Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Sesat Pikir Ritual- Isme

Sesat Pikir Ritual- Isme

Posted by Media Bawean on Senin, 08 Juli 2013

Media Bawean, 8 Juli 2013

Oleh : Ali Asyhar, 
Wakil Ketua PCNU Bawean 
dan Dosen STAIHA 

Adalah Kyai Ahmad Dahlan Yang tiap bakda subuh mengaji bersama jamaahnya. Beliau selalu mengulang-ngulang surat al-Ma’un dan mengajak para jamaah untuk mengamalkannya. Dimintanya para jamaah untuk mencari fakir miskin dan anak yatim. Lalu diajak ke rumah untuk dimandikan, diberi sabun dan pakaian yang layak. Tak lupa mereka diberi makanan. Ajakan ini bukan tanpa sebab. Ahmad Dahlan memandang bahwa umat islam sudah terjangkiti penyakit kronis “ ritualisme”. Yakni mengedepankan ritual ibadah semata namun abai dengan kondisi para tetangga dan kerabat yang papa. Anak yatim dan orang miskin dibiarkan tanpa uluran tangan. Kata al-Quran merekalah para penipu agama.

Demi merealisasikan gagasan besar ini maka persyarikatan Muhamadiyah mendirikan panti asuhan dan rumah sakit. Gerakan ini terasa spektakuler pada masanya karena belum ada organisasi pergerakan yang memulai. Jamaknya organisasi di awal abad 20 baru meraba wajah ideologinya. Apakah nasionalisme dengan embel-embel koperatif ataukah non koperatif.

Seirama dengan Kyai Ahmad Dahlan di Yogyakarta Hadratusyaikh Hasyim Asy’ari juga mengamalkan hal sama. Tiap pagi Mbah Hasyim selalu pergi ke sawahnya. Perjalanan pulang pergi ini digunakannya untuk melihat keadaan warga. Bila dilihatnya warga yang papa maka beliau segera menyuruh santrinya untuk mengirimkan bantuan dengan segera.

Suatu ketika Mbah Hasyim murka saat mendengar kabar ada seorang mursyid tarikat di Jombang yang berperilaku aneh. Si Mursyid ini jarang keluar rumah. Bila keluar rumah ia sering memaki-maki kepada orang yang lewat. Tak segan ia meminta sedekah kepada para jamaahnya dan siapapun yang dijumpainya.

Mbah Hasyim segera mendatangi rumah si mursyid ini. Namun si mursyid tak mau muncul dan hanya istrinya yang keluar. Segera Mbah Hasyim berteriak lantang “ Kalau engkau tak mau keluar maka aku yang akan masuk ke dalam. Perilakumu sudah menyesatkan umat”. Setelah si Mursyid keluar maka meluncurlah nasehat Mbah Hasyim “ Wahai saudaraku. Teladan kita adalah Kanjeng Nabi Muhamad. Beliau mengajarkan tauhid, syariat dan makrifat secara utuh. Nabi menjalankan syariat dengan sempurna. Nabi tak pernah berperilaku aneh-aneh. Lalu siapakah yang engkau tiru? Aku mendengar engkau jarang menampakkan diri. Engkau sering memaki siapapun sesukamu. Engkau sering meminta sedekah kepada para jamaahmu? Benarkah itu saudaraku? Apakah dengan berperilaku aneh itu supaya orang segera menyebutmu wali? Berhentilah saudaraku. Aku Hasyim Asy’ari Tebuireng berkewajiban mengingatkanmu sebagai sesama muslim”. Konon, tak lama setelah itu sang mursyid menghentikan keanehannya.

REALITA KEKINIAN

Cukup mudah untuk mengetahui apakah kita tergolong orang yang mengabaikan fakir miskin dan anak yatim atau sebaliknya. Caranya mari kita bertanya kepada diri kita masing-masing apakah kita tahu jumlah fakir miskin dan anak yatim di kampung kita? Bila kita tahu jumlahnya saja berarti ada indikasi kita memiliki niat untuk memperhatikannya. Bila jumlahnya saja kita tidak tahu maka kita-lah sang pendusta agama itu. Alih-alih memperhatikan, jumlahnya saja kita tidak tahu.

Tak usah menyumpah serapah Joko Susilo yang koruptor itu. Tak usah jijik dengan Ahmad Fathanah yang ganjen itu. Pun tak usah gusar bila ada seorang polisi di Maumere Papua dengan pangkat serendah Aiptu telah memiliki rekening hampir 1 trilyun dari bisnis gelap BBM. Derajat mereka yang hina itu sama dengan kita yang mendustakan agama.

Penyakit cuekisme adalah akibat pandangan sesat terhadap cara beragama. Banyak yang berpandangan bahwa orang shaleh adalah orang yang ritualnya benar-benar 100 persen. Sembahyang lima waktu, puasa Ramadlan lengkap, membaca al-Quran rutin, gemar shalat sunah, zakatnya penuh serta berhaji dan umrah bolak balik. Masih ditambah dengan atribut ke-shaleh-an yang lain. Yaitu gemar memakai gamis putih dan serban, tasbih selalu berputar di tangan. Tak lupa jenggot tebal maupun tipis yang selalu klimis dengan bau minyak wangi mahal yang semerbak. Tipe orang inilah di mata masyarakat yang diberi merek “ orang shaleh”. Masyarakat belum beranjak pandangannya tentang islam yang kaffah. Islam yang seimbang antara ritual dan social.

Padahal Nabi pernah terburu-buru meninggalkan masjid setelah shalat tanpa wiridan lebih dulu hanya untuk bersedekah. Beliau lupa belum mendermakan dirhamnya. Setelah berderma baru Nabi kembali untuk melanjutkan wiridnya. Ketika Madinah dan sekitarnya dilanda kekeringan hebat maka khalifah Umar bin Khathab meminta bantuan kepada Gubernur Mesir ‘Amr bin ‘Ash. Segera Amr mengirimkan beribu-ribu unta penuh muatan. Unta terdepan sudah sampai Madinah sementara unta terakhir masih berada di Mesir. Madinah luput dari bahaya kelaparan masal. Beginilah ajaran islam.

AJAKAN

Mari keluar rumah untuk menengok sesama. Tasbih kita yang terus berputar itu juga harus digunakan untuk menghitung berapa jumlah fakir miskin dan anak yatim. Masjid kita memang tidak boleh sepi dari bacaan Quran tetapi masjid juga harus dipakai untuk berembug tentang bagaimana caranya menyantuni orang-orang lemah itu. Para kyai tidak dilarang memakai yang mahal-mahal namun setelah rintihan-rintihan himpitan hidup fakir miskin lenyap.

Habib Mohamad Hasan Baharun Raci memberi teladan indah. Beliau sering menyusuri jalan-jalan di Kota Pasuruan tengah malam. Beliau mendekati para pengemis yang meringkuk tertidur di trotoar lalu meletakkan sejumlah uang didekatnya tanpa membangunkanya. Kebiasaan ini beliau jalani hingga Allah memanggilnya.

Akhirnya, selamat menyongsong Ramadlan. Bulan social dan ritual. Semoga bukan hanya lapar dan dahaga yang kita raih.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean