Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Gadis Bersepeda Engkol

Gadis Bersepeda Engkol

Posted by Media Bawean on Kamis, 24 Mei 2012

Media Bawean, 24 Mei 2012 

Tulisan : Sumiyati


Aisyah menuju ke kamar ibunya yang hanya beralaskan selembar tikar sambil membawa sepiring nasi beserta lauknya dan segelas air putih. Dia melihat ibunya tengah menangis sambil memandang foto almarhum suaminya yang pulang ke Rahmatullah setahun yang lalu.

“Assalamu’alaikum, Bu”. Aisyah mengetuk pintu yang terbuka sambil mengucapkan salam. “Wa’alaikumussalam”. Bu Fatimah, ibunya Aisyah dengan cepat mengusap air matanya dan berusaha tersenyum pada putrinya yang terpaksa berhenti kuliah sejak kepergian suaminya sebagai tulang punggung keluarganya. Sedangkan Bu Fatimah sendiri yang berprofesi sebagai guru Taman Kanak-Kanak (TK), gajinya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, bayar tagihan listrik dan biaya sekolah Angga, anak bungsunya yang masih kelas tiga sekolah dasar.

“Ibu tidak boleh kerja dulu ya, Bu”. Kata Aisyah sambil membelai rambut ibunya dan mengecup keningnya. “Nanti kalau ibu sudah sembuh total, baru bisa kerja lagi. Sekarang, ibu makan dulu. Aisyah masakin sayur bayam dan tempe sambal goreng kesukaan ibu” dengan ramah Aisyah membujuk ibunya agar mau makan. Aisyah dengan cekatan dan penuh sabar menyuapi ibunya sampai di piring itu tidak ada sebutir nasipun yang tertinggal. Bagi keluarga Bu Fatimah, sekecil apapun rezeki yang Allah swt. jangan sampai disia-siakan termasuk sebutir nasi.

Aisyah tersenyum bahagia melihat ibunya sudah mulai lahap makan. Aisyah berlalu ke dapur setelah menyelimuti ibunya. Setelah memcuci piring dan gelas yang kotor, dia kembali ke kamar ibunya.
“Ibu, Isyah pamit dulu”. Kata Aisyah.
“Mau kemana?” Tanya Bu Fatimah.
“Isyah mau usaha kue kecil-kecilan, Bu. Isyah sendiri yang buat, terus dititipkan ke kantin-kantin dan warung kopi dengan rincian setiap laku lima kue, maka si pemilik kantin atau warkop menerima harga satu kue sebagai imbalannya. Dengan demikian kita sama-sama untung”. Kata Aisyah menjelaskan sambil berharap ibunya mau mendoakan agar kuenya cepat laku dan laba dari jualan itu bisa ditabung untuk kuliah nanti.

“Semoga keinginanmu diridhoi Allah swt, Isyah. Maafkan ibu, nak! Ibu tidak bisa membayar kuliah kamu. Ibu hanya bisa memdoakan semoga kamu bisa kuliah lagi seperti dulu”. Kata Bu Fatimah sambil menangis. “Berangkatlah, Isyah, hati-hati dan cepat pulang ya nak!”.

“Iya, bu. Isyah akan segera pulang kalau kuenya sudah terantar”. Kata Aisyah. Setiap pagi-pagi sekali Aisyah berangkat membawa kue-kue yang akan dititipkan ke kantin dan warung kopi yang bersedia menerima titipan kuenya, setelah itu dia pulang. Sore harinya Aisyah berangkat lagi untuk mengambil uang hasil penjualan kuenya.

“Isyah, kue-kue buatanmu laris manis. Bukan hanya orang yang biasa nongkrong disini saja yang beli, tetapi tetangga disini juga banyak yang beli. Kata mereka, kue buatanmu memang sangat enak dan harganya murah”. Kata Yola, salah satu pemilik warung kopi yang dititipi kue oleh Aisyah.

“Gimana kuenya enggak laris manis, Ma, yang bikin kan orangnya manis”. Sambung Benny, suami Yola.

“Mbak Yola dan Mas Benny bisa saja”. Kata Aisyah yang pipinya bersemu merah mendengar pujian Benny.

“Memang Isyah cantik dan manis kok”. Timpal Yola. “Oia Isyah, besok kuenya diperbanyak ya!”.

“Insya Allah, Mbak”. Kata Aisyah yang kemudian pergi setelah memberi imbalan sesuai kesepakatan pada Yola.

Aisyah pulang dengan perasaan bahagia, tak disangka kue buatannya banyak yang suka, setiap warkop dan kantin meminta agar besok kuenya diperbanyak lagi. Alhamdulilah….. meskipun diperbanyak, selalu habis dan semakin banyak peminatnya.

Disuati sore, saat Aisyah di tengah perjalanan pulang, dia melihat sebuah tas yang terbuat dari kulit ular tergeletak di tengah jalan. Aisyah segea turun dari sepeda engkolnya dan menyelamatkan tas itu. Aisyah mengayuh sepeda engkolnya dengan agak cepat menuju ke kantor polisi dengan maksud menyerahkan tas yang bukan miliknya itu pada polisi. Biar polisi sendiri yang mengatasinya.

“Selamat sore, Mbak, ada yang bisa saya bantu?” sapa seorang polisi yang berkumis tebal setelah mempersilahkan Aisyah duduk.

“Begini, Pak, tadi di tengah perjalanan saya menemukan tas ini. Kedatangan saya kemari hanya ingin menyerahkan tas ini, Pak”. Kata Aisyah sambil memberikan tas itu pada polisi.

“Saya buka dulu tasnya ya Mbak, siapa tahu ada nama pemiliknya di dalam”. Kata polisi sambil membuka tas itu dan mengeluarkan isinya. Spontan Aisyah kaget melihat isi tas itu yang ternyata semuanya barang-barang berharga seperti ATM, KTP, dokumen perusahaan, lembaran uang seratus ribuan dan perhiasan.

“Dimana Mbak temukan tas ini?” Tanya polisi penuh curiga. “Di Jalan Suka Damai, Pak. Sekitar tujuh kilo meter dari sini”. Kata Aisyah yang agak jengkel juga karena polisi itu memasang wajah curiga padanya. Dalam hatinya Aisyah berkata kok malah curiga ma aku sich apa tampangku lebih mirip pencopet daripada penjual kue?. “Begini, Mbak, saya catat nama dan alamat anda. Nanti akan saya kabari mbak kalau pemiliknya sudah mengambil tas ini. Nanti pemilik tas ini akan saya hubungi, kebetulan pemiliknya masih teman saya”. Kata polisi sambil sibuk mencatat nama dan alamat Aisyah.

“Terima kasih, Pak. Kalau begitu saya pamit dulu karena ibu saya sakit dan sekarang sudah waktunya minum obat”. Kata Aisyah.

Ke esokan harinya tiga orang polisi, seorang laki-laki dan perempuan datang ke rumah Aisyah, membuat ibu Aisyah kaget karena Aisyah sedang mengantarkan kue-kuenya. “Kedatangan kami kemari, hanya untuk mengucapkan ribuan terima kasih pada anak Ibu yang telah menyelamatkan tas saya”. Kata perempuan itu.

“Oia Ron, mana gadis bersepeda engkol yang telah menyelamatkan tas istriku?”. Tanya laki-laki itu pada salah satu polisi yang mengawalnya.

“Aisyah masih mengantarkan kue-kuenya, nak”. Bu Fatimah yang menjawab setelah tahu laki-laki itu mencari Aisyah. Setelah lama berbincang-bincang, Aisyah datang.
“Assalamu’alaikum”. Kata Aisyah.
“Wa’alaikumussalam”. Jawab mereka serempak.
“Aisyah, terima kasih kau telah menyelamatkan tas saya “. Kata perempuan itu. “Sungguh tak pernah kuduga yang menyelamatkan tas saya gadis secantik kamu, Aisyah”. Katanya memuji.

“Ibumu sudag banyak cerita tentangmu, Aisyah. Kami akan membantu usahamu, anggap saja sebagai tanda terima kasih kami padamu. Kami memintamu mengantarkan kue-kue buatanmu ke kantin perusahaan kami yang tidak begitu jauh dari sini. Kalau kamu bersedia, hubungi kami”. Kata laki-laki itu sambil memberikan selembar kartu nama pada Aisyah. Setelah itu mereka semua pamit karena masih ada urusan.

Kini pelanggan Aisyah semakin banyak, hal itu membuat Aisyah meminta dua orang temannya untuk membantunya dengan menggajinya per orang empat ratus sebulan. Meskipun demikian, tidak ada kata rugi dalam usahanya, malah labanya berlipat ganda dan bulan yang akan datang Aisyah sudah bisa kuliah lagi.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean