Media Bawean, 17 Juli 2014
Tulisan : Farhana Diaswati Mufid.
Pepatah bijak menyatakan : Lain ladang lain belalang lain lubuk lain ikannya. Itulah gambaran aneka ragam budaya di berbagai belahan dunia. Tiap etnis dan bangsa memiliki tradisi masing-masing termasuk dalam menjalani bulan Ramadlan. Sudah dua tahun saya berpuasa di negeri piramida ini. Mesir adalah negara yang sangat masyhur karena sejarah peradabannya. Sejarah peradaban Mesir kuno bisa di sejajarkan dengan bangsa Yunani, Babilonia, China dan India. Di negeri para Fir’aun ini juga terdapat universitas ternama yakni al-Azhar. Sebuah perguruan tinggi tua yang alumninya sudah menyebar ke seluruh pelosok dunia.
Maidaturahman
Diantara yang khas di Mesir saat Ramadlan adalah maidaturahman (Hidangan Sang Maha Penyayang). Maidaturahman adalah buka puasa bersama. Bentuknya yaitu meja panjang dan kursi yang dijajar rapat. Warung dadakan ini bisa dengan mudah dijumpai di sekitar masjid dan tepi jalan raya. Siapapun bisa mampir gratis. Namun harus rela dengan menu seadanya. Menu yang dihidangkan oleh panitia. Warung gratis ini biasanya menyediakan 50 - an tempat duduk. Bagi para pelajar makanan gratis ini adalah kabar gembira. Mereka bisa berhemat selama bulan Ramadlan.
Musa’adah
Bulan mulia ini digunakan oleh setiap muslim untuk berlomba-lomba berbuat kebajikan. Diantaranya dengan memberi bantuan (musa’adah) kepada orang lain. Pemberi musa’adah disebut muhsinin (orang yang berbuat kebaikan). Jenis bantuannya bermacam-macam. Biasanya berupa uang, sembako dan daging.
Bagi pelajar seperti saya jenis musa’adah yang paling digemari adalah uang. Nominalnya antara 50 – 100 pound atau setara dengan 75 ribu – 150 ribu rupiah. Tiap hari para muhsinin membagi musa’adahnya di berbagai tempat. Asal kita sabar mengantri maka bisa dipastikan kita akan mendapat bagian. Semakin rajin kita berburu musa’adah maka kantong kita akan semakin tebal. Di kalangan pelajar terkenal dengan istilah PPM, Para Pencari Musa’adah.
Musa’adah lainnya berupa sembako atau daging. Di bulan Ramadlan saya sering menjumpai mobil yang dikerubuti banyak orang. Rupanya para muhsinin sedang membagikan sembakonya di pinggir jalan atau di tampat manapun yang ia sukai. Uniknya, sering para muhsinin memberikan musa’adahnya diam-diam. Jadi jangan kaget kalau saat kita sedang menunggu bis kemudian datang seseorang yang meletakkan kantong berisi sembako di dekat kaki kita lalu ngacir. Itu artinya kita sedang mendapatkan musa’adah. Jangan sekali-kali mengejar orang tersebut dan mengembalikan bantuannya karena ia bisa tersinggung. Terima saja sebagai rizki dari Allah.
Menu Berbuka
Di Indonesia kita terbiasa berbuka dengan menu yang melimpah. Ada nasi, kuah, lauk pauk, buah-buahan plus sederet minuman yang menyegarkan. Es dawet, es campur, es kopyor, kolak pisang dan lain-lain yang menggugah selera setelah seharian menahan lapar dan dahaga. Di Mesir, hemm…. jangan berharap. Menu sehari-hari adalah nasi atau roti gandum (isy) yang dihidangkan dengan lauk pauk berupa daging sapi, ayam atau ikan plus kuah kacang-kacangan (ful) sebagai selainya.
Daging sapi di Mesir lazimnya di masak kering. Cukup di rebus atau di tumis lalu ditaburi sedikit garam dan merica. Rasanya…woow...hambar. Coba bandingkan dengan menu di Indonesia. Daging sapi bisa di masak rendang, gulai, sate, rawon dan soto. Kuliner Nusantara memang kaya. Menu keseharian ini dihidangkan dengan kurma, air putih dan secangkir teh.
Durasi Berpuasa
Cuaca di mesir sungguh menyengat. Suhunya berkisar antara 38 – 45 derajat Celcius. Di Indonesia suhu tertinggi adalah 30 – 35 derajat Celcius. Ditambah lagi waktu siang hari di Mesir lebih lama dari pada malam harinya. Bila di Indonesia kita terbiasa berpuasa 13,5 jam maka di Mesir bisa 16 jam. Jadi di Indonesia kita berbuka sekitar jam 18.00 WIB maka di Mesir kita baru berbuka jam 20.00 WIB. Jam 03.00 WIB pagi subuh sudah menjelang. Melelahkan bukan?
Penutup
Dua tahun lalu saat pertama saya menjejakkan kaki di Mesir banyak hal paradok. Saya membayangkan bahwa Mesir adalah negeri yang lebih baik segalanya dari Indonesia. Tapi yang terjadi tidak demikian. Saat pesawat landing di bandara Kairo saya melihat banyak bangunan yang kusam dan jorok. Semua sisi bandara tak terawat. Duh…padahal ini adalah bandara nomor satu di Mesir. Dalam hal kebersihan ternyata bangsa Indonesia jauh lebih bagus. Budaya bersih dan rapi adalah cerminan dari peradaban sebuah bangsa.
Lalu sepanjang perjalanan saya melihat bangunan-banguna tua yang jendelanya penuh dengan pakaian. Baju dan celana bergelantungan. Pemandangan ini hampir di semua penjuru. Setelah dua tahun hidup di Mesir saya juga menyaksikan budaya antri dan berlalu lintas yang kacau. Salip menyalip serampangan adalah tontonan harian yang tidak menarik di Mesir.
Namun tidak semuanya buruk. Mesir memiliki keistimewaan dari sisi keilmuannya. Dengan universitas al-Azhar-nya, Mesir menjulang. Ia menyumbangkan pencerahan bagi dunia melalui para alumninya.
Marhaban Ya Ramadlan.
Farhana Diaswati Mufid.
Pelajar Indonesia di Mesir.
Tinggal di Asrama Internasional al-Azhar
Asal PP. Hasan Jufri Bawean