Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Senyum Dewan, Senyum Menawan
Antara Wajah Keluguan dan Kapalsuan

Senyum Dewan, Senyum Menawan
Antara Wajah Keluguan dan Kapalsuan

Posted by Media Bawean on Kamis, 19 Desember 2013

Media Bawean, 19 Desember 2013

Oleh : Sugriyanto (Dosen STAIHA – Bawean )

Baru-baru ini, dunia digemparkan oleh berita ditemukannya sebuah lukisan monumental buah tangan pelukis agung Leonardo Davinci yakni lukisan bertitel “Senyum Monalisa”. Konon, lukisan tersebut sebagai simbol model prototipe senyum terindah sejagad. Bahkan senyum apa adanya itu menjadi barometer yang mampu menembus ruang dan waktu. Keindahan senyum itu tak terbandroli dengan nilai karena harganya yang selangit. Keluguan dan kepolosan senyumnya benar-benar natural tanpa rekayasa sedikit pun. Namun, yang menjadi soal adalah keberadaan Monalisa pemilik senyum itu adanya memang nyata atau hanya sekadar imajinasi seorang pelukis di alam maya saja? Di Bawean nyata adanya yakni “Senyum Munawara” warga Sangkapura (Baca : Bukan Singapura) yang berarti senyum atau mesem yang bercahaya.

Berbeda Leonardo, berbeda pula dengan Dahlan Iskan. Di halaman depan koran Jawa Pos kolom HOPE, Dahlan Iskan selaku Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) menulis sebuah pengalaman nyata dengan judul “ Senyum Tulus Marketing Para Dirut” (Jawa Pos, 25 Nopember 2013). Sebagai sosok menteri inspiratif dengan segala multi talenta yang dimiliki Dahlan Iskan telah mampu mengubah kinerja para bawahannya menjadi karyawan penuh prestasi dengan etos kerja yang maksimal. Dalam tulisan itu Dahlan mencoba “ngerjain” atau “mencandai” seorang Direktur PT KAI (Kereta Api Indonesia), Ignasius Jonan yang wajahnya selalu tegang, kaku, dan cemberut karena tuntutan lapangan pekerjaannya. Selama enam bulan lamanya Ignasius Jonan berusaha bekerja keras untuk bisa senyum sesuai harapan atasannya, ternyata Dirut PT KAI itu mampu mencapai 100 persen senyum sempurna dengan senyum natural dan tulus. Bila demikian faktanya dapat ditarik sebuah konklusi bahwa senyum pun dapat diusahakan dengan cara “dimodif” sesuai dengan kebutuhan dan pragmatisme tanpa tendensi lain.

Tak lama lagi tahun 2013 akan berlalu. Memasuki tahun 2014 sebagai tahun politik genderang politik akan mulai ditabu. Siasat dan strategi mulai diatur secantiik mungkin. Para calon anggota legislatif atau dewan mulai tebar kebaikan sebagai usaha memikat konstituen yang menjadi objek sasarannya. Berbagai macam pola “manis” dilakoni untuk mencari cela dalam menggaet simpati serta mencari dukungan massa. Muncullah jargon-jargon politik dengan gaya bahasa (Red: style) yang penuh kesantunan dan kebersahajaan. Berbagai macam ucapan kebaktian ‘nongol’ di spanduk seperti : “Mohon Doa Restu” laksana pengantin baru saja, “Mohon Dukungan” dan semiripnya. Semuanya penuh basa-basi belaka sebagai bumbu dalam jalinan komunikasi politik yang sarat dengan kepentingan abadi. Jarang sekali dijumpai kalimat dalam spanduk dan baliho yang berisi untuk minta dicoblos secara gentelmen penuh kejujuran dan kepolosan. Bagaimanapun realita di dalam bilik suara adalah dicoblos bukan direstui atau didukung. Bila demikian maunya, maka hasilnya tidak sah. Atau mungkin hal ini mengikuti prosesi adat ketimuran yang lebih mengedepankan budaya sungkan dan malu-malu bila harus berterus terang. Mungkin saja para calon anggota dewan meminjam istilah Mahfud MD “tahu diri” bukan “percaya diri” semata. Bagus!

Menjamurnya para calon anggota dewan atau anggota legislatif (DPR, DPRD Tk I dan DPRD Tk II) masuk area Pulau Bawean di ajang pesta demokrasi tahun 2014 ini sebagai indikator wujud iklim demokrasi yang semakin kondusif. Kondisi ini membuka lebar kebebasan kepada setiap warga negara untuk mengambil bagian dalam memberi warna perpolitikan Indonesia kekinian. Berbagai macam alasan dan “modus” para calon anggota legislatif ikut serta sebagai kontestan. Ada yang sekadar coba-coba, ada yang berpertimbangan daripada nganggur permanen, ada yang bermodal nekat karena nyata-nyata tidak punya modal, siapa tahu dewi fortuna berpihak kepadanya, ada yang sekadar reuni untuk kangen-kangenan dengan kawan lama yang juga tidak terpilih periode yang lalu, ada yang bermodal habis-habisan hingga mengerahkan segala daya dan upaya supaya bisa jadi, dan tidak sedikit pula yang terdorong oleh bisikan hati yang paling dalam demi kemajuan bangsa dan negara khususnya daerah tercinta asal Dapilnya.

Penulis sedikit terperana saat memperhatikan dengan cermat sebuah Opini dalam bentuk karikatur kiriman dari Wahyu Kokkang di koran Jawa Pos, Kamis 26 September 2013 berupa celekit yang benar-benar menjadi satire. Dalam karikatur tersebut diilustrasikan seorang anak tidur mendengkur di atas springbed dengan bantal lapis dua berselimut kain panas menutup hampir seluruh tubuhnya. Hanya kepala dengan sedikit rambut tiga langghur atau helai. Tidur miring seolah setengah sadar atau setengah nyenyak. Dari arah belakang punggung sang anak, seorang ayah dengan geram hendak membangunkan anaknya. Ayah yang bertubuh krempeng kepala berpeci itu menggerutu sambil bergumam “Kalau kamu malas bangun pagi, malas ke sekolah, malas belajar, mau jadi apa kamu kelak?” Spontan sang Anak menyergah dengan jawaban enteng “Jadi anggota DPR...” Mungkin penikmat karikatur tersebut ada yang cekikikan, ada yang miris, bahkan ada yang manggut-manggut pertanda mengiyakan. Tidak semua anggota dewan demikian.Tega nian!

Menatap aneka rupa dan wajah para calon anggota dewan yang terpampang di baliho, spanduk, poster, pamflet, buklet, di dunia maya, dan media perkenalan lainnya teramat menyenangkan sekaligus sebagai media cuci mata. Seolah-olah warga sebagai konstituen calon pemilih masuk ke sebuah galeri dalam pameran seni rupa di alam terbuka atau alam bebas. Pelukis yang agung siapa gerangan? Tak satu pun dari calon anggopta dewan yang terlihat merengut (Baca : Baweann –Marengok) atau memelas. Hampir semua calon anggota dewan dalam posenya menampakkan roman keceriaan dan menawan. Senyum penuh pengharapan, harapan untuk mejadi anggota dewan yang mulia dan terhormat dengan segala fasilitas kenyamanannya. Padahal, senyatanya di atas panggung sandiwara politik ini yang diinginkan adalah peran wajar bukan kepura-puraan (kamuflase) atau wajah kepalsuan belaka. Betapa sulitnya untuk menemukan satu di antara sekian banyak calon anggota dewan yang cemas, galau, risau, dengan wajah keprihatinannya dalam menatap masa depan dengan segala tantangan. Wajah keprihatinan yang dimaksud sebagai refleksi untuk memperbaiki kinerja anggota dewan yang masih relatif perlu ditingkatkan demi kepentingan rakyat ke depan. Mungkin saja penampakan wajah-wajah calon anggota dewan ini sebagai wujud kemapanan politik. 

