Setiap kali lebaran, kapal penyeberangan Gresik-Bawean berisi penumpang “hantu”. Mereka hasil kongkalikong, oknum otoritas pelabuhan, agen tiket dan petugas kapal.
Warga Bawean yang sukses diperantaun, Anis Hamim mengalami menjadi penumpang hantu. Istilah hantu lantaran dia tak memiliki tiket, namun bisa menumpang kapal. “Penumpang hantu, korban tatakelola tak berstandar, dijalankan oleh otoritas pelabuhan yang tidak berintegritas dan korup, bermitra dengan agen tiket yang tamak,” kata Anis.
Lantas Anis bercerita, setiap kali mudik ke Bawean dirinya sangat buta informasi kapal penyeberangan. Ketika di pelabuhan Gresik, melakukan spekulasi dan berharap ada kapal berlayar. “Perjuangan mendapatkan tiket kapal laut Gresik-Bawean benar-benar menguras energi dan emosi,” katanya,
Anis dan ratusan calon penumpang laiannya sempat terkatung-katung di pelabuhan menunggu kabar keberangkatan kapal. Hingga akhirnya, dipastikan ada kapal cepat berlayar. Beruntung berkat bantuan temannya, Anis mendapat tiket. Tapi tak sedikit calon penumpang yang tak kebagian tiket. Mereka dihadapkan pada dua pilihan, kembali ke pelabuhan atau menyerobot tempat sempit di kapal walaupun tanpa tiket, alias menjadi penumpang ‘hantu’. Cukup banyak penumpang yang seperti anis.
Pihak otoritas pelabuhan pun sempat melarang kapal berangkat. Lantaran jumlah penumpang lebih banyak dari manifes. Tapi setelah terjadi negosiasi alias kongkalikong, kapal akhirnya berangkat. Penumpang hantu tidak mendapatkan kursi, air minum. Mereka hanya bisa berdiri atau duduk sekenanya. ” Nyatanya, walaupun sudah memesan tiket dalam waktu yang cukup dan membayar uang muka, kami tetap menjadi penumpang ‘hantu”,”katanya.