Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Selamat Tinggal Kesulitan

Selamat Tinggal Kesulitan

Posted by Media Bawean on Jumat, 20 Juli 2012

Media Bawean, 20 Juli 2012

Oleh : Sumiyati 
(Penulis Mingguan Media Bawean)

Banyak orang enggan bermimpi karena merasa tidak pantas atau malu, padahal menjadi sukses adalah hak setiap orang. Namun tidak begitu dengan Anita, yang berusaha menggapai mimpinya. Jika Ita memakai kacamata “Ita anak desa” seperti saat dia kanak-kanak, sulit dipercaya apa yang terjadi hari ini padanya. Rasanya tidak masuk akal, bahwa mimpi anak desa itu benar-benar akan menjadi kenyataan. Pada posisinya yang sekarang, dia menjadi sangat terpesona oleh ‘peta perjalanan’ nya dulu yang terlihat begitu stratejik dan sangat rapi. Sebuah perjalanan yang diatur oleh pakar manajemen hidup yang tiada duanya. Allah SWT.

“Andai aku punya usaha yang bisa menghasilkan uang, pasti aku tidak usah capek-capek mengemis pada papa untuk biaya berobat mama”. Kata Ita dalam kesalnya saat pulang dari rumah papanya yang menikah lagi setelah bercerai dengan mamanya. Masih terekam jelas bagaimana dirinya diusir bagai pengemis oleh papanya.

“Pa, Mama sedang sakit. Ita kemari dengan maksud agar Papa mau membantu biaya berobat Mama”. Kata Ita memelas.

“Masa bodoh!, Mamamu mati sekalipun aku tidak peduli”.

“Pa, aku mohon bantulah Mama! Kali ini saja”. Kata Ita lagi.

“Sudah pergi sana!”. Kata papa Ita sambil mendorong Ita dengan kerasnya. Itapun terlempar kehalaman dan lututnya menghantam keras salah satu pot besar yang ada dihalaman itu. Berdarah. Meskipun demikian, dia tetap memelas pada sang papa demi kesembuhan mamanya.namun kini usahanya gagal karena papanya sengaja melepas anjing peliharaanya yang ganas untuk mengusir Ita. Ita pulang dengan lutut yang memar dan berdarah. Dia bersumpah dalam hati tidak akan menginjakkan kakinya dirumah papanya itu lagi. Kelakuan papanya tidak akan pernah terlupakan.

Ditengah mirisnya kehidupan sehari-hari yang penuh dengan kekurangan, Ita terus menyediakan ruang yang penuh dengan konsentrasi untuk menggapai keinginannya.’ingin membahagiakan mamanya’. “Mama bahagia jika kamu cerdas, patuh pada Mama, berakhlak mulia dan berguna bagi bangsa”. Kata sang Mama. Untuk mewujudkan semua itu, bukanlah hal yang rumit bagi Ita yang terkenal dengan kecerdasannya, tutur katanya yang bagai mutiara dan akhlaknya yang patut diacungi jempol. Tidak heran kalau disekolahnya dulu Ita menjadi siswi teladan. Bahan dikampusnya kinipun Ita menjadi mahasiswi yang sangat disegani oleh para mahasiswa/I yang lain dan dosennya. Perlu diketahui!, berkat kecerdasannya, Ita selalu mendapatkan beasiswa. Jangan heran kalau dari sekolah menengah pertama sampai di universitas, Ita tidak pernah membayar sepeserpun. Jangankan membayar kuliah, melanjutkan ke SMP saja rasanya tidak mungkin. Maklumlah, mama Ita hanya tukang cuci baju yang gajinya hanya cukup untuk membeli beras satu kilo dan sayur satu ikat. Meskipun makan hanya dengan sayur daun singkong dan sambal terasi, Ita sangat bersyukur, diri dan mamanya masih bisa makan. Ya begitulah masa kecil Ita yang selalu dirundung kemiskinan. Tapi karena kemiskinan itulah yang pada akhirnya membawa Ita pada sebuah kesuksesan. Bagi Ita, menjadi miskin itu enak. Nikmat. Karena dengan demikian, Ita memiliki kesempatan lebih banyak untuk bermimpi.

“Aku sangat mempercayai nasehat bahwa orang yang sungguh-sungguh miskin bukanlah orang yang tidak memiliki uang melainkan orang yang tidak memiliki mimpi. Kesulitan hidup sebetulnya mengandung banyak peluang yang dibutuhkan semua orang yang ingin maju dan mengejar mimpi: pelajaran hidup, latihan kesabaran dan uji tahan banting. Percaya padaku!, tidak ada sekolah yang mengajarkan itu pada kita semahal apapun kita bisa membayar. Yang bisa mengajarkan hanyalah pengalaman hidup yang nyata. Maka bersyukurlah kalau kita dianugerahi kesusahan hidup , karena kita dipercaya untuk belajar”. Kata Ita.

Ita juga sering menceritakan bagaimana sebuah jembatan dahsyat berhasil ia bangun diantara dataran kemiskinan dan kejayaan. Bagaimana semangat yang menyala-nyala dalam dirinya bisa mengubah yang tidak mungkin menjadi mungkin. “Inilah misteri hidup yang sesungguhnya. Tidak ada yang tidak mungkin jika segenap roh, energy dan hati kita mengupayakannya menjadi mungkin”. Imbuhnya.

“Dulu, aku juga orang miskin. Bahkan, boleh dikatakan orang termiskin dikampung. Tapi berkat kemiskinan itulah yang selalu mendorongku untuk maju. Semasa SMP, aku sudah mulai bekerja. Paginya sekolah, sorenya kerja dirumahnya Bu Santika yang membuka usaha bordir kecil-kecilan. Kecuali hari Senin dan Selasa karena pada hari itu aku harus mengikuti les Bahasa Inggris disekolah. Dengan begitu aku bisa mengurangi beban Mama. Tiga tahun kemudian Bu Santika beserta keluarganya pindah ke luar kota. Aku menggantikan usaha Bu Santika, kebetulan aku sudah paham membordir. Perlaha-lahan usaha itu terus berkembang pada akhirnya berkembang pesat sampai akhirnya aku harus menyediakan tempat khusus dan beberapa karyawan karena mulanya usaha itu aku buka dirumah. Tahun kedua dari dimulainya usaha itu, aku menambah satu usaha lagi yaitu usaha batik. Keduanya sama-sama berkembangnya dan banyak diminati orang. Kedua usaha itu pulalah yang pada akhirnya membawaku pada kesuksesan. Alhamdulillah, aku bisa mengangkat diri dan Mamaku dari kemiskinan.

Kemiskinan bukanlah akhir dari segalanya karena dari kemiskinan itu kita punya banyak peluang untuk terus maju pantang mundur, berusaha dan berdoa. Percayalah, bahwa setelah kesulitan pasti ada kemudahan. Fa inna ma-‘al ‘usri yusraa.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean