Media Bawean, 10 Maret 2011
Sumber : Surabaya Post
Surabaya- Suasana berkabung di rumah kecil keluarga Hariyanto masih sangat terasa, di rumah yang bertembok papan kayu itu kini menjadi sepi. Bagaimana tidak, rumah yang setiap harinya dihangatkan canda tawa Mohammad Farid Afaiyansyah. Kini suasananya terasa “dingin” lantaran ditinggal pergi bayi 14 bulan tersebut menghadap Sang Khaliq. Masih terpancar wajah kesediahan Hariyanto dan Muyasaroh istrinya, atas kehilangan putra tunggalnya ini.
Selain itu, pasangan suami istri muda ini mengaku kebingungan, karena saat ini dia memiliki sejumlah tanggungan atau utang yang saat Farid masih hidup mereka gunakan untuk biaya pengobatan rutin setiap bulannya. Untuk pengobatan gagal hati yang diderita bayi kelahiran 16 November 2009 ini, Hariyanto harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 4 juta setiap bulannya. Padahal pendapatan pria yang bekerja sebagai nelayan ini hanya Rp 30 ribu per hari.
“Jelas penghasilan saya tidak cukup untuk pengobatan Farid, untuk makan saja pas-pasan. Belum lagi saat gelombang tinggi terjadi seperti akhir-akhir ini, saya harus mencari pekerjaan lain untuk bisa menghasilkan uang,” kata pria yang berusia 24 tahun ini.
Karena itu, dia mengaku sangat berterima kasih kepada pelanggan setia Surabaya Post (SP) yang sungguh mulia hatinya membantu meringankan beban keluarganya. “Saya tidak menyangka di sana ternyata ada orang yang wajahnya saja kami belum pernah ketemu, tapi sangat peduli dengan kondisi kami di Bawean. Atas nama keluarga, kami mengucapkan sangat-sangat terimakasih kepada beliau dan Surabaya Post, mudah-mudahan keikhlasan hati saudara saya di sana yang peduli dan Surabaya Post mendapatkan imbalan yang berlimpah dari Allah,” ujar Hariyanto sambil berlinang air mata.
Pelanggan setia Surabaya Post yang enggan disebutkan namanya berbagi kebahagiaan dengan memberikan bantuan kepada keluarga almarhum Farid. Bantuan sebesar Rp 3 juta itu diserahkan Rabu (9/3) di kediaman Hariyanto, di Dusun Tambak Timur Desa dan Kecamatan Tambak Kabupaten Gresik ini.
Hariyanto berharap, buah kepedulian yang saat ini dia rasakan bakal dirasakan juga oleh keluarga-keluarga lainnya, karena menurutnya dia hanya segelintir dari ribuan keluarga yang membutuhkan uluran tangan dari Surabaya Post dan pelanggannya. “Saya berharap kepedulian ini terus berlanjut, karena masih banyak keluarga-keluarga di luar sana yang sangat membutuhkan kepedulian seperti yang diberikan pelanggan setia Surabaya Post kepada kami sekarang ini,” harapnya.
Sejenak memang kesedihan dari wajah Hariyanto memang sedikit tertolong, meskipun dia belum bisa melupakan kenangan-kenangan indah bersama almarhum putranya yang sangat menggemaskan tersebut.
Farid menghembuskan, nafas terakhirnya di RSUD Ibnu Sina Kabupaten Gresik Senin (7/3) karena penyakit levernya sudah pada stadium yang susah untuk ditolong. Sebenarnya, Farid sudah kritis lima hari sebelumnya, tapi Hariyanto tidak bisa membawa putranya ke rumah sakit karena memang saat itu terkendala cuaca. Selama sepekan transportasi laut, satu-satunya transportasi menuju Bawean ditutup oleh Administrator Pelabuhan (Adpel) lantaran gelombang tinggi mencapai tiga hingga empat meter. Sementara, fasilitas kesehatan di Bawean sangat terbatas, hanya ada puskesmas dan sejumlah klinik kecil.
“Mulai Kamis (3/3) kondisi putra kami sudah kritis, tubuhnya sudah sangat pucat, tidak mau makan, dan juga tidak mau ASI (air susu ibu). Saat itu kami sangat kebingungan, saat kami bawa ke Puskesmas, pihak Puskesmas meminta agar Farid segera dirujuk ke rumah sakit Bunder (sebutan RSUD Ibnu Sina), tapi baru hari Minggu (6/3) saat ada kapal penyeberangan kami bawa Farid ke Gresik, namun apa daya jika Tuhan berkehendak lain, mungkin itu yang terbaik buat kami, dan tentunya buat buah hati kami, terpenting kami sebagai orang tua berusaha sekuat tenaga kami,” tutur Hariyanto didampingi istrinya. sep
Posting Komentar