Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) "NUSA INDAH" tahun buku 2018 berjalan dengan hidmat penuh rasa kekeluargaan. RAT dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 3 Maret 2019 bertempat di aula SMPN 1 Sangkapura. Berdasarkan surat undangan yang diterima anggota waktu pelaksanaan ditetapkan pukul 08: 30 WIB. Namun, pelaksanaan rapat tertunda atau molor hampir dua jam. Kejadian ini mencerminkan kurangnya partisipasi atau keperdulian para anggota terhadap keberadaan KPRI "Nusa Indah" dengan berbagai hal. Hal ini menjadi pekerjaan rumah pengurus untuk bekerja ekstrakeras dan cerdas dalam menyikapi fenomena yang ada. Sungguh menggelanyutkan rasa bagi para pengurus bila kurva kehadiran anggota terus terjun bebas dari tahun ke tahun. Undangan rapat yang sudah beredar berjumlah sekitar 420 anggota akan tetapi yang hadir sekitar 170-an anggota, berarti baru sepertiga lebih sedikit. Keabsahan hasil keputusan RAT seperti dipaksakan legitimasinya karena kehadiran anggota belum mencapai quorum. Astaga!
Betapa terketuknya hati pengurus dan anggota KPRI Nusa Indah setelah mendengar sambutan dari ketua KPRI Gresik, Bapak Mohammad Jamil mengenai waktu pelaksanaan RAT KPRI "Nusa Indah" dapat dinobatkan sebagai rapat termolor sedunia selama beliau memenuhi undangan RAT ini. Kemoloran pelaksanaan RAT ini terjadi di KPRI "Nusa Indah" Kecamatan Sangkapura disebakan oleh beberapa faktor. Faktor pertama, mulai memudarnya rasa memiliki dan parhatian para anggota terhadap dinamika KPRI "Nusa Indah" selama ini dengan transport kehadiran besaran berkisar sepersepuluh kali transport RAT di daratan Gresik yang mencapai dua ratus ribu rupiah setiap tahun. Selain itu, pemicu malasnya para anggota untuk hadir dan tidak hadir karena pembagian nominal uang transpotr disama-ratakan nilainya antara para anggota yang hadir dan tidak hadir. Sebagai manusia normal dan rasional tentu akan memilih tidak hadir saja karena dianggap membuang waktu dan percuma hadir ke RAT dengan perlakuan yang tidak proporsional dan ketidak-adilan atas perolehan nominal transport yang sama. Di sinilah perlunya pengurus sebagai kepanjangan tangan anggota untuk meninjau kembali pembagian transport kehadiran di rapat tertinggi tahunan berikutnya.
Hal lain yang sering terjadi dalam sesi tanya jawab antara anggota dan pengurus masih selalu adu argumen saling "menuding" dan mempertahankan pendapatnya, bukan dengan cara "take and give" demi nafas dan semangat kebaruan. Seperti eksistensi AD dan ART dianggap harga mati atau dogma yang tak pernah atau "haram" untuk ditinjau kembali keaktualan dan keterpakaiannya. Inisiatif untuk mereview AD dan ART KPRI "Nusa Indah" rupanya akan menjadi "dosa besar" bila harus diamandemen bersama. Betapa miris bila rapat tertinggi berada di RAT masih menunggu eksekusi keputusan rapat di bawahnya yang lebih rendah. Ini tak ubahnya penjungkir balikkan pola nalar sehat dan bisa dianggap menunda nilai kebaikan yang ada. Seperti rencana penaikan uang transport masih menunggu rapat di bawahnya yang lebih rendah lagi. Justru nilai legitimasinya lebih sahe diputuskan di RAT ini dengan pertimbangan yang sudah diketahui dan sudah dapat diproyeksikan bersama dari hasil usahanya setahun ke depan.
Tatapan mata ini menjadi terbelala saat mendengar kata sambutan dari ketua KPRI Gresik. Bapak Muhammad Jamil. Beliau mengutarakan dengan bahasa yang amat gamblang dan jelas mengenai badan usaha koperasi. Menurut pandangan beliau usaha paling syar'i dalam jasa keungan atau moneter di dunia ini adalah koperasi. Dalih yang paling rasional dengan dasar modal, keuntungan, dan segalanya dari dan untuk anggota. Singkatnya, uang sendiri dari anggota yang dipakai sendiri bersama oleh anggota dan keuntungannya juga kembali ke anggota. Lebih konkret lagi beliau memisalkan koperasi ini sebagai sebuah "celengan" di dalam rumah tangga milik suami bernilai satu juta rupiah. Sang Istri meminjam seratus ribu rupiah, lalu mengembalikan seratus ribu rupiah plus sepuluh ribu rupiah. Hal demikian bukan jasa atau bunga melainkan sebagai investasi lewat pelayanan bukan transaksi. Koreksi lain dari mantan kepala sekolah lulusan akuntansi ini mengingatkan secara syar'i pembagian SHU (Sisa Hasil Usaha) seharusnya dibagikan setelah disepakati atau usai jatuhnya akad lewat ketuk palu di RAT, bukan sebelum ketuk palu sisa hasil usaha sudah amblas dibagikan. Artinya, beliau mengedepankan akad demi keselematan nilai syar'inya itu.
Ada hal menarik dalam sesi tanya jawab di RAT tahun buku 2018 ini yaitu munculnya untaian curhat kekinian. Sebut saja pencurhat di sesi kedua adalah Bapak Salehuddin,S.Pd.M.Pdi. asal Buluanjang mengatakan bahwa ibaratnya Koperasi kita ini (KPRI Nusa Indah) seperti posisinya sudah menjadi istri tua saja yang dalam sebuah lagu berjudul "Tersisih" oleh istri-istri muda yang lebih menawan dan menggairahkan. Ketika KPRI "Nusa Indah" sudah benar-benar menjadi "istri tua" bagaimana bisa menggairahkan lagi. Salah satu di antaranya tidak perlu ada selfi-selfi lagi di usaha pertokoan KPRI "Nusa Indah" untuk sekadar keperluan laporan bila kenyataannya harus belanja barang di luaran. Beliau sempat menyentil kehadiran istri muda seperti Bank Jatim, Bank BRI yang lebih menawan dan menarik "pelayanannya". Sayangnya curhat beliau tidak sempurna yakni setengah hati karena masih menyembunyikan istri muda yang lebih menggairahkan lagi yakni koperasi "PELITA" yang diperuntukkan guru Sekolah Dasar se-Kecamatan Sangkapura. Padahal, bila kita mau belajar ke "PELITA" akan mendapat cahaya terang dan jelas mengapa omset pelita terserap maksimal kepada anggota. Prinsip simpan pinjam "PELITA" ini rupanya benar-benar mengimplementasikan azas kekeluargaan yang sejatinya tanpa ada diskriminasi. Bukan bermaksud untuk membandingkan, melainkan teori Hegel menyatakan bahwa munculnya hal baru yang dianggap lebih baik melalui proses pertentangan antara dua hal yang berbeda.
Hasilnya mantul!