Media Bawean, 10 Januari 2011
"Perhatikan 'ritual' berikut : menjelang Ujian Nasional (UN) para siswa diasramakan, dikursus, lalu istighosah,"katanya.
"Soal dikirim ke Pulau Bawean dengan dikawal pasukan polisi, disimpan di kantor Polsek, lalu dikirim ke masing-masing sekolah juga dengan pengawalan polisi. Para pengawas ujian dibuat silang, guru tidak boleh menjadi pengawas di sekolahnya, harus ngawasi di sekolah lain. Cukup? Ternyata tidak. Masih ada lagi Pengawas Independen, dosen dari perguruan tinggi terkenal."ujarnya.
"Cukup? juga belum. Disetiap sekolah, ada spanduk dengan tulisan mencolok : Harap Tenang, Ada Ujian. Lalu, apa yang terjadi ketika pelaksanaan ujian? Para siswa diberitahu bagaimana jawaban yang benar. Bahkan, lembar jawaban masih dikoreksi lagi di kantor sekolah untuk diganti dengan jawaban yang benar.,"jelasnya.
"Begitu pengumuman keluar, semuanya lulus 100%. Kemudian ketika acara perpisahan, dihadapan Walimurid, Kepala Sekolah berpidato : Alhamdulillah, berkat kerja keras kita, sekolah kita lulus 100%,'paparnya.
"Apa namanya kalau bukan 'dagelan'. Semua guru yang saya tanya dari tahun ke tahun membenarkan semua praktek tidak jujur itu. Jika di dunia pendidikan saja sudah tidak jujur, lantas apalagi yang diharapkan untuk mencetak pemimpin bangsa? Gayus dan para koruptor yang sudah laten di negeri ini, adalah produk dari sekolah yang tidak jujur itu,"terangnya.
"Kapan 'dagelan' itu dihentikan?" Baharuddin bertanya tanpa ada yang menjawabnya. (bst)
Posting Komentar