Oleh: Sugriyanto (Pakar Seni dan Bahasa asal Pulau Bawean)
Angin segar dari "surga tiketing" berhembus di saat warga Pulau Bwean hendak menyeberang balik kampung. Istilah "menyeberang" merupakan hasil sublimasi dari perucapan sebelum-sebelumnya yang dikatakan "mengarung" atau berlayar di lautan Jawa yang membentang luas antara Daratan Gresik dengan Pulau Bawean. Sebutan "menyeberang" ini cukup rasional dengan kehadiran dermaga penyeberangan dan kapal penyeberangan pula. Lama-lama antara Daratan Gresik dengan Pulau Bawean semakin medekat saja.
Inisiatif gres dari PT. ASDP dengan pengerahan kapal penyeberangan KMP. Gili Iyang yang melakukan penjualan tiket "on line" merupakan terobosan baru. Selama ini persoalan rumit dengan segala komplikasinya terjadi di bagian tiketing. Aroma yang sempat terendus sebelum tiket di-on line-kan adanya gelakat "main mata" antara calo dan oknum orang dalam bagian tiketing yang memberikan kemudahan agar terjadi "duet maut" dalam mengeruk pundi-punda keuangan warga Pulau Bawean via bookingan di masa silam saat lebaran dan hari-hari padat pulang lainnya. Jika tiket sudah tak laku di tangan para calo maka dapat dikembalikan sesuai kontrak gelap antara kedua belah pihak. Semua bisa diatur karena sudah linca dan gesit dalam permainan. CCTV tak sedetil itu memantaunya karena bahasa gaul mereka "pintaran malingnya dari pengamannya".
Kini, sudah berubah sistem penjualan tiket KMP. Gili Iyang. Para calon penumpang sudah tidak perlu lagi menggunakan jasa calo atau makelar bila hendak menyeberang pulang dari Daratan Gresik menuju Pulau Bawean. Saat ini (Oktober 2021), bahkan sudah hampir seminggu lebih penjualan tiket secara "on-line" dilempar oleh PT ASDP kepada para calon penumpang. Para calon penumpang dapat mengunjungi Alfamart terdekat atau Alfamart di mana saja untuk membeli E-money mandiri. Kartu perdana ini bisa diisi nominal uangnya sesuai jumlah para calon penumpang yang hendak turut menyeberang. Harga isi perdana terendah Rp. 100.000 (seratus ribu rupiah) karena menyesuaikan dengan harga jual tiket KMP Gili Iyang yang berbandrol Rp. 69.000 (enam puluh sembilan ribu) rupiah. Untuk pas pelabuhan dan asuransi Rp. 10.000 (sepuluh ribu rupiah) dibayarkan tunai di lubang kaca loket.
Sistem ini mulai mengamputasi tumor atau kanker menahun berupa jaringan calo atau makelar yang ulahnya dalam meraup keuntungan "over acting" di saat musim-musim tertentu warga Pulau Bawean harus pulang kampung. Para calon penumpang jangan muda termakan isu mengenai jadwal keberangkatan KMP Gili Iyang yang katanya dimajukan. Hal ini merupakan trik para calo agar para calon penumpang segera membludak dan menumpuk di terminal pelabuhan sehingga jasa mereka bisa terpakai lagi. PT ASDP bukan perusahaan picisan yang bisa dikendalikan para calo. Jadwal keberangkatan sudah tertera di daftar bulanan. Jika dimajukan yang berakibat penumpang tertinggal naik maka perusahaan bisa diklaim, bahkan bisa dituntut. Namun, bila dimundurkan karena sesuatu hal masih bisa ditoleransi karena para calon penumpang tak akan telat. Sekali lagi, warga Pulau Bawean jangan termakan isu murahan tersebut.
Pemberlakuan tiket "on-line" dari KMP. Gili Iyang sebagai wujud pelayanan publik semakin terlihat elegan dan prima. Sudah saatnya para calon penumpang sebagai warga Pulau Bawean mengenyam kemudahan ini. Selama bertahun-tahun warga Pulau Bawean hidup dalam kanibalisme yakni warga Pulau Bawean "makan" warga Pulau Bawean sendiri. Kanibalisme hilang dengan sendirinya dengan cara beli tiket tinggal gesek di loket tiketing. "Selamat tinggal calo permanen, pekerjaan lain menunggu sayang!" Gumam para calon penumpang di pelataran ruang tunggu atau terminal keberangkatan.