Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Cerbung Eson : Memori

Cerbung Eson : Memori

Posted by Media Bawean on Selasa, 07 Agustus 2012

Media Bawean, 7 Agustus 2012

Assalamu'alaikum

Sudah lama sekali ingin turut nyumbang tulisan di Media Bawean ini, tapi karena kesibukan, kadang membuat saya tak bisa meluangkan waktu untuk menulis tentang Bawean. Lebih-lebih lagi, saya masih bingung mencari format tulisan yang sedikit berbeda dari yang ada. Mengulas Bawean dengan artikel sudah banyak yang membuat. Tulisan yang berkisah pengalaman juga tidak sedikit. Catatan-catatan ringan pun tidak kalah banyak.

Setelah saya pertimbangkan, kemudian saya memilih menggunakan model fiksi berbentuk Cerita Bersambung alias Cerbung.

Ide tulisan ini sebenarnya sudah sejak kuliah dulu. Penggalan-penggalan cerita terserak entah dimana-mana sehingga satu persatu harus dirangkai kembali. Alur hanya untuk membuat pembaca menikmati tulisan. Di dalamnya, ada saya sisipi sedikit perihal kondisi-kondisi bawean masa lalu sebagai nostalgia setelah berbagai perubahan yang dialami ole Bawean; Sosial, Budaya, politik, dan pembangunan. Untuk nama tempat, saya tetap mempertahankan ejaan atau logat masyarakat Bawean. Jika ada ejaan kurang tepat, tolong di perbaiki. Alasannya, banyak penamaan desa atau kampung di Bawean yang dipaksakan. Contohnya, Buloar menjadi Bulu Luar, Arkoneng menjadi Air Kuning, Songai rajhe menjadi Sungai Besar, dll. Untuk memudahkan pembaca, khususnya perantau, mengenang kembali daerahnya, saya tetap menyebut sesuai ejaan, kecuali pergantian nama yang sangat sesuai dengan ejaan aslinya, seperti Kampong Assem menjadi Kampung Asam, Tellok menjadi Teluk, Tellok Dhelem menjadi Teluk Dalam.

Harapan saya, dengan penulisan model Cerbung ini, saya pun terpaksa harus terus menyajikan tulisan hingga akhir dari cerita. Dengan begitu, alasan sibuk tidak lagi menjadi alasan yang berarati bagi saya untuk tidak menulis lanjutan cerita-cerita. Untuk keperluan ini, saya pun memohon bantuan data-data yang diperlukan dalam penulisan agar cerita bisa dinikmati pembaca.

Demikianlah. Semoga bermanfaat. 
Abd. Rahman Mawazi
Wassalam.

Cerbung Eson: Memori
Oleh : Abd. Rahman Mawazi (Wartawan Tribun Batam)

Lelah, letih, dan lesu yang dirasakan Eson. Perjalanan setengah hari telah dihabiskan di atas kendaraan. Perjalanan yang sungguh terasa jauh. Badanya seperti sudah terasa remuk. Pikirannya melayang jauh pada memori masa lalu. Samar-samar ia terbayang beberapa orang yang dulu pernah bermain bersama, beberapa orang yang dulu pernah satu sekolah, dan beberapa orang yang dulu pernah mengaji bersama-sama. Satu-dua orang masih terlintas wajahnya, namun lainnya hanyalah tinggal nama dan bahkan tak mampu diingat lagi. Apakah mereka masih ada di kampung?

Ada memori yang sepertinya masih terekam jelas dalam pikiran Eson; Perkelahiannya dengan Laklang saat berebut buku pelajaran sekolah. Duel keduanya tidak terelakan karena sama-sama ingin menjadi orang pertama yang menggunakan buku itu untuk mengerjakan PR (pekerjaan rumah) dari guru bahasa Indonesia. Sedangkan buku yang dimiliki sekolah masih sangat terbatas. Guru membangikannya berdasarkan kampung masing-masing. Eson dan Laklang yang masih satu kampung mendapatkan satu buku bersama dengan beberapa murid lainnya. Sementara murid-murid lain yang dari kampung berbeda, juga mendapatkan buku.

“Aku duluan,” kata Laklang.

“Tidak. Kan Bu guru kasi ke aku duluan,” jawab Eson.

Pertengkaran mulut yang tak kunjung berakhir itulah yang membuat keduanya duel di luar lapangan sekolah. Sementara teman-teman yang lain tidak lagi mampu melerainya. Peristiwa itu saat mereka duduk di kelas empat sekolah dasar. Dan kini Eson telah kuliah pada sebuah perguruan tinggi di Yogyakarta.

*** 
Sepeggal cerita itu, ternyata tidak mampu membuat Eson beristirahat melepas penat. Ia pun beranjak dari tempatnya berebah. Mengelilingi dek kapal sembari melihat senja di ufuk barat. Warna jingga yang terpancar dari pantulan air laut terlihat begitu indah pada sore itu. Cuaca cerah.

“Sepertinya ombak tidak kuat,” kata seseorang yang sedang bercakap-cakap dengan temannya. Ucapannya itu pun di-iya-kan teman yang lain. “Mudah-mudahan kita bisa sampai lebih cepat,” ujarnya lagi.

