Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Puasa dan Mental Memberi

Puasa dan Mental Memberi

Posted by Media Bawean on Sabtu, 04 Juli 2015

Media Bawean, 4 Juli 2015

Oleh: Kemas Saiful Rizal, SE
Mantan Ketua Ikatan Mahasiswa Pelajar dan Santri Bawean
(IMPSB) - Malang Periode 1999-2000
Saat ini bekerja di Bappeda Pemkab Gresik

Alhamdulillah kita berkesempatan menjalankan puasa Ramadhan tahun ini. Puasa sebagai salah satu ibadah yang dimasukkan sebagai rukun Islam tentu memiliki hikmah mendalam. Tujuan ibadah puasa adalah la’allakum tattaquun –agar kalian bertaqwa (QS Al Baqarah: 183). Diantara ciri-ciri orang yang bertaqwa sebagaimana disebutkan Allah SWT dalam QS Ali Imran:134 yaitu orang-orang yang mau berinfaq, baik di waktu senang (berkecukupan) maupun di kala susah (kekurangan), menahan amarah dan memaafkan (kesalahan) orang lain.

Banyak hikmah yang dapat dipetik dari ibadah puasa, khususnya terkait ciri-ciri orang yang bertaqwa sebagaimana QS Ali Imran diatas, yaitu mentalitas memberi. Orang yang bertaqwa identik dengan orang yang senang memberi. Memberi (berinfaq) di jalan Allah dalam Al Qur’an sering disebut dengan istilah jihad, yaitu jihadu fisabilillah biamwalikum wa anfusikum (berjihad di jalan Allah dengan harta dan diri kalian).

Memberi sejatinya adalah kunci dari kesuksesan. Nabi Muhammad Saw bersabda “sebaik-baik manusia adalah yang paling memberi manfaat bagi orang lain”. Kesuksesan adalah anugerah yang hanya dapat diterima setelah memberi, maka fokus kita dalam hidup seharusnya memproduksi manfaat sebesar-besarnya bagi orang lain.

Sesungguhnya dasar dari sesuatu adalah memberi. Kenapa kita mencintai seseorang? Karena ada sesuatu yang diberikan kepada kita; Kenapa kita rela membayar? Karena ada sesuatu yang kita dapatkan; Kenapa kita rela memperjuangkan seseorang menjadi pejabat? Karena kita yakin ia memberi manfaat sesuatu; Kenapa kita memuji seseorang? Karena ia memberi sesuatu. Para profesional dibayar mahal karena diyakini dapat memberi sesuatu yang besar. Pebisnis mendapat kekayaannya setelah berhasil menjadi pemberi manfaat kepada masyarakat.

Sebaliknya mental atau spirit meminta merupakan sumber dari kegagalan atau kehancuran. Tidak ada agama manapun yang membenarkan umatnya menjadi peminta, apalagi membanggakannya. Peminta berorientasi pada dirinya sendiri, egois atau ananiyah. Demokrasi di negari kita akan kehilangan maknanya manakala para pelakunya hanya memikirkan diri sendiri, atau peminta. Bayangkan bila seseorang yang dipercaya memimpin, yang seharusnya memberi lewat kepemimpinannya, malah memanfaatkan segala peluang untuk dirinya sendiri. Jadi rumus kegagalan adalah terlalu banyak orang yang bermental peminta.

Marilah melalui momentum puasa Ramadhan ini kita menjadi orang yang bermental pemberi yang memberi manfaat bagi banyak orang. Aamiin. (Pernah dimuat di harian Radar Gresik, 23 Juni 2015).

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean