Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Tenggelamnya Kapal Bawean Express

Tenggelamnya Kapal Bawean Express

Posted by Media Bawean on Selasa, 19 April 2016


Oleh : Sugriyanto (Guru SMA Negeri 1 Sangkapura)

Sekilas judul tulisan di atas mengingatkan kembali pada sebuah roman percintaan yang ditulis oleh seorang ulama besar Indonesia HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijk (1939). Roman terbitan penerbit partikelir ini pernah membikin heboh dunia sastra Indonesia karena dianggap sebagai roman jiblakan dari karya pujangga lain. Aminuddin Kasdi dalam buku berjudul ”Tragedi Nasional 1965” mengatakan bahwa salah satu determinan (penyebab) meletusnya amuk masa di zaman pemberontakan PKI adalah adanya hujatan terhadap ulama atau cendekiawan Hamka karena dituduh plagiator (pencuri) atas karyanya berjudul Tenggelamnya Kapal van der Wijk (1963).(2008: 18). Sebagai paparan ringan untuk memberikan pencerahan kepada sidang pembaca bahwa roman yang pernah menggegerkan itu mengisahkan cinta tak sampai yang dihalangi oleh adat Minangkabau yang terkenal kukuh itu. Zainuddin sebagai anak blasteran Minang dan Makassar tidak berhasil mempersunting gadis idamannya karena rapat ninik-mamak (penghulu-penghulu adat dan orang tua-tua) tidak setuju dan menganggap Zainuddin tidak sebagai manusia penuh.

Tuduhan keji Ki panji Kusmin kepada Hamka tersebut merupakan sentimen sesama sastrawan karena kala pamor mungkin. Bisa jadi, PKI kala itu melakukan serangan terhadap para ulama yang memang menjadi tembok utama penghalang pergerakannya. Di belahan dunia mana pun tidak ada karya sastra yang dicipta, dikarya, dan dikarsa berangkat dari kekosongan. Bayi lahir bisa berkarya asli itu mustahil. Keluasan imajinasi dari kisah perjalanan batin seseorang tidak pernah terlepas dari apa yang dibaca, dilihat, dan dialaminya. Tentu kekuatan imajinasi dan daya kreativitas yang menjadi pembedanya. Semua sudah mahfum bahwa Hamka hanya lulusan SD (Sekolah Dasar) kelas II. Namun demikian, Hamka sebagai ulama pembaharu pernah mendapat gelar kehormatan dari Universitas Al-Azhar kairo, Mesir. Ajip Rosidi dalam bukunya berjudul ”Ikhtisar Sejarah Sastra Indonesia” menulis bahwa Hamka di masa mudanya pernah mengenyam pendidikan agama dan Bahasa Arab yang luas di Sumatera Thawalib (Bukittinggi) dari ayahnya Haji Abdul Karim Amrullah. Tahun 1927 Hamka pernah naik haji ke Mekah. Hamka dianggap menjiblak karangan pengarang Prancis Alphonse Karr yang pernah disadur ke dalam Bahasa Arab oleh Mustafa Luthfi Al-Manfaluthi (1876-1924) seorang pujangga Arab yang sangat dikagumi oleh Hamka. Judul asli karya Jean Baptiste Alphonse Karr dalam bahasa Prancis ”Sous Les Tilleuls” (Di bawah naungan pohon Tila) (1832) disadur ke dalam bahasa Arab oleh Mustafa Al-Manfaluthi menjadi Majdulin . Kemudian oleh A.S. Alatas diberi judul dalam bahasa Indonesia ”Magdalena”. (1991: 61-62). Yang jelas, Hamka bukan tukang ”fotokopi” tulisan orang apalagi plagiat! Mungkin hanya keterpengaruhan dari seseorang pujangga yang dikaguminya. Wajar saja.

Judul tulisan ini bukan terpengaruh apalagi plagiat dari roman menghebohkan berjudul ”Tenggelamnya Kapal van der Wijk” karya Hamka tersebut di atas melainkan kebetulan mirip judulnya saja. Isi ceritanya sangat beda sama sekali. Dipandang dari sudut mana pun tidak linier terhadap titik pusat pengisahannya. Tenggelamnya kapal cepat berbahan kayu pertama rute Gresik-Bawean atau sebaliknya yang memiliki embel-embel express saat itu hanya KM. Bawean Express. Kisahnya cukup memilukan dari penuturan salah seorang korban selamat bernama Nufus putri dari Bapak Ali Dusun Boom Kecamatan Sangkapura. Mak Ennong (penjual bakso kikil ternama di Sangkapura) sebagai ibu kandung dari korban selamat menceritakan dengan runtut kisah tragedi laut pada malam hari sesudah isya’ di perairan antara pelabuhan Gresik dengan Pulau Nyamukan (Jamuan). KM. Bawean Express menjelang sore sudah lepas dari embarkasi pelabuhan Gresik utara Pulau Pancikan. Pulau Pancikan itu sendiri dulunya pernah mengukir sejarah kisah perjalanan lancap (cepat) Gresik-Surabaya oleh Joko Samudera atau Sunan Giri menuju pesantren pamanya Sunan Ampel. Lewat Pulau Pancikan itu sekejap sampai Surabaya. Berawal dari pelabuhan dimaksud KM. Bawean Express memuat segala kebutuhan, mulai kebutuahn sandang, papan, dan pangan. Muatan bagian paling bawa lambung kapal berisi bahan dagangan berupa besi coran bangunan, semen, tegel, kramik, jubin, seng, paku, kawat, serta bahan banguan lainnya. Tumpukan di atasnya lagi berupa beras kwintalan dalam wadah karung goni (bukan beras kampetan seperti saat ini), minyak goreng timan, mie belan, su’un belan, rokok belan, jipang belan, serta bahan sembako lainnya akalartaran (banyak dan amburadul) di lambung kapal. Termasuk, kain dan pakaian garmen masa lalu pun dimuatnya. Setelah semua dinyatakan sarat, para penumpang bergegas naik ke dek kapal serta tempat-tempat yang dianggap longgar lain diserbunya. Tak keluputan pula di atas atap kapal pun penuh dengan jubelan manusia yang hendak balik Boyan.

Parak magrib kapal KM. Bawean Express telah lepas tambatan dari dermaga Kota Pudak. Lambaian tangan sanak famili dan handaitolan di pinggiran bibir dermaga membuat suasana haru biru sebiru warna air laut di dasar pantai. Air mata kedua belah pihak berlinangan saat lambung kapal melepas kecupan dari pilar-pilar penambat dermaga. Deru mesin kapal menaik saat atret untuk putar haluan keluar dari himpitan kapal-kapal lain yang sama royokan untuk dapat menepi di dermaga beton itu. Matahari mulai menenggelamkan diri masuk ke balik bukit di arah barat. Kepulan asap putih muntahan cerobong pabrik terus berkibar memenuhi ruang putih di angkasa. Denyut lampu indikator dari para cerobong pabrik terus berdegub. Lampu-lampu metropolis di pesisir pantai bak seribu kunang-kunang di Manhattan tulisan Umar Kayam. Angin malam mulai membelai mesrah menyasar pada sekujur tubuh para penumpang yang memang senang duduk dan tidur berjubel di setiap ruang kapal. Bintang di langit medit tak menyedekahkan sinar terangnya ke bumi. Malam berubah menjadi kelam kelabu menjelang waktu isya’. Isyak tangis pun tiba-tiba meletup seperti kedatangan seorang dirigen dalam paduan suara saja. Para penumpang sama-sama arisan tangis sekonyong-konyong. Tau-taunya, sebuah kapal berjudul Lima Samudera menyeruduk dari belakang mengenai buritan KM. Bawean Express berbahan kayu itu. Haluan KM. Lima Samudera mencium keras buritan KM. Bawean Express dengan bernafsu angkara murka. Habis melakukan aksi brutalnya KM. Lima Samudra putar haluan menuju dermaga Surabaya untuk menghilangkan jejaknya. Tabrak lari di perairan laut Gresik menjadi peristiwa tragedi kemanusian. KM. Lima Samudera tidak memberikan pertolongan dengan alasan takut dihajar para penumpang KM. Bawean Express yang jumlahnya tidak sedikit itu.

Peristiwa penabrakan sebagai human error itu mengakibatkan bagian buritan kapal KM. Bawean Express sibak dua. Air laut nyelonong menyerbu memasuki lambung kapal. Sudah beberapa usaha dilakukan ABK untuk menyumbat masuknya air laut. Bapak Ali sebagai KKM bukan (Kreteria Ketuntasan Minimal) melainkan (Kepala Kamar Mesin, red) KM. Bawean Express terus menerus turun -naik untuk tetap menghidupkan mesin kapal yang sudah keairan itu. Melihat kejadian itu Sang Kapten kapal meminta Bapak Ali untuk tidak mengurus kondisi mesin kapal. Berkali-kali kapten menyarankan agar mengurus anak gadis kecilnya yang berada di atas gladak kapal. Kala itu Nufus masih berusia menjelang enam tahunan. Gadis mungil itu masih belum masuk sekolah taman kanak-kanak karena belum cukup pas usianya. Nufus kecil hanya mengenakan kaos singlet you can see dengan celana kain karet setengah lutut. Melihat para penumpang menangis histeris dengan pekik kematian ”Allahu akbar!” dari keseluruhannya, Nufus kecil bertanya-tanya kepada Bapaknya. ”Kenapa orang-orang pada nangis bareng-bareng, Pak?”. Pertanyaan polos itu dijawab dengan serta-merta oleh Bapak Ali ”Nanti air matanya akan kering juga, Nak!”.

Sebuah celana panjang tiba-tiba melayang dari geladak kapal yang dilemparkan oleh seseorang untuk Bapak Ali. Celana panjang yang kusam dan kusut itu merupakan celana lepasan dari penumpang lain yang sudah pada terjun bebes untuk mencari selamat. Nufus kecil diraih secepat kilat dalam gendongan dan diikatkan pada pundak belikat Bapaknya dengan ikatan celana panjang hantaran serekannya dari atas geladak kapal. Percis kelihatan penjual jamu gendong di perairan laut biru. Terjunlah Nufus kecil bersama ayah kesayangannya berenang masuk ke dalam tumpukan gelombang laut dalam kegelapan malam. Salah seorang ABK (Anak Buah Kapal) melemparkan jerigen kosong warna putih berkapasitas 25 liter kepada Pak Ali. Jerigen atau gelen itu tidak bertutup pada lubang mulutnya sehingga sebelah tangan kiri Pak Ali menutup mulut lubang gelen. Sedangkan tangan kanan Pak Ali mengayuh untuk menyelamatkan diri dan buah hatinya menuju tepi pantai. Malam semakin larut. Untung saja malam itu air laut pasang atau rob sehingga tubuh Pak ali dan penumpang lainnya terbawa dorongan air laut ke tepi mengapung-apung hampir kehilangan daya. Di luar perhitungan nalar sehat terdengar jerit meminta tolong dari balikkegelapan. Dua orang korban mengapung-apung berpegangan pada kursi dan meja beludru muntahan dari muatan kapal itu. Mereka meminta tolong kepada Pak Ali untuk dapat turut serta menyelematkan diri bersama. Atas pertimbangan kemanusiaan, kedua korban disuruh berpegang pada kedua kaki Pak Ali. Nufus kecil oleh Pak Ali ditidurkan di atas meja serahan dua penumpang yang baru saja meminta pertolongan itu. Sebelah tangan Pak Ali kukuh menutup mulut jerigen yang tak bertutup itu hingga ke tepi. Kekuatan apa gerangan yang menggerakkan sebelah tangan terus mengayuh menuju tepi pantai. Akhirnya, mereka sampai ke tepi pantai pelabuhan PT. Petrokimia Gresik dengan lemas tak berdaya setelah kehabisan tenaga. Anehnya, Nufus kecil penuh dengan udang rebun dimulutnya hingga menyumbat serta tak bisa menganga lagi. Pakaian dan kaos karet yang dikenakan Nufus kecil penuh dengan udang rebun pula. Hingga saat ini Nufus menjadi dewasa dan tetap tegar dalam mengarungi kehidupan berkat pengalamannya mengarungi lautan di masa kanak-kanaknya. Ia merasa trauma bila mendapat suguhan sepiring udang rebun goreng. Ia teringat masa lalunya tatkala berenang ditemani udang-udang laut pantai tersebut. ”Terima kasih Ya Allah, atas ditugaskannya segerombolan udang rebun untuk mendorong kami ke tepi pantai”.

Para sidang pembaca setia Media Bawean tentu penasaran siapa pemilik syah KM. Bawean Express yang terceritakan di atas? Beliau adalah saudagar kreatif yang tidak pernah berkeluh kesah walau kapal miliknya ditelan lautan sekalipun. Dalam perjalanan usaha yang telah dirintisnya tidak pernah mengenal patah semangat atas munculnya suatu realita industri kemajuan dengan hadirnya kapal-kapal baru sebagai pengganti. KM. Bawean Expres boleh tenggelam, namun jiwa atau roh bisnis beliau terus menggelora. Pemilik KM. Bawean Express adalah Bapak H.Kemas Aman yang tentakel bisnisnya merambah di berbagai bidang berkat keuletan dan kerja kerasnya. Saat ini beliau bersama keluarga menetap di kampung Bengkosobung Kotakusuma Kecamatan Sangkapura Kabupaten Gresik. Selain itu, masih terbayang diingatan sejarah perkapalan kayu masa lalu di Pulau Bawean. Salah satu di antaranya sejarah perkapalan KM. Mahkota Jaya milik Bapak Raden Ali (almarhum) Kampung Dayabata Sawahmulya Sangkapura Kabupaten Gresik. Beliau sempat membuat kapal berbahan kayu terbesar di kelasnya di galangan kapal Duta Samudera Sawahlaut Sawahmulya Sangkapura. Kapal kayu super jumbo itu hampir rampung pengerjaannya namun gagal turun laut karena muncul kapal bantuan pemerintah berupa kapal besi sebagai pengganti . Beliau tetap tulus sebagai konsekuensi logis dalam perjalanan usahanya. Tidak seperti pemilik para perahu saat ini yang selalu mengeluh dengan beroperasinya KM. Gili Iyang. Justru itu rebutlah pangsa pasar Gili Iyang dengan mengalihkan perahu miliknya ke usaha lain yang masih membutuhkan transportasi laut alternatif. Pemerintah tidak buta! Jumlah pemilik perahu dapat dihitung cukup dengan jari tangan saja, sedang rakyat yang membutuhkan kehadiran KM. Gili Iyang puluhan ribu sebagai warga Pulau Bawean. Kasihan KM. Gili Iyang kalau terus diobok-obok hingga di pelabuhan Gresik pun konon serba dipersulit dan dipermahal segala retrebusi barang dan kendaraan hanya untuk memenuhi hasrat segelintir orang yang ingin tetap jadi raja diraja di muka bumi persada nusantara ini. Kanibalisme babak baru tidak perlu lagi bercokol di manapun adanya. Ingat kehadiran KM. Gili Iyang merupakan program wajib pemerintah berupa implementasi Tol Laut untuk mengatasi disparitas harga segala kebutuhan pokok untuk memenuhi hajat hidup orang banyak.

Semakmur-makmurnya rakyat jelata pada umumnya tidak akan pernah melampaui keberadaan pemilik perahu dengan segala bisnis usahanya. Mari teladani pola nalar usaha yang telah ditorehkan oleh Abe Aman Bengkosobung dengan tetap bersinergi sekaligus membuat perhitungan terhadap realita kemajuan. Tanpa harus berkeluh kesah apalagi protes dengan beroperasinya KM. Gili Iyang. Konsekuensi…!

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean