud...Namrud..rud...Namrud laknatullah alaih. Silakan observasi lebih lanjut untuk uji petik atas kebenaran hipoteis tulisn ini.

Selain peristiwa di atas, masih terdapat peristiwa monumental yang dialami Nabi Ibrahim, AS tatkala beristrikan Siti Sarah yang konon katanya mandul. Sampai-sampai Nabi Ibrahim,AS diizinkan untuk menikah dengan Siti Hajar (baca: Ibu batu) untuk mendapatkan keturunan. Memasuki usia ke 84 setelah berkeluarga dengan Siti Sarah belum juga dikarunia anak. Terbesit dalam diri batin Nabi Ibrahim, AS sebuah nazar jika dikaruniai anak atau putra siap untuk berkurban apa saja termasuk anaknya jika Allah SWT. menghendakinya. Beberapa waktu yang lama tatkala berusia 86 tahun akhirnya Nabi Ibrahim AS dalam pernikahannya dengan Siti Hajar dikarunia seorang putra yang menjadi buah hatinya bernama Ismail. Lewat mimpi (Baca: bukan bunga tidur) seolah-olah Allah SWT. menagih nazar yang pernah terucap oleh Nabi Ibrahim AS di waktu silam. Ismail menjadi semata wayang dan mulai tumbuh menjadi kanak-kanan dalam kelucu-lucuannya di pandang mata keluarganya oleh Allah SWT. lewat mimpi disuruh sembelih. Orang tua mana di zaman sekarang yang sanggup dan mau mengurbankan anak kesayangannya sebagai wujud kecintaan untuk mendekatkan diri kepada Tuhannya? Di sinilah Nabi Ibrahim, AS dalam ujian yang teramat berat. Mau tidak mau dan harus mau untuk menyampaikan perihal suara langit lewat mimpi itu kepada Ismail. Mulai terjadi konflik batin yang teramat mendalam dirasakan oleh Nabi yang tidak mempan dibakar api atas seizin Allah SWT. pada peristiwa penentangan terhadap Namrud. Seluruh hewan di muka bumi kala itu berusaha memadamkan kobaran api yang membakar tubuh Nabi Ibrahim, AS kecuali tokek durjana itu yang terus menyemburkan api dari mulutnya supaya si jago merah itu berkobar. Hingga terdapat hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah, ra agar kaum muslimin membuat senjata tombak untuk menombak hewan yang mulutnya merah membara bernama tokek. Tidak heran bila mendengar tokek berbunyi disahuti dengan kata “sosor!”. Tekkek....sosor, Tekkek...sosor....Tekkek...sosor...! Biar mulutnya tersumbat.