Di buritan kapal adalah lokasi bagi para penumpang yang hendak merokok. Tidak ada pembatas atau pun sekat untuk sampai ke tepiannya. Di belakang kapal itu, sinar lampu dari Gresik dan Surabaya masih terlihat jelas. Deratan cerobong pembangkit listrik tenaga uap pun masih tampak. Eson yang baru pertama kali berlayar dari pelabuhan Gresik menuju Bawean juga turut menikmati pemandangan senja sore itu. KM Palangkaraya yang ditumpangi Eson adalah satu di antara tiga kapal yang melayani pelayaran ke Bawean. Kapal ini dari Gresik membawa barang-barang untuk kebutuhan masyarakat. Termasuk juga kendaraan bermotor. Baru 45 menit kapal itu berangkat. Kapal yang semestinya berangkat pukul 17.00 itu terpaksa telat karena pemuatan barang-barang belum selesai. Padahal penumpang sudah mulai menaiki kapal sejak setengah jam sebelum jadwal.

“Nanti jam berapa kita sampai di Bawean?” tanya Eson kepada tetangga di sebelah tempatnya.
“Mungkin sekitar jam tiga nanti,” jawab bapak itu.
“Lama juga ya,”
“Iya. Kamu dari mana?” tanya lagi.
“Saya dari Jawa,” jawab Eson dengan bahasa Bawean yang kurang fasih.
“O, mau kemana? Maksud saya, di Bawean di mana?”
Di Rojhing,” jawab Eson dengan logat Bawean.

Sedikit percakapan pembuka itu membuat keduanya terlihat mulai akrab. Eson yang masih 18 tahun terlihat jelas seperti orang yang tidak mengenal Bawean. Pulau yang berada di pertengahan laut Jawa. Laut yang terkenal dengan ombaknya yang tinggi juga. Bahkan, si bapak yang bernama Ridwan itu pun menawarkan bekal yang ia bawa bersama istrinya.

Eson tampak tidak tenang. Cerita dari Ridwan membuatnya bertambah tidak sabar untuk segera menginjakkan kaki di pulau tempat kelahirannnya itu. Katanya, Bawean sudah banyak perubahan. Sambil berbaring, Ridwan yang terus bercerita membuat Eson menjadi pendengar setia. Tidak banyak yang bisa ia jawab karena memang sudah tidak lagi bisa membayangkan pulau itu.

“Kapalnya terbakar sebelum berangkat,” kisah Ridwan. “Kok bisa,” tanya Eson yang mulai penasaran.

“Tak tau ceritanya bagaimana. Tapi kata orang-orang mesin kapal tiba-tiba saja terbakar. Untungnya kapal belum lepas dari pelabuhan,” jawabnya lagi. Kala itu, tutur Ridwan, kapal yang sudah siap berangkat dan melepaskan tali hendak mundur. Tetapi tiba-tiba api asap keluar dari buritan kapal. Tidak lama kemudian api membesar dan terus membasar. Penumpang yang telah siap untuk berlayar panik dan segera berebutan untuk keluar dari kapal naas itu. Ada juga yang nekad menjeburkan diri ke laut.

Para ABK Kapal dan pengantar yang masih bertahan di pelabuhan pun histeris. Sebagian orang memilih menjauh setelah mendapatkan aba-aba dari petugas pelabuhan. Sementara yang lainnya bersiap untuk melakukan evakuasi. Ketegangan di antara semua orang tak mampu disembunyikan. Ada yang menengadahkan tangan memanjatkan doa agar seluruh seluruh penumpang awak kapal bisa selamat. Ada juga terus melihat evakuasi dan berdesakan ingin melihat dari dekat. Penumpang yang keluar tidak lagi peduli dengan barang bawaan. Namun teriakan dari dek kapal terdengar jelas. Mereka minta tolong. Kapal-kapal barang yang juga dijadikan kapal penumpang yang melayani rute Bawean-Gresik itu biasanya membawa batu marmer Bawean. Dari Gresik, kapal membawa barang-barang konsumsi untuk masyarakat. Termasuk juga semen, genting, besi, cat dan material bangunan lainnya.

*** 
Ridwan telah lelap. Ia seperti sudah menikmati tidurnya dengan tenang walau ombak mulai terasa menggoyang kapal. Sedang Eson terus terbayang cerita kecelakaan kapal dari Ridwan, apalagi perjalan dengan kapal yang ia rasa kali ini membuatnya mulai terasa mual karena perjalanan panjang. Dalam hati, Eson berdoa agar perjalannya bisa selamat. Di Bawean, ada paman, bibi, beserta keluarga lainnya yang telah menunggu. Mereka akan menjemput di pelabunan.

Selintas Eson teringat pula dengan seorang teman. Dia adalah teman sekolah. Teman bermain juga. Namanya Ila. Di antara beberapa teman perempuan, Ila memiliki beberapa kelebihan. Ia cerdas. Selalu mendapatkan nilai bagus saat ujian sekolah dan pandai mengaji pula. Bayang perempuan itu akhirnya mampu membuat Eson terlelap.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean