Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Caleg dan Rakyat
Harus Menjalani Cuci Otak

Caleg dan Rakyat
Harus Menjalani Cuci Otak

Posted by Media Bawean on Sabtu, 11 Mei 2013

Oleh : Baharuddin (Dosen STAIHA Bawean)

Pemilihan Umum (Pemilu) 2014 masih 11 bulan lagi. Komisi Pemilihan Umum (Pusat maupun daerah) masih menelisik berkas bakal calon anggota legislatif (Bacaleg). Itu berarti daftar calon tetap masih belum ditentukan. Tapi para bacaleg itu sudah gentayangan menjajakan dirinya. Bahkan, pendaftaran bacaleg saja belum dimulai sudah ada yang memasang spanduk disejumlah jalan memohon restu. Lalu rakyat telah bersiap-siap menyambut mereka dengan kalimat : “wani piro” (baca tulisan Abd. Basit, Dewan Cap Jadul Wani Piro, Media Bawean). “Wani piro” bermakna berapa caleg berani membayar sebagai ganti dari suara yang diberikan kepadanya. Di sebuah desa – masih di Bawean – masyarakatnya punya ungkapan : “Lebih baik diberi telor hari ini dari pada diberi daging besok pagi” bermakna, berapapun jumlah uang yang diberikan caleg akan lebih baik dari pada diberi janji-janji jika terpilih kelak.

Indonesia adalah negara miskin yang paling banyak pemilu nya : pemilihan presiden, pemilihan anggota DPR RI, DPD, DPRD Propinsi, DPRD Kabupaten/Kota, pemilihan gubernur, pemilihan bupati/walikota, pemilihan kepala desa sampai kepada pemlihan kepala dusun. Jika pemilihan tersebut dilakukan dengan transaksional (baca : suap), orang bodohpun bisa jadi pemimpin asalakan punya banyak uang. Maka hadis nabi pun akan berlaku : “Suatu urusan yang tidak ditangani oleh ahlinya, tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).

Manusia adalah binatang berkelompok (Aristotels), manusia adalah srigala bagi srigala yang lain (Thomas Hobes), manusia adalah hewan yang berbicara (ungkapan arab). Maka untuk mengetahui kualitas kebinatangan manusia, salah satunya pada saat pemilu. Ayam hanya makan padi-padian, macan hanya makan daging dan sapi hanya makan rumput-rumputan. Taipi pada saat pemilu, manusia bisa makan apa saja : uang, semen, pakaian dan lain-lain. Itu bermakna, “mereka lebih sesat dari binatang” (QS :3- 54)

Bagi caleg, uang itu penting. Tapi pentasarrufannya tidak boleh menghalalkan segala cara. Ada money politic dan ongkos politik. Money politic diberikan untuk merubah nurani pemilih agar memilih sang caleg. Ini jelas haram hukumnya. Sedangkan ongkos politik dikeluarkan untuk biaya kampanye seperti menyewa terop, pengeras suara, membuat banner dan lain-lain.

Di Amerika Serikat, ongkos politik dibiayai oleh rakyat, bukan keluar dari kocek sang Calon. Pada Pemilihan Presiden tanggal 5 Nopember 2012 yang lalu, Obama (partai Demokrat) mendapatkan sumbangan dari pendukungnya 181 juta Dolar, Sedangkan saingannya, Mitt Romney (partai Republik) mampu mengumpulkan dana 170 juta. Di Indonesia (baca Bawean) justru rakyat yang “memeras” sang Calon. Hal itu dilakukan karena berpendapat setelah terpilih anggota dewan akan melupakan mereka, bahkan hidup elitis tidak populis.

Mencari pemimpin dengan sistem demokrasi adalah produk barat. Ketika rakyat lapar, bodoh dan serakah, demokrasi tidak mungkin jalan. Ketika Aristotels (300 tahun sebelum masehi) ditanya oleh muridnya, apakah sistem demokrasi itu baik, dia menjawab :”Tidak. Tapi setidaknya sistem itu dapat mengeliminir dampak negatif sampai ditemukannya sistem yang lebih baik”. Sampai saat ini sistem itu masih debatebel.

Kepada rakyat perlu diingatkan bahwa mencari pemimpin tidak hanya menilai dan menimbang, melainkan harus menilai-nilai dan menimbang-menimbang, antara lain menelisik jejak rekam masa lalu sang caleg. Caleg harus kompeten, punya skill dan attitude (perilaku yang baik). Kreteria Imam Gazali : Mereka adalah orang yang tahu, dan dia tahu bahwa dirinya itu tahu (rajulun yadri wayadri annahu yadri). Sebagai pemilih, rakyat juga harus tahu tentang tugas pokok dan fungsi anggota legislatif : Budgeting (menentukan anggaran), controling (pengawasan) dan regulasi (membuat peraturan). Sebagai illustrasi dapat penulis contohkan bahwa, ketika warga Bawean terkatung-katung di Gresik dan atau Bawean karena tidak adanya kapal, maka tugas dewan bukan mencari kapal ke sejumlah pelabuhan, melainkan membuat peraturan (regulasi), misalnya regulasi tentang pendirian Bada Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam bidang pelayaran, lalu menyusun anggarannya dan melakukan pengawasan terhadap eksekutif apakah sudah dilaksanakan dengan benar atau tidak.

Kepada caleg perlu diingatkan bahwa berkampanye itu bukan menawarkan uang, sembako, sarung, mukena dan bahan-bahan bangunan, melainkan menjajakan gagasan-gagasan besar dan cerdas untuk melakukan perubahan menuju yang lebih baik.

Cuci otak (brain wash) perlu segera dilakukan oleh para penjaga moral. Ormas keagamaan seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah hendaknya berada digarda paling depan untuk membangun ahlak mereka, bukan malah menjadi instrumen dari kerusakan moral itu sendiri.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean