Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Ramadlan Yang Cetar Membahana

Ramadlan Yang Cetar Membahana

Posted by Media Bawean on Sabtu, 28 Juni 2014

Media Bawean, 28 Juni 2014

Ali Asyhar. Dosen STAIHA dan Wakil Ketua PCNU

Ramadlan Kareem. Selamat datang bulan berkah. Bulan intropeksi diri dan penghayatan. Ramadlan tahun ini terasa berbeda karena berbarengan dengan pilpres dan piala dunia. Ramadlan memendarkan kedamaian dan kasih sayang sedangkan pilpres dan piala dunia beraroma persaingan dan saling srimpung.

Pilpres

Diantara hal yang tidak baik adalah berlebihan dalam segala hal termasuk dalam mendukung seseorang. Akibatnya adalah fanatisme. Harap dimengerti bahwa pilpres 2014 adalah persaingan dua bersaudara sebangsa dengan tujuan yang sama yaitu kemajuan Indonesia. Bangsa kita selangkah lebih maju dari saudara kita di beberapa negara (islam) lainnya. Tengoklah Mesir yang masih berantem ihwal konstitusi sementara di Indonesia soal UUD sudah usai tahun 1945. Lihatlah Irak yang tiap hari dihiasi bom-bom yang menyalak. Irak yang ringkih terjerumus dalam perang saudara. Bahkan pemberontak ISIS sudah menguasai kota Anbar. Suriah juga perang saudara karena rebutan kekuasaan. Anak-anak Suriah disuguhi peluru dan rudal berdesing. Suriah kehilangan satu generasi. Somalia yang 100 % muslim juga saling bunuh. Kini Somalia masyhur sebagai negeri para perompak laut. Belum lagi Afghanistan, Yaman dan Pakistan. Mari kita syukuri bahwa kedewasaan berpolitik di masyarakat semakin terasa.

Piala Dunia

Silahkan berjingkrak dan berjoget karena tiem kesayangan lolos ke 16 besar. Boleh juga cemberut karena tiem pujaan sudah angkat koper. Piala dunia kali ini menorehkan catatan kecut bagi penggila timnas Spanyol, Portugal, Italia dan Inggris. Tak usah berlebihan dalam suka dan duka. Sadarlah bahwa tiem yang anda tongkrongi tiap malam adalah tiem dari negara lain yang tidak kenal dan tidak akan peduli anda. Piala dunia adalah hiburan semata persis stand up comedy di Metro dan Kompas TV. Beda cerita bila yang bertanding di piala dunia adalah timnas Garuda. Tak mengapa bercucuran air mata sampai bergulung-gulung saat kalah sebagai ekspresi kecintaan kepada tanah air.

Ramadlan Tanpa Gincu

Dalam maklumat yang diedarkan oleh Muspika Sangkapura ada klausul menarik yaitu dihimbau agar mushala dan masjid menggunakan sound system dalam bukan pengeras luar. Alasannya supaya tidak mengganggu tempat lain. Anjuran ini sungguh baik. Karena berlebihan dalam mengeraskan suara juga tidak elok. Bukankah riuh rendah suara al-Quran adalah ibadah? Membaca al-Quran adalah ibadah tapi bila berlebihan juga bisa mengganggu. Lalu, bila bacaan al-Quran yang berlebihan bisa mengganggu, apakah orkes dangdut, mandiling dan pertandingan volley ball malam hari juga mengganggu? Jawabannya : bisa. Suaranya yang berlebihan sangat mengganggu. Belum lagi dampak lainnya seperti tawuran, muniman keras, tampilan penyanyi yang seronok dan bercampurnya laki-perempuan tanpa batas. Ini kemunkaran nyata yang sengaja dibiarkan.