Persepsi liar akhirnya muncul juga sebagai respon yang menjadi sakwa sangka bahwa pemolesan wajah para calon anggota dewan menurut penuturan Ady Wafid guru Bahasa Inggris yang ahli telematika itu merupakan hasil kepintaran teknologi “photo shop” atau “coreldraw” yang mampu menyulap moment gambar dari rupa aslinya menjadi tidak asli lagi. Seorang foto model profesional saja untuk mendapatkan gambar yang sempurna saat dibesut oleh sang kamerawan membutuhkan beberapa kali jebretan. Tidak demikian bagi seorang calon anggota dewan lebih piawai dan mahir berpose melebihi seorang model sekalipun. Memang untuk mengetahui wajah asli manusia dapat difoto saat bangun tidur. Namun, perlu disadari sejak dini bahwa poster atau bentuk propaganda apa pun itu memang perlu sebagai media untuk memperkenalkan diri kepada publik atau rakyat sebagai calon pemilih. Orang bijak mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Jika di atas Dahlan Iskan, menteri BUMN menulis, “Senyum Tulus Marketing Para Dirut” , alangkah merdunya judul itu diplintir sedikit menjadi “Senyum Mulus Siasat Para Calon Anggota Dewan” untuk menuai simpati.

Adanya ungkapan “suara rakyat, suara Tuhan” perlu dicerahkan sedikit. Antara Tuhan dan rakyat itu berbeda baik dalam wujud maupun segala sifatnya. Termasuk dalam perwajahan. Tuhan itu indah dan suka dengan keindahan. Sehingga tidaklah menyesatkan bila wajah-wajah calon anggota dewan tetap tersenyum dalam diam dan abadi sebagai bentuk sedekah permulaan. Lebih indah lagi bila dalam bentuk animasi atau menggunakan multi media dengan gambar bergerak dan interaktif. Selama ini yang ada gambar diam membisu dalam senyum yang beku. Walau demikian, warga Pulau Bawean jangan terjebak pada penampakan wajah yang tersenyum semata . Kenali lebih dekat para calon anggota dewan melalui visi dan misi serta program-programnya yang berpihak kepada kepentingan rakyat. Apalagi terjebak dalam money politic atau politik uang , karena cara ini merupakan pola pikir yang menjijikkan karena menganggap rakyat selama ini adalah sebagai pemilih yang lapar. Jika memang niat mau beramal baik kenapa harus menunggu panasnya politik? Berarti ada wel amrinya! Bahkan asumsi lain jika calon anggota dewan membagi-bagikan uang kepada rakyat atau apapun bentuk beriannya menandakan rakyat seolah-olah disamakan dengan anjing (baca: Bawean-Patek) yang mau mengikuti keinginan majikannya bila sepotong daging dan bangkai (politik uang) diberikan kepadanya sebagai pakan.

Apa pun kondisinya, jangan dipertaruhkan nasib lima tahun ke depan kepentingan rakyat hanya dengan iming-iming uang dan janji-janji yang tidak pasti. Buanglah karmina atau pantun kilat “Gendang gendut tali kecapi, kenyang perut senanglah hati”. Jadilah pemilih sejati dengan pertimbangan hati nurani penuh kecerdasan. Bila demikian siapa saja calon anggota dewan yang mendapat kursi tidak akan terbebani dengan “investasi haram” itu. Ke depan anggota dewan tidak tersandra dengan segala tanggungan yang cukup banyak dikeluarkan. Sebelum mencoblos mintalah petunjuk dari langit lewat istikharah massal warga Bawean untuk menampakkan empat wajah terbaik dari tiga puluh delapan wajah yang baik. Dari keempat itulah suara mengerucut ke masing-masing caleg. Suara tidak mubazir dan tak terbelikan. Mari berdemokrasi lewat pemurnian politik yang santun dan beradab. Baru boleh dikatakan suara rakyat suara Tuhan...! Wassalam.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean