Pernikahan atau resepsi pernikahan yang biasa dilakukan dalam tradisi suku Bawean boleh dikatakan unik. Dalam resepsi pernikahan ala Bawean, misalnya, selalu diawali dengan khataman Al Qur'an oleh mempelai putri, yang didampingi oleh suami berada diatas pelaminan. Setelah pembacaan Al Qur'an, dilanjutkan pembacaan do'a oleh I'tishom sebagai mempelai putra.
Dalam tradisi lama, pengantin Bawean adalah khataman Al Qur;an yang dibaca oleh mempelai putri. Sesuai adat pengantin Bawean, kedua mempelai dituntut untuk bisa membaca Al Qur'an dengan fasih dan lancar.
Tetapi tradisi sekarang, sebagian besar resepsi pernikahan di Pulau Bawean dilakukan dengan cara yang mulai berbeda. Untuk pembacaan Al Qur'an digantikan oleh ahli qori atau qori'ah.
Biasanya, setelah khataman Al Qur'an, dilanjutkan ceramah pernikahan dan pembacaan do'a oleh kiai atau ustad.
Ketika kedua mempelai diiring dari dari rumah orang tua putri menuju rumah mempelai putra, sesuai tradisi lama yaitu pengantin putri menaiki kapal yang tandu langsung oleh saudara atau keluarga pengantin putra. Sedangkan pengantin putra menaiki kuda, dengan gagahnya.
Di sepanjang jalan ketika diiring, terlihat ketika pengantin putri ditandu menaiki kapal, seringkali digoyang kekanan dan kekiri sehingga membuatnya ketakutan. Pengusung tandu mengatakan, gelombangnya tinggi sehingga kapal selalu oleng dalam perjalanan. Di sisi tandu, terlihat seorang bapak meniup tropet sepertinya kapal sudah berangkat menuju rumah mempelai putra.
Kenapa menggunakan kapal, itu sebagai simbol kalau suku Bawean itu, memang berkomunitas di daerah kepulauan yang dikelilingi lautan. Lagi pula, orang-orang suku Bawean memiliki tradisi atau kebiasaan merantau, yang sejak dulu menggunakan kapal atau perahu sebagai media menuju daerah atau tempat perantauan.