Media Bawean, 3 Juli 2008
Oleh : Musyayana
Pada pemilu 2004 dipergunakan sistem pemilu yang baru, berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya. Pemilu legislatif menggunakan sistem pemilu proporsional dengan daftar terbuka. Minimal ada dua keuntungan dari pemberlakuan sistem tersebut. Pertama, masyarakat tidak lagi memilih gambar partai, namun memiliki keleluasaan untuk menentukan calon legislatif (caleg) pilihannya, yang namanya ada pada kartu suara.
Kedua, diberlakukannya daerah pemilihan (dapil) sebagai basis pertarungan perebutan suara membuat akses masyarakat terhadap anggota dewan menjadi semakin terbuka. Walaupun dari sisi regulasi masih terdapat kelemahan mendasar, peluang inilah kemudian yang digunakan sebaik mungkin sebagai pendidikan politik kepada masyarakat.
Adapun materi pendidikan politik tersebut adalah; pertama, berkaitan dengan teknis pelaksanaan pemilu, dimana masyarakat belum banyak yang paham tentang perubahan sistem dan mekanisme yang digunakan pada pemilu. Bahkan ketidakpahaman ini pada hal-hal teknis, misal bagaimana cara mencoblos dan melipat kartu suara yang baik belum tersosialisasikan secara merata.
Kedua, tentang arti penting pemilu bagi masyarakat. Tidak banyak masyarakat yang tahu, melalui pemilu, masyarakat dapat memberikan reward dan punishment kepada partai-partai politik maupun kepada calon anggota legislatif. Dan ketiga, pemilu adalah momentum bagi masyarakat untuk menyuarakat aspirasinya. Hal ini bukan saja berkaitan dengan partai apa dan siapa yang hendak dipilih, tetapi secara substantif berkaitan dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat yang harus diperjuangkan oleh partai politik dan anggota legislatif terpilih.
Tahapan-tahapan yang harus disiapkan dalam pendidikan politik adalah mempersiapkan pertemuan antara caleg yang tujuan akhirnya adalah terjadinya kontrak politik antara masyarakat dengan calon legislatif dari daerah pemilihan.
Kegiatan prakondisi yang harus dilakukan antara lain: pertama, bersama-sama dengan Panitia Pemungutan Suara (PPS) menggelar kegiatan-kegiatan tingkat dusun. Adapun materi dari pertemuan tersebut adalah sosialisasi tentang sistem dan mekanisme pemilu. Dalam pertemuan tersebut masyarakat diajak untuk melakukan evaluasi terhadap kerja-kerja pemerintah selama lima tahun terakhir. Dari sanalah kemudian teridentifikasi masih banyak persoalan-persoalan sosial-politik yang membelit masyarakat.
Kedua, melakukan pertemuan konsolidasi dengan mengadakan diskusi desa dengan mengundang perwakilan dari tiap-tiap dusun untuk mengupas pesoalan riil yang dihadapi masyarakat serta hal-hal penting yang patut disampaikan kepada caleg.
Ketiga, melakukan pertemuan antara lembaga penyelenggara dengan perwakilan dari masyarakat yang ditunjuk oleh oleh peserta diskusi desa untuk mendetailkan hasil dari diskusi desa yang akan dijadikan bahan dalam pertemuan dengan calon legislatif.
Keempat, melakukan koordinasi dengan pemerintah desa dan BPD dalam rangka mempersiapkan kegiatan temu caleg dengan masyarakat.
Contoh Isi Kontrak Politik dan Sangsi
A (Partai 1)
Isi Kontrak
a. Tidak akan menerima uang apapun yang tidak sesuai dengan perundangan dan akan mengkomunikasikan anggaran yang dibuat kepada masyarakat.
b. Meningkatkan kesejahteraan petani
c. Mengadakan dialog secara rutin kepada masyarakat
Sangsi
Jika dalam satu tahun tidak terpenuhi, maka siap untuk :
a. Diusulkan kepada partai untuk dilakuan pergantian antar waktu
b. Diberiakan hukuman sesuai perundangan yang berlaku
B (Partai 2)
Isi Kontrak
a.Mengadakan kebijakan partisipatif
b.Tidak melakukan praktek KKN
c.Memberikan sebagian gaji untuk kepentingan masyarakat
Sangsi
a.Diberi peringatan
b.Di-recall dari DPRD
Kesiapan calon legislatif melakukan kontrak politik dengan masyarakat yang tertuang dalam isi kontrak dan sangsi akan menjadi parameter bagi masyarakat untuk memilih partai politik dan calon legislatifnya. Sehingga pola hubungan dan tanggungjawab antara legislatif dan pemilih semakin jelas.
Akhirnya, kontrak politik penjadi jawaban dari sikap skeptis masyarakat terhadap pemilu, partai politik, dan legislatif. Sehingga pesta demokrasi menghasilkan legislatif dan regulasi yang aspiratif. Jika ada partai politik dan calon legislatif yang menolak kontrak politik, maka sikap tersebut menjauhkan masyarakat dari pendidikan politik yang ilmiah dan cenderung memanfaatkan suara rakyat untuk kepentingan golongan bukan keberpihakan kepada masyarakat. Disini masyarakat menjadi sadar, partai yang mana dan siapa calon legislatif yang harus dipilih.
(Tulisan ini saya persembahkan untuk GERBANG BAWEAN, Selamat mencoba menjadi fasilitator kontrak politik di Bawean)
(Tulisan ini saya persembahkan untuk GERBANG BAWEAN, Selamat mencoba menjadi fasilitator kontrak politik di Bawean)
Posting Komentar