Sudah saatnya kita beranjak dari sekedar membaca al-Quran ke praktek. Ramainya bacaan al-Quran harus seiring dengan pengamalan isinya. Seminggu yang lalu BAZ Sangkapura memaparkan data tentang program setahun mendatang. Yang mengagetkan adalah bahwa terdapat 60 rumah orang fakir-miskin yang tak layak huni di 5 desa. Rumah-rumah tersebut kondisinya beragam. Sebagian benar-benar hampir roboh dan sebagian lagi berdinding terpal setengah badan. Siapakah yang mau (seharusnya) peduli? Bukankah ini persoalan riil umat islam yang harus diprioritaskan dari pada beramai-ramai memasang sound system di tiap mushala untuk tadarus? Lebih utama ditampilkan dari pada mementaskan orkes dangdut dan mandiling? Labih didahulukan dari pada heboh bikin turnamen volley ball dari malam sampai pagi? Bagaimana kalau hadiah-hadiah dalam banyak event dialihkan kepada fakir miskin? Setiap event yang menyediakan door prize maka ada puluhan juta yang dibagikan. Uang itu cukup untuk renovasi 2 sampai 3 rumah orang miskin.

Angka 60 rumah yang hampir roboh itu baru 5 desa. Bila disisir 17 desa maka akan muncul ratusan rumah. Saatnya kita sokong penuh program BAZ Sangkapura yang riil membantu sesama. Apapun lembaga dan organisasi yang memiliki program social wajib dibantu. Sebutlah BAZ, YDSF dan Dompet Duafa. Sebaliknya kegiatan-kegiatan yang banyak menghamburkan uang segera alihkan.

Wajah Bertopeng

Bulan Ramadlan biasanya banyak tukang sulap. Pakaian disulap menjadi islami. Acara TV juga berwajah islami. Mal-mal juga memasang bedug dan gambar masjid. Pasca Ramadlan kembali ke wajah aslinya. Yang bercelana pendek ngalor ngidul juga kembali bercelana pendek. Acara di TV kembali menampilkan badut-badut muda yang culun. Dan mal-mal kembali menjerumuskan manusia kepada materialisme dan konsumerisme.

Saatnya kita naik kelas. Menilik istilahnya al-Ghazali mayoritas manusia masih berkutat dalam puasa yang biasa-biasa saja (shaumul umum) . Yakni hanya sekadar menahan lapar,haus dan syahwat di siang hari. Kelas terendah ini biasanya akan kembali menampakkan wajah aslinya setelah selesai Ramadlan. Ramadlan hanya menjadi beban. Naik satu kelas lagi adalah puasanya orang shalih (shaumul khusus). Level ini sudah memasuki dunia empiris. Mereka menjaga seluruh anggota badannya dari keburukan. Dan tertinggi adalah puasanya orang pilihan (shaumu khususil khusus). Kelompok ini sudah mengabaikan kebendaan. Hidupnya diwakafkan untuk kebaikan sesama baik di bulan Ramadlan maupun sesudahnya.

Agar Ramadlan Menjadi Berkah

Berkah itu maknanya adalah semakin menjadi baik dan segala hal. Berkah ilmunya berarti ilmunya semakin bermanfaat bagi banyak orang. Berkah hartanya berarti semakin bertambah manfaat yang dirasakan orang lain. Berkah hidupnya berarti semakin hari hidupnya semakin berarti. Sebaliknya tiadanya keberkahan menghasilkan ilmu yang merugikan banyak orang. Harta yang tidak berkah menyebabkan kesengsaraan pemiliknya. Hidup yang tidak berkah hanya menjadikan seseorang coreng moreng namanya karena perilakunya.

Mari memaknai Ramadlan sebagai bulan empiris. Bulan untuk menghayati hidup yang berkah. Menyukuri nikmat-Nya dengan cara menyayangi makhluk-Nya. Tak perlu terengah-engah mengejar pahala dengan membaca al-Quran sampai berbusa-busa. Tak usah berdebar-debar menanti malam lailatul qadar. Yang suka bola masih boleh menonton piala dunia sampai final. Yang sibuk kampanye juga boleh merayu orang asal tidak melacurkan agama dan memelintir dalil-dalil agung.

Kepada masyarakat luas teruslah bekerja keras karena orang pertama yang peduli dengan nasib anda adalah anda sendiri. Rayuan politisi dan makelarnya adalah rayuan yang tidak jelas juntrungnya. Kebenaran kampanye maksimal 25 %. Sekali lagi maksimal 25 %.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean