Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Menghargai Akal Sehat

Menghargai Akal Sehat

Posted by Media Bawean on Senin, 06 Agustus 2012

Media Bawean, 6 Agustus 2012 

Oleh : Ali Asyhar (Dosen STAIHA Bawean) 

Allah SWT. memberi anugerah hati untuk merasa dan akal sebagai pelitanya. Hati dan akal adalah dua sisi mata uang yang menyatu. Akal yang sehat adalah penentu harga diri manusia. Tanpa akal sehat harga manusia lebih murah dari pada sapi yang tidak memiliki akal. Orang lebih memilih sapi gila dari pada orang gila.

Suatu hari datanglah seorang perempuan muda , 16 tahun, ke Pengadilan Agama, sambil menggendong anaknya. Ia mengajukan talak gugat karena sang suami menghilang tak tentu rimbanya. Perempuan ini ternyata sudah menikah di usia 14 tahun dengan mendapat dispensasi nikah. Tragis, ia harus menjadi janda anak satu di usia 16 tahun.

Di lain hari datanglah seorang bapak yang mengajukan itsbat nikah dengan istri keduanya. Rupanya ia telah berpoligami dengan tanpa izin dari istri pertama. Akhirnya, Pengadilan agama menolak permohonannya karena poligaminya tidak memenuhi syarat yang sudah di atur negara. Tragis, istri kedua tidak mendapatkan legalitas.

Dua masalah di atas adalah gambaran nyata tentang kurangnya menghargai akal sehat. Kasus pertama menggambarkan sembrononya sesorang bapak. Ia menikahkan putrinya di usia 14 tahun . Mungkin ia memiliki beberapa alasan. Misalkan, supaya tanggung jawab orang tua segera berpindah kepada suaminya. Dengan demikian beban nafkah sudah berkurang dari pundaknya. Tetapi si bapak kurang berfikir jauh. Pernikahan usia muda sangat rentan perceraian. Psikologi anak remaja cenderung labil dalam menyelesaikan persoalan rumah tangga. Ego dan emosinya lebih mengemuka dari pada rasionalitasnya. Bila sudah terjadi perceraian maka korbannya adalah si perempuan dan anaknya. Si janda muda kembali menjadi beban bagi orang tuanya. Bahkan kini bebannya bertambah dengan hadirnya anak.

Kasus kedua juga menyatakan dengan jelas bahwa korban dari nikah sirri adalah perempuan dan anak-anak. Begitu pengadilan menolak mengesahkan itsbat nikah maka otomatis mereka tidak memiliki buku nikah. Akibatnya anak sulit untuk memiliki akta kelahiran. Mereka harus mengajukan ke Pengadilan Agama tentang pengesahan asal-usul anak. Setelah itu baru mendaftarkan ke pengadilan negeri bila menghendaki akta kelahiran.

Dalam menikahkan anak maka pertimbangan akal sehat harus dikedepankan. Kesiapan mental calon suami dan istri adalah syarat pertama yang niscaya. Kesiapan mental erat kaitannya dengan umur dan materi. Umur pemuda untuk siap menikah idealnya di atas 20 tahun. Jangan pula mengabaikan kesiapan calon suami untuk menafkahi istrinya lahir batin. Mengabaikan mental sama halnya menyongsong nasib yang memilukan. Sayogyanya, negara membuat regulasi dengan mewajibkan calon suami dan calon istri mengikuti pelatihan membina rumahnya. Sertifikat pelatihan itu menjadi syarat mutlak suatu pernikahan. Mari kita renungkan : Seorang calon dokter harus di didik bertahun-tahun sebelum praktek. Seorang tentara harus menjalani pendidikan sebelum bertugas. Tapi seorang calon bapak dan ibu tidak pernah di didik hal – ihwal rumah tangga padahal mereka adalah guru pertama bagi anak-anaknya. Akibatnya mereka membina rumah tangganya sejadi-jadinya. Mereka mendidik anak juga sebisa-bisanya. Mereka menggunakan managemen “ menaruh tas”. Pagi diantar ke sekolah dan siangnya di jemput. Antar jemput anak ini tidak dibarengi pendidikan di rumah.

Pun berpoligami. Mengabaikan restu dari istri pertama hanya menjadi bomerang. Sang istri pertama biasanya akan memberi izin bila alasannya masuk akal. Misalnya sang istri tak subur atau berpenyakit. Bila tanpa izin istri pertama maka bisa di duga poligaminya karena menuruti rasa bosan. Mungkin Ia tidak sadar bahwa dunia adalah tempatnya bosan.

Contoh lain manusia yang tidak menghargai akal sehat adalah pencuri, perampok, penjudi, koruptor dan calo tiket. Mereka mencari uang panas untuk anak istrinya. Begitu tega mereka mengotori darah dan daging istri dan anaknya dengan makanan ber-ulat. Jangan heran bila nanti anak-anaknya tidak menghargai bapaknya karena bapaknya juga tidak menyayangi anaknya. Jangan berharap anaknya koruptor dan calo tiket bisa mewarnai kehidupan masyarakat. Alih-alih menyebarkan bau harum, sangat mungkin mereka akan menghitamkan nama keluarga seperti bapaknya.

Mari menggunakan akal sehat, insya Allah selamat.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean