Media Bawean, 20 Januari 2010
Oleh: Musyayana
Pada Januari 2010 media cetak dan online memberitakan kemungkinan krisis pangan di Pulau Bawean. Pulau Bawean hampir saja mengalami krisis pangan akibat terhentinya distribusi bahan makanan pokok ke Pulau Bawean, penyebabnya cuaca buruk yang menggangu jalur pelayaran Gresik-Bawean.
Dari kejadian diatas semestinya kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga yakni : Pertama, kita harus senantiasa sadar bahwa daerah kita merupakan daerah kepulauan. Masyarakat kepulauan mempunyai hak untuk mendapat pelayanan pemerintah, sama dengan masyarakat di Gresik daratan.
Kedua, pemerintah perlu segera merumuskan manajemen ketahanan pangan bagi masyarakat Bawean. Konsep tersebut hendaknya mencakup rencana pemenuhan kebutuhan pangan dengan memanfaatkan potensi domestik Pulau Bawean. Faktanya, setiap musim penghujan datang kondisi Bawean selalu terisolir. Arus pelayaran menuju Pulau Bawean mati total. Akhirnya, pasokan bahan makanan pokok dan kebutuhan lain masyarakat Bawean yang selama ini mayoritas disuply dari Gresik daratan menjadi terhenti. Bahan-bahan dan bahan-bahan kebutuhan masyarakat menjadi langka dan harganya membumbung tinggi. Hal tersebut sangat berkorelasi dengan daya beli konsumen/masyarakat. Jika yang terjadi adalah penurunan daya beli, maka akan berakibat pada social disorder. Dimana masyarakat mengalami kepanikan sosial.
Ketiga, pentingnya membangun sistem transportasi yang memadai ke Pulau Bawean. Hal ini dilakukan untuk mendorong aktivitas ekonomi masyarakat Bawean. Ketersediaan kapal khusus untuk penumpang dan barang merupakan prasyarat mutlak membangun wilayah kepulauan. Pulau Bawean dengan jarak 80 mil laut dari daratan Gresik sudah tidak selayaknya ditempu dengan waktu lebih dari 5 (lima) jam. Tingkat mobilitas setiap orang yang semakin tinggi, menuntut adanya pelayanan yang lebih efisien dan aman. Butuh konsistenitas dari setiap pilihan logis. Bukan hanya membangun dasar kebijakan yang rapuh dan justru memperlambat proses transisi masyarakat Bawean. Jika punya gagasan menjadikan Pulau Bawean menjadi Pulau Wisata, maka harus tersedia sarana yang memadai dan mampu meningkatkan volume kunjungan masyarakat di luar Pulau Bawean untuk datang ke Pulau Bawean. Semenarik apapun nilai cultural dan alam Pulau Bawean jika transporasi laut yang selama ini menjadi jalur penghubung dengan daratan Jawa masih ditempuh dengan waktu yang begitu lama maka akan kehilangan nilai konsistensi membangun Pulau Bawean.
Keempat, wilayah kepulauan butuh perhatian yang lebih serius, Pemerintah harus memikirkan bagaimana sebuah pulau memiliki kekuatan ekonomi tersendiri bagi daerahnya. Disinilah tugas Pemerintah dan para Dewan Perwakilan Rakyat yang representatif pilihan masyarakat Bawean untuk mengientifikasi dan membangun strategi dari potensi-potensi lokal yang bisa didorong menjadi kekuatan ekonomi masyarakat Bawean. Ciri masyarakat transisi adalah berkurangnya nilai ketergantungan daerah tersebut terhadap daerah lain. Disini kita menjadi tahu, sebenarnya Pulau Bawean ada pada tatanan yang mana, udik/transisi/maju?
Oleh: Musyayana
Pada Januari 2010 media cetak dan online memberitakan kemungkinan krisis pangan di Pulau Bawean. Pulau Bawean hampir saja mengalami krisis pangan akibat terhentinya distribusi bahan makanan pokok ke Pulau Bawean, penyebabnya cuaca buruk yang menggangu jalur pelayaran Gresik-Bawean.
Dari kejadian diatas semestinya kita dapat mengambil beberapa pelajaran berharga yakni : Pertama, kita harus senantiasa sadar bahwa daerah kita merupakan daerah kepulauan. Masyarakat kepulauan mempunyai hak untuk mendapat pelayanan pemerintah, sama dengan masyarakat di Gresik daratan.
Kedua, pemerintah perlu segera merumuskan manajemen ketahanan pangan bagi masyarakat Bawean. Konsep tersebut hendaknya mencakup rencana pemenuhan kebutuhan pangan dengan memanfaatkan potensi domestik Pulau Bawean. Faktanya, setiap musim penghujan datang kondisi Bawean selalu terisolir. Arus pelayaran menuju Pulau Bawean mati total. Akhirnya, pasokan bahan makanan pokok dan kebutuhan lain masyarakat Bawean yang selama ini mayoritas disuply dari Gresik daratan menjadi terhenti. Bahan-bahan dan bahan-bahan kebutuhan masyarakat menjadi langka dan harganya membumbung tinggi. Hal tersebut sangat berkorelasi dengan daya beli konsumen/masyarakat. Jika yang terjadi adalah penurunan daya beli, maka akan berakibat pada social disorder. Dimana masyarakat mengalami kepanikan sosial.
Ketiga, pentingnya membangun sistem transportasi yang memadai ke Pulau Bawean. Hal ini dilakukan untuk mendorong aktivitas ekonomi masyarakat Bawean. Ketersediaan kapal khusus untuk penumpang dan barang merupakan prasyarat mutlak membangun wilayah kepulauan. Pulau Bawean dengan jarak 80 mil laut dari daratan Gresik sudah tidak selayaknya ditempu dengan waktu lebih dari 5 (lima) jam. Tingkat mobilitas setiap orang yang semakin tinggi, menuntut adanya pelayanan yang lebih efisien dan aman. Butuh konsistenitas dari setiap pilihan logis. Bukan hanya membangun dasar kebijakan yang rapuh dan justru memperlambat proses transisi masyarakat Bawean. Jika punya gagasan menjadikan Pulau Bawean menjadi Pulau Wisata, maka harus tersedia sarana yang memadai dan mampu meningkatkan volume kunjungan masyarakat di luar Pulau Bawean untuk datang ke Pulau Bawean. Semenarik apapun nilai cultural dan alam Pulau Bawean jika transporasi laut yang selama ini menjadi jalur penghubung dengan daratan Jawa masih ditempuh dengan waktu yang begitu lama maka akan kehilangan nilai konsistensi membangun Pulau Bawean.
Keempat, wilayah kepulauan butuh perhatian yang lebih serius, Pemerintah harus memikirkan bagaimana sebuah pulau memiliki kekuatan ekonomi tersendiri bagi daerahnya. Disinilah tugas Pemerintah dan para Dewan Perwakilan Rakyat yang representatif pilihan masyarakat Bawean untuk mengientifikasi dan membangun strategi dari potensi-potensi lokal yang bisa didorong menjadi kekuatan ekonomi masyarakat Bawean. Ciri masyarakat transisi adalah berkurangnya nilai ketergantungan daerah tersebut terhadap daerah lain. Disini kita menjadi tahu, sebenarnya Pulau Bawean ada pada tatanan yang mana, udik/transisi/maju?
Posting Komentar