Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Byar-Pet Listrik di Bawean, UKM Tercekik, Investor Lari

Byar-Pet Listrik di Bawean, UKM Tercekik, Investor Lari

Posted by Media Bawean on Jumat, 20 Agustus 2010

Media Bawean, 20 Agustus 2010

Oleh: ASEPTA YP


Listrik normal di Pulau Bawean berbeda dengan normal di daerah lain pada umumnya. Listrik di pulau yang berjarak sekitar 81 mil dari Gresik itu disebut normal bukan menyala 24 jam nonstop, melainkan 17 jam sehari, mulai pukul 17.00 hingga 10.00. Inipun masih giliran, dua hari menyala dan satu hari padam.

Amburadulnya listrik menghambat perkembangan potensi Bawean, sejumlah investor yang tertarik mengembangkan wisata Bawean langsung mundur melihatnya. Kondisi ini membuat sejumlah penduduk tidak kerasan dan memilih melancong ke luar Bawean. Mereka menganggap Bawean tidak akan berkembang, karena pemerintah setempat terkesan tak acuh dengan keadaan ini.

Terlebih sebulan terakhir, listrik di Bawean menyala hanya 12 jam sehari. Dan bukan lagi dua hari menyala sehari padam, melainkan sehari menyala sehari padam. Ini terjadi lantaran dua dari delapan mesin pembangkit di Bawean rusak dan hingga kini belum juga diperbaiki.

Upaya PT PLN melakukan normalisasi listrik di Bawean lagi-lagi gagal. Seharusnya pada 18 Agustus lalu, warga setempat sudah bisa menikmati nyala lampu itu, tapi untuk kesekian kalinya gagal. “Awalnya dijanjikan tanggal 17 Juli listrik di Bawean sudah kembali normal, namun gagal dan diundur hingga tanggal 18 Agustus, tapi lagi-lagi gagal. Hingga sekarang dua mesin pembangkit baru untuk normalisasi itu belum juga datang dengan alasan ada administrasi kepelabuhan yang belum dipenuhi oleh PT Arto Ageng Energy,” kata Muhammad Ismail, anggota Persatuan Mahasiswa Bawean (PMB), Kamis (19/8).

PLN beralasan, mesin baru yang rencananya dipasang menggantikan dua mesin yang telah rusak itu belum juga datang, karena terhambat permasalahan adminitrasi pelabuhan di Batam.

Melihat kondisi ini, Pulau Bawean seakan menjadi “anak tiri” Pemkab Gresik. Terbukti pembangunan di dua kecamatan di Bawean sangat tertinggal jika dibandingkan dengan daerah Gresik lainnya, salah satunya infrastruktur listrik. Kondisi ini “mencekik” sejumlah Usaha Kecil Menengah (UKM) yang harus menggunakan tenaga listrik. Contohnya, pengusaha batu onyx di Desa Patar dan Sungaiteluk Kecamatan Sangkapura.

Jika listrik di Bawean tidak lagi giliran, artinya bisa menyala 24 jam nonstop, sejumlah pengusaha batu unggulan ini pasti beralih menggunakan tenaga listrik bukan dari tenaga disel untuk menghidupkan mesin pengolah batu onyx menjadi bahan baku setengah jadi.

“Setiap dua setengah hari, disel pemotong saya menghabiskan bahan bakar satu drum yang berisi 100 liter solar. Harga solar yang saya dapatkan Rp 5.000 per liter. Coba bayangkan berapa biaya untuk solar yang harus saya keluarkan dalam sebulan. Jika listrik di sini sudah menyala 24 jam penuh, saya pasti beralih menggunakan tenaga listrik, karena bisa menghemat Rp 5 jutaan per bulannya,” kata Arifin salah satu pemilik usaha batu onyx di Desa Sungateluk.

Selain itu, biaya pelayanan yang tidak lepas dari listrik juga menjadi sangat mahal. Di penginapan, listrik memang listrik menyala setiap hari karena menggunakan disel. Menyalanya pun hanya mulai pukul 17.00 hingga pukul 10.00.

Karena itulah, ongkos sewa kamar menjadi mahal. Misalnya di penginapan di sekitar Pelabuhan Sangkapura. Sewa satu kamar tanpa menggunakan pendingin ruangan atau AC hanya Rp 50 ribu per hari. Tapi jika penyewa menggunakan AC, akan dibebani biaya listrik sebesar Rp 25 ribu per hari.

Harga barang yang menggunakan jasa pendingin atau membutuhkan lemari es untuk penyimpanan juga sangat mahal. Untuk satu gelas air mineral yang dingin, harganya lebih mahal Rp 500. Padahal harga normal tanpa pendingin sudah mahal, karena barang-barang di Bawean telah terbebani biaya transportasi laut.

Sejumlah pengusaha es batu di Bawean mengeluhkan kondisi listrik sebulan terakhir. Mereka terpaksa menutup usahanya di bulan puasa ini karena tidak bisa memproduksi es batu dengan maksimal. Terbatasnya pasokan listrik membuat waktu proses pendinginan kurang, padahal di bulan Ramadan ini permintaan es batu justru meningkat pesat.

Pengusaha es batu yang punya mesin generator sendiri yang saat ini meraup untung besar. Sebab, kelangkaan es di bulan puasa ini memicu tingginya harga, terlebih permintaan meningkat. “Sekarang permintaan es sangat tinggi, harganya pun mahal. Jika biasanya harga es hanya Rp 500 sekarang bisa Rp 1.000," imbuhnya.

Secara sosial, tertinggalnya kondisi di Bawean membuat sejumlah masyarakat di Bawean tidak kerasan. Zainal Arifin (22), warga Dusun Dedawang Desa Teluk Jatidawang Kecamatan Tambak, mengaku tak kerasan tinggal di tanah kelahirannya karena kondisinya jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di Bawean. Tak ada listrik dari PLN yang menerangi, jalan-jalan hancur, apalagi sinyal telepon seluler. "Di Teluk Jatidawang tidak ada listrik. Saya terpaksa harus numpang minta listrik dari tetangga yang mempunyai jenset, untuk sebuah lampu kita harus membayar Rp 30.000 hingga Rp 35.000 sebulan. Itupun hanya menyala mulai pukul enam sore sampai pukul 10 malam," kata pemuda itu.

Kepala Unit Teknis (UPT) Pariwisata Bawean Sulaiman Efendy mengungkapkan, banyak investor asing dari Australia dan Kanada, terpesona dengan sajian alam Pulau Bawean. Mereka tertarik mengembangkan wisata Bawean. “Tapi mereka langsung mundur ketika melihat infrastruktur jalan dan listrik di Bawean sangat tidak memadai untuk pengembangan usaha di Bawean,” katanya

Dari pantauan Surabaya Post, jalan lingkar Bawean yang panjangnya 56 kilomater mengelilingi Pulau Bawean, sekitar 80 persen rusak parah. Tidak ada lagi aspal, hanya bebatuan terjal yang banyak ditemukan di jalan utama Bawean itu. Kondisi ini jauh berbeda dengan jalan-jalan poros desa.

Sedangkan untuk listrik, tidak semua daerah teraliri lisrik dari PLN, khususnya di daerah pegunungan, seperti di Desa Promaan, Grejeg, Kebunteluk Dalem, Balikterus. Di Desa Teluk Jatidawang, Gelam, dan Dekatagung sebenarnya sudah terpasang tiang listrik, tapi hingga sekarang masih nganggur.

SHARE :

Posting Komentar

 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean