Pondok Gelam di Singapura diketahui telah didirikan sebelum tahun 1914. Ia merupakan Rumah Kedai 3 tingkat terletak di 64, Club Street dekat South Bridge Road, ditengah-tengah daerah Chinatown. Lokasinya dikenali sebagai Pintu Hitam yang menjadi pintu utama kekawasan pondok ini. Pondok yang didaftarkan pada 4 April 1932 dikenal sebagai "PPGC"(Pondok Peranakan Gelam Club), merupakan simbol keharmonian berbilang bangsa.
Kedudukan pondok ini memberi peluang kepada masyarakat Bawean Desa Gelam untuk bergaul dengan masyarakat Cina di Singapura.
Lurah pertama bernama 'Pak Dambong' dikenali sebagai Hj.Abu Noh Bulan, selepas menunaikan haji. Antara bekas penghuni pondok Gelam yang merupakan generasi ke-2 para pendatang Bawean ialah 'Hj.Ahmad Bin Abdullah'(seorang driver yang tiba di Singapura tahun 1929 dan 'Hj.Sitri Hj.Adil yang mula bekerja di Singapura pada tahun 1919 (sebagai pembuat 'dapra' (digunakan untuk penyendeng boat dan kapal).
Menjadi kebiasaan Lurah menyambut pendatang yang baru tiba dengan memberi makan, minuman dan kediaman gratis sampai mendapatkan pekerjaan dan mampu hidup sendiri. Pendatang baru dikenakan sumbangan uang 25 sen sebulan untuk dana operasional pondok sendiri Bawean.
PPGC pernah menjadi tempat berteduh untuk sekitar 200 orang yang berasal dari Desa Gelam. Sewaktu pendudukan Jepang di Singapura 1942-1945, hampir semua anak dari Desa Gelam berkumpul dan berlindung di pondok Bawean di Singapura. Lantaran sulitnya kehidupan waktu itu, ramai penghuni pondok menjual kue.
Namun begitu, kehidupan mereka rukun damai bersama masyarakat Cina yang menjadi jiran tetangga. Malah kaum Cina yang pernah tinggal dekat pondok itu begitu rapat dengan penduduk Gelam hingga ada yang boleh berbahasa Bawean.
Semasa Singapura mengalami zaman darurat 1948-1960 dan kerusuhan rakyat 1964, penghuni pondok Gelam jarang keluar dari daerah pondok karena bimbang dengan ancaman 'Gerila Komunis Malaya dan kegiatan ahli Kongsi Gelap. Ketika itu warga Cina yang bertetangga menolong memberikan bekal dan menghantar makanan dan keperluan sehari-hari, termasuk ikan, sayuran dan lainnya. Tidak pernah ada kerusuhan atau perselisihan dengan tetangga di kawasan itu karena mereka saling bekerjasama tolong menolong.
PPGC didaftar sebagai sebuah persatuan berdaftar, mereka hanya menerima keahlian pendatang Bawean yang memiliki dokumen yang sah dan rekod latarbelakang peribadi yang baik.
PPGC aktif dalam menjaga keanggotaannya dengan menggelar kegiatan budaya Bawean seperti Kumpulan Berzanji,
Angklung, Hadrah dan lainnya. Walaupun pondok Gelam pernah berdiri tegak dengan wajah baru setelah di ubah dengan kos $25,000 pada 1997, ia terpaksa di tutup pada 31 Januari 2000 apabila penghuninya terpaksa mengosongkan bangunan rumah kedai itu yang dijual kepada pemaju. Sejak didirikan bangunan ini sebenarnya disewa dari pemiliknya dengan harga$68 setiap bulan.
Pondok Gelam sememangnya menyimpan banyak sejarah masyarakat Bawean, lantai-lantai dan dindingnya yang berusia hampir 80 tahun itu menjadi saksi suka duka penghijrahan, detik kehidupan seharian dan kemajuan masyarakat Bawean Singapura khususnya orang Bawean dan Desa Gelam. Penghuni terakhir pondok yaitu Suki Sitri, seorang pemandu yang pernah tinggal selama 60 tahun sebelum berpindah ke kawasan perumahan Jurong East tahun 2000. (bst)