Perihal tentang mimpi yang dialami oleh Nabi Ibrahim, AS merupakan jalan untuk meretas manajemen langit yang berupa bentuk sebuah pengelolaan kepemimpinan dengan model top-down. Sedikit pun Nabi Ibrahim tidak memungkiri akan kebenaran mimpi itu sebagai perintah dari Allah SWT. untuk menyembelih putra kesayangannya sebagai wujud pengorbanannya. Peristiwa tersebut termaktub dalam Al Qur’an yang dapat dinukilkan pada tulisan ini seperti berikut .
“Ibrahim berkata, hai anakku, sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!” (QS Al Shaffaat : 102) 
Setelah Ismail, AS mendengar penjelasan Bapaknya itu justru dengan penuh ikhlas dan penuh kesabaran seraya berkata dalam bahasa yang amat santun dan terpuji sebagai insan paripurna dalam kesabaran dan keikhlasannya.
“Hai Bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah, engkau akan mendapatkan diriku termasuk orang-orang yang sabar.” (QS. Al Shaffaat : 102)
Andai peristiwa tersebut menimpa orang tua atau seorang Bapak zaman sekarang mengatakan perihal mimpi itu kepada anaknya seperti yang dialami Nabi Irahim,AS dan putranya Ismail tentu anak akan berkata lantang “Langkahi dulu mayatku!” Di sinilah bentuk manajemen kepemimpinan Nabi Ibrahim, AS sebagai cikal bakal model kepemimpinan berbasis manajemen partisipatori atau buttem-up yakni sebuah bentuk manajemen kepemimpinan yang memperhatikan aspirasi bawahannya dalam pengambilan keputusan. Senyatanya Nabi Ibrahim sebagai pemegang otorita penerima mimpi kebenaran itu bisa saja mengasah pedang setajam-tajamnya untuk menebas atau memotong leher putranya atas perintah Allah SWT. lewat mimpi itu. Namun, peristiwa itu membuka lebar keteladanan kepemimpinan yang tetap memperhatikan suara bawahannya. Bukan menjelma menjadi Namrud-Namrud modern yang dengan seenak perutnya mengambil keputusan sepihak tanpa jalan diplomasi atau kompromi dengan win-win solution sebelumnya. Di zaman kemajuan ini masih ada kehidupan dengan memberlakukan hukum rimba yakni hidup homo homoni lupus atau kanibalisme murahan. (Orang kampung makan orang sekampung). Terbukti bahwa jalan yang ditempuh Nabi Ibrahim, AS dalam peristiwa ujian berat bagi diri Beliau dapat terlewati dengan melakukan pemotongan kurban sebagai syariat tanpa korban Ismail karena hadiah dan kasih sayang dari Allah SWT. atas jiwa kedermawanannya dan kesabaran putranya menerima perintah Allah SWT. Diutuslah malaikat ke sebuah lembah yang sepi sebagai tempat persembahan dalam peristiwa penyembelihan Ismail itu. Malaikat membawa seekor kibas besar yang dibawanya dari surga. Kibas tersebut selalu berkeliaran di surga selama empat puluh musim lamanya dengan bulu wol berwarna merah di atasnya.

Peristiwa kurban hingga menimbulkan korban pernah dialami anak-anak Nabi Adam, AS yakni peristiwa pembunuhan Qabil terhadap adiknya bernama Habil. Saat itu Nabi Adam, AS dan Ibu Hawa hendak beribadah ke Mekkah. Nabi Adam, AS berpesan kepada kedua anaknya Habil dan Qabil untuk menikah. Habil diperintah menikah dengan saudara kembaran dari Qabil yakni Iklima yang amat cantik. Qabil merasa cemburu dan keberatan. Keduanya disuruh berkurban. Qabil ternyata berkurban hasil tanamannya yang jelek-jelek (seperti kangkong alias ubi jalar yang gherune-gherune dan hasil pertaniannya yang busuk-busuk) untuk dikurbankan dengan tidak ikhlas. Sedangkan Habil dengan penuh keikhlasan berkurban kibas atau domba yang sehat, besar, dan gemuk. Kedua jenis kurban itu dipersembakan di tanah lapang. Tiba-tiba dari langit menyambar kilatan api yang membakar kurbannya Qabil. Tudingan Qabil menohok pada Habil adiknya bahwa Habil dianggap lalai menjaga kurbannya hingga disambar api. Dua alasan itulah yang memunculkan awalnya manusia bersikap iri, dengki, dan hasut terhadap sesama. Muncullah niat busuk sebusuk kurbannya dari Qabil untuk menghabisi nyawa Habil yang notabene adik kandungnya sendiri dalam bingkai skandal asmara dan harta. Setan “mengoser” alias mengompori amarah Qabil untuk melakukan pembunuhan dengan pasti. Setan sudah meraih dua point kemenangan. Pertama menggoda Adam di surga hingga diturunkan ke dunia oleh Allah SWT. sebagai kredit point lamanya, yang kedua sebagai angka kredit dalam kejahatan untuk meraih tiket masuk neraka yakni usaha adu domba terhadap sesaudara antara Qabil dan Habil. Habil akhirnya “diencek” atau digenjet dengan batu karang saat tengah terlelap tidur karena sudah “dikonok-konoke” alias diintai terencana. Hampir 40 tahun lamanya mayat Habil dalam gendongan kakanya Qabil karena tidak tahu harus berbuat apa terhadap mayat adiknya. Betapa rasa “ghetton” alias penyesalan yang mendalam seorang kakak telah membunuh adiknya sendiri. Sementara setan merasa misi utamanya sukses besar. Justru itu manusia cepat-cepatlah sadar bila melakukan pendzaliman atau penganiayaan dalam bentuk apapun terhadap sesama sebelum kelak di hari pembalasan dimintai pertanggung jawaban atas kelakuannya yang teramat tidak manusiawi terhadap sesama manusia dan seprofesi pemeluk Islam. Jangan diherankan bila awalnya batu atau hajar aswad itu awal dibawa oleh Nabi Adam, AS berwarna putih tatkala turun di India, hingga saat ini hajar aswad tetap hitam mengabadi atas dosa-dosa yang diperbuat manusia di muka bumi ini. Peristiwa di atas juga diabadikan dalam ijab qabul dengan menggunakan “Qabiltu” bukan “Habiltu” karena bila menggunakan “Habiltu” pasangan pengantin baru akan mati gairahnya seperti Habil.

Hari Raya Idul Adha atau Idul Qurban atau hari Raya Haji tahun 1434 H ini menjadi sebuah memen terbaik untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. melalui ritual pemotongan hewan kurban.Sebuah makna tersirat sebagai wujud kerelaan dan keikhlasan berkurban untuk mencapai puncak kecintaan hambanya terhadap Dzat yang Maha Pemberi apa yang kita miliki. Sebagai ejawentah pengganti kaum muslimin yang tahun ini belum mendapat gilirin panggilan haji dapat menebusnya dengan melakukan amal lewat memotong hewan kurban untuk dibagi-habiskan merata kepada fakir miskin dan kaum dhuafa’ di sekitar kehidupan ini. Disunatkan para dermawan yang melakukan penyembelihan menyaksikan langsung dari dekat wujud kurbannya. Doa dan harapan semoga para jamaah haji menjadi haji -yang juga menyembelih kurban- menjadi haji yang mabrur dan mabrura. Sebagai penyempurna tulisan sederhana ini perlu kiranya ditambatkan pada surat Al Kautsar dalam koridor “Shalat dan Berkurban”. Tanda Bersyukur kepada nikmat Allah SWT. Perhatikan nukilan berikut sebagai bentuk terjemahan.
1. Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak 2. Maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berkurbanlah (menyembeli hewan kurban)
3. Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus (dari nikmat Allah) (QS. Al Kautsar :1-3)

Sebagai pamungkas tulisan ini patutlah kiranya manusia meniru perilaku kaum sufi yang meneladani perilaku para Nabi dan Rasul. Orang-orang sufi memosisikan jiwa dan dirinya laksana buah di atas pohon. Walau orang melempar dengan batu dari bawah mereka membalas dengan buah dari atas. Bangunan tasawuf tegak di atas delapan akhlak yang disandang oleh delapan Nabi ; sifat derma yang dimiliki Nabi Ibrahim(berkurban), sifat ridha yang dimiliki Nabi Ishaq, sifat sabar pada sosok nabi Ayyub, ilham yang dimiliki Nabi Zakariya, sifat asing yang dimliki Nabi Yahya, mengenakan kain wol seperti Nabi Musa, berkelana di muka bumi seperti Nabi Isa, dan miskin yang dimiliki Nabi Muhammad SAW. (Muhammad Ahmad Vad’aq: 2012:45).

Penulis pun percaya bahwa tulisan ringan ini masih jauh dari kesempurnaan. Diskusi selanjutnya tetap menjadi kebutuhan primer dalam memperluas ruang batin pengetahuan. Buanglah pemeo latah “Haji tas benne, e attas hajji e bebe benne!” Termasuk “ Kaju bikghi salakna nangka, ma tojuk hajji tak tao maca!” Wallahu a’lam bissawaf!!!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean