Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Malam Ramadan di Kampung Tahun 90-an

Malam Ramadan di Kampung Tahun 90-an

Posted by Media Bawean on Jumat, 01 Mei 2020


Tulisan : Anis Hamim

Keseruan malam bulan puasa di kampung puluhan tahun lalu masih terkenang. Bergabung dengan mereka yang asyik menangani kartu-kartu remi, memelototi yang di tangan dan yang ditebar di hadapan. Sesekali berfikir keras membaca kartu lawan, lalu menyusun taktik strategi untuk menang.

Para pegiat remi itu empat orang, duduk beralaskan tikar, dan membentuk formasi saling berhadapan. Dengan rokok di tangan, mengebulkan asap di tiap hembusan. Dikerumuni beberapa warga kampung, yang sengaja datang sebagai penggembira, sekaligus penyemangat yang menambah keseruannya.

Permainan kartu itu tidak melibatkan uang. Tapi, yang menang tetap dapat kebanggaan. Sedangkan yang kalah dapat jepitan. Jika anda hadir belakangan, lihatlah telinga para kontestan. Dari merah nya, sudah cukup untuk mengenali siapa kalah, siapa menang.

Dulu, sebelum tersentuh layanan PLN, listrik kampung Bawean punya layanan istimewa selama bulan puasa. Mesin pembangkit nya menyala non stop sepanjang malam. Dari jam 6 sore hingga 6 pagi.

Sedangkan di luar bulan Puasa, listrik menyala sampai tengah malam saja; padam, lalu hidup lagi pada jam 4 pagi. 2 jam kemudian listrik mati lagi, berganti penerangan sinar matahari. Tidak terlalu masalah, karena HP belum ada.

Dengan listrik menyala non stop sepanjang malam, banyak warga kampung memanfaatkannya untuk berkegiatan hingga larut malam. Selain mengaji dan bermain kartu remi, warga juga main karambol, kartu domino, catur, hingga pingpong.

Mayoritas pemain nya adalah laki-laki, jarang sekali ada perempuan yang berpartisipasi. Mereka lebih banyak ber kegiatan di rumah. Perempuan dianggap kurang pantas untuk keluar rumah malam-malam.

Tanpa komando siapa-siapa, para pegiat mulai berdatangan ke arena. Setiap kampung punya arena nya masing-masing. Ada yang bertempat di dhurung, langgar, atau salah satu serambi rumah salah satu warga.

Kegiatan 'midnite' itu membuat kampung cukup meriah, di malam bulan Puasa. Setelah tidak bisa makan, minum dan merokok di siang hari, banyak warga kampung memindahkan kegiatan sosial ekonomi nya ke malam hari.

*** Keramaian malam sudah terasa pada saat azan Isyak berkumandang. Warga kampung, laki-laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak terlihat memenuhi langgar-langgar dan masjid, untuk bergabung sebagai jamaah Taraweh. Di beberapa tempat, jamaah nya meluber hingga ke halaman. Terutama di 10 hari pertama. Di malam-malam berikutnya, jumlah jamaah menyusut hingga tinggal beberapa baris saja.

Selesai taraweh, beberapa warga lanjut ber tadarrus. Yang bisa mengakses corong-corong langgar dan masjid, bacaannya akan terdengar ke seantero kampung. Sedangkan yang tanpa pengeras suara, bacaannya nya hanya terdengar sayup-sayup di sekitar lokasi itu saja.

Bacaan tadarrus itu turut membuat kampung penuh warna. Suara pelantunnya bersahutan di kegelapan langit malam. Beriringan bunyi kodok dan binatang malam lainnya.

Di bagian lain, banyak warga berbaring santai, bercengkrama di rumah sembari menyantap sisa hidangan buka puasa nya. Sebagian lainnya berkerumun di depan lapak para pedagang yang menjual bakso, rujak, nasi goreng atau mie instan rebus biasa. Lapak-lapak itu juga memindahkan jam operasionalnya dari siang ke malam hari. Alasannya mengikuti demand mayoritas pelanggannya juga.

Tidak ketinggalan pula, sekelompok anak muda. Dengan sarung melintang dipundaknya, mereka mulai berdiskusi tentang rencana patrol keliling kampung nya. Mereka bahas juga alat-alat musik yang akan mereka bawa. Tanpa diperintah siapapun, anak-anak muda ini merasa terpanggil untuk beraksi nyata. Memastikan ibu-ibu tidak terlambat bangun untuk menyiapkan makan sahur keluarganya.

Dengan alat-alat seadanya seperti panci, timba, dan barang bekas pakai lainnya, anak-anak muda itu memainkan nada sejadinya. Lagu-lagu dangdut Rhoma Irama atau Mansyur S selalu jadi andalannya. Jadi lah lagu 'Awet muda,' 'Kana,' 'Darah Muda' dinyanyikan dengan iringan 'tang ting tung' sekenanya.

Rombongan patrol itu bergerak, silih berganti membelah jalan kampung, hingga tidak ada lagi sudut tersisa. Dengan penuh semangat mereka mendendangkan syair lagu, sambil berseru 'bangun, bangun, sahuuur, sahuuur.'

Ada juga yang tidak berkenan. Kediamannya didatangi rombongan patrol liar. Ia pun keluar bawa pentungan. Anak-anak muda itu lari ketakutan.

(Ahimsya, Ciputat, 30 April 2020)

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean