Media Bawean, 5 Januari 2011
Ada sinyelemen, bila orang yang dilahirkan atau keturunan Bawean sudah sukses diluar, maka sulit untuk bersedia menetap ataupun mengabdikan dirinya di kampung halamannya. Kenapa? berikut hasil liputan Media Bawean menghubungi orang sukses diluar Pulau Bawean.
Jazuni, SH. (Pengacara Di Jakarta)
Mungkin beda dengan banyak orang, saya tidak ingin mengabdi untuk kampung, untuk pulau, untuk bangsa. Pengabdian saya untuk kebenaran dan kemanusiaan sebagai bentuk penghambaan kepada Allah SWT. Bahwa tiap orang punya keterikatan perasaan pada kerabat, daerah, dan bangsanya, itu adalah fitrah - tidak boleh dibiarkan menjadi ashobiyah.
Bahwa saya ikut urun duit untuk kebutuhan pendidikan atau pembangunan di kampung, atau mengadvokasi kebobrokan disana, sejauh kemampuan saya dan ada permintaan dari sana, itu bagian dari fitrah itu.
Banyak orang hidup di daerah karena tidak mampu bersaing untuk hidup di kota. Mereka menuntuk orang-orang yang 'sukses' di kota untuk merasakan ke'gagal'an mereka di daerah.
Ujiannya ada pada jawaban pertanyaan sederhana : Apakah orang yang sukses di kota selalu melupakan dan tak peduli daerahnya? Apakah orang daerah yang tinggal di daerah (sebagian karena tidak laku di kota) selalu berhasil memajukan daerahnya?
Hanya orang berpikir sempit dan picik yang memaknai 'pengabdian' terhadap daerah sehingga tinggal dan bekerja di daerah. Tidak mungkin jadi hakim di daerah tanpa pengadilan; tidak mungkin jadi dosen di daerah tanpa universitas; tidak mungkin jadi presiden kecuali berada di ibu kota dan seterusnya.
M. Riza Fahlevi (CO Editor In Chief Batam Pos/Jawa Pos Group)
Kata siapa? Banyak yang menumbang pemikiran dan dana untuk Pulau Bawean. Tapi, kalau menetap di Pulau Bawean, tidak mungkin. Karena lapangan pekerjaannya ada diperantauan.
R. Yusuf Hidayat (Wartawan Batam Pos)
Banyak faktor yang membuat orang begitu, mungkin orang itu merasa ilmu atau potensinya tidak bisa maksimal jika ia gunakan di Pulau Bawean, bahkan tidak bisa dipakai sama sekali. Atau kondisi Bawean sekarang belum dirasa cocok dengan kehidupannya yang sekarang, atau bisa jadi political will 'Pemda'_nya belum bisa diharapkan.Ending Syarifuddin (Mantan PB PMII/ Pengusaha Di Jakarta)
Ibarat team sepak bola, masing-masing dari person masyarakat Bawean memiliki skill yang saling melengkapi. Sebaik apapun skill masing-masing pemain, kalau tidak ada kerjasama team, tidak ada dukungan dari pemain lain, akan tidak ada artinya (tidak akan menang).
Jadi substansi masalahnya bukan soal ruang/tempat (bukan soal orang yang sukses di rantau harus pulang ke Bawean. Nabi Muhammad SAW. adalah contoh perantauan sukses yang tidak harus pulang lagi ke Mekkah, cukup dengan gerakan Fathu Makkah).
Akar masalahnya ada pada kerjasama team dengan membangun sikap trust/saling percaya antar sesama pemain. Kita tunggu.
Sudarsono (Mantan Pengurus PKB Jatim/ Politikus Di Surabaya)
Pengabdian itu tidak harus secara fisicly, tapi kontribusi pemikiran, finansial dan lain-lain. Bisa dilakukan kapan saja dan dari mana saja, itu salah satu bentuk pengabdian..
Posting Komentar