Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Pelajaran KH. Ahmad Dahlan
Tentang Falsafah Ajaran Islam

Pelajaran KH. Ahmad Dahlan
Tentang Falsafah Ajaran Islam

Posted by Media Bawean on Rabu, 15 Oktober 2014

Media Bawean, 15 Oktober 2014

7 Falsafah Ajaran & 17 Kelompok Ayat Al-Qur’an

Oleh :Eklis Dinika 
Ketua Aisyiyah dan Dosen STAIHA BAWEAN

Sebelum saya menyampaikan pelajaran dari Kyai Dahlan tentunya tidak berlebihan dong jika saya menceritakan sedikit tentang kitab-kitab yang mengisi jiwa beliau. Pada mulanya kitab-kitab yang dipelajari oleh beliau adalah kitab-kitab yang biasa dipelajari oleh kebanyakan Ulama di Indonesia dan Ulama Mekkah. Misalnya, dalam ilmu ‘Aqaid ialah kitab-kitab yang beraliran Ahlus Sunnah wal Jama’ah, Ilmu Fiqh menggunakan kitab-kitab dari Madzhab Syafi’iyyah, dan dalam hal tasawuf merujuk kepada Imam Al-Ghazali, tetapi masih banyak kitab-kitab dan hadist beliau yang tidak perlu saya sebut satu per satu di sini.

Fatwa Kyai Haji Ahmad Dahlan rahimahullahu ta’ala : “Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali, untuk bertaruh:sesudah mati, akan mendapat kebahagiaankah atau kesengsaraankah?”

Seringkali beliau mengutarakan perkataan Ulama: (Manusia itu semuanya mati (mati perasaannya) kecuali para Ulama, yaitu orang-orang yang berilmu. Dan Ulama-ulama itu dalam kebingungan, kecuali mereka yang beramal. Dan mereka yang beramalpun semuanya dalam kekhawatiran kecuali mereka yang ikhlas atau bersih).

Berbicara ikhlas, adakah saat ini orang-orang yang benar-benar ikhlas? Coba buktikan, pikirkan, dan lihatlah secara nyata bahwa manusia selalu merasa kurang dengan apa yang di raihnya dan selalu tertarik dengan kenikmatan duniawi hingga mereka lupa akan nasibnya di kemudian hari yaitu ketika ajal menjemputnya.

Kebanyakan diantara manusia tidak memikirkan ketika mereka mati karena terbuai dan tergila-gila dengan kesenangan hingga perasaannya mmenjadi mati dalam artian tidak bisa berpikir bagaimana nasibnya di kemudian hari, bahagiakah atau sengsarakah.

Saudara, ada orang membuat suatu perumpamaan: Hidup manusia adalah seperti orang yang berdiri di atas pagar sumur. Tanah di bawahnya telah rebah, sedang di dalam sumur itu ada seekor ular yang sangat besar. Orang yang berdiri dipagar sumur itu tidak mengetahui bahwa dia dalam keadaan yang memprihatinkan, karena berpegang pada tali timba yang hampir putus digerogoti tikus. Saudara, apa yang terjadi jika tali itu putus?. Jika hal itu terjadi sudah barang tentu dia akan jatuh ke dalam sumur menjadi mangsa atau santapan ular yang sangat besar tadi. Tapi saudara, orang tersebut tidak sadar kalau dirinya terancam bahaya karena wajahnya menengadah ke atas sambil lidahnya menjilati madu, dalam hatinya hanya terlintas manisnya madu, lengah bahwa tali yang di pegangnya itu akan putus, lupa bahwa dia berada di atas sumur yang di dalamnya terdapat seekor ular yang sangat besar.

Saudara, begitulah gambaran hidup di dunia. Manusia hanya tertarik merasakan manis dan lezatnya madu lupa pada tali yang di pegangnya akan putus. Artinya, manusia lupa bahwa bertambah hari, makin berkurang umurnya, dan semakin dekat akan kematian. Keadaan sumur itu menjadi gambaran bahwa di dalam sumur ada ular yang sangat besar itu artinya bahwa di dalam hidup itu ada bahaya yang sangat besar.

Saudara, hidup di dunia hanya sekali buat tebakan, dan buat taruhan mengapa demikian? Jelasnya demikian:Golongan orang-orang yang belum mendapat ajaran agama, atau menolak ajaran agama, mereka beranggapan bahwa manusia jika telah mati maka akan menjadi tanah, tidak akan menemui kejadian apapun, tidak ada pengusutan dan tidak ada pembalas, pahala atau hukuman. Sedangkan menurut ajaran para Nabi, para Rasul dan terutama ajaran Nabi Besar Muhammad Saw bahwa manusia itu ada asal usulnya, setelah mereka mati akan menerima akibat tingkah lakunya, akan diusut perbuatannya, akan ada pembalasan, pahala atau hukuman sesuai dengan amal ibadahnya ketika hidup di dunia.

Berkaitan dengan pelajaran pertama ini, di dekat meja tulis Kyai Ahmad Dahlan, terpampang papan tulis yang di situ tertulis sebuah peringatan khusus untuk beliau sendiri yang selalu diperhatikan siang-malam. Peringatan khusus dalam bahasa Arab yang artinya: (Hai Dahlan! Sungguh bahaya yang menyusahkan itu terlalu besar, demikian pula perkara-perkara yang mengejutkan di depanmu, dan pasti engkau akan menemui kenyataan demikian itu. Mungkin engkau selamat, tetapi juga mungkin tewas menemui bahaya. Hai Dahlan, coba bayangkanlah seolah-olah badanmu sendiri hanya berhadapan dengan Allah saja, dan di hadpanmu ada bahaya maut, peradilan, hisab atau pemeriksaaan, surga dan neraka. (Hitungan yang akhir itulah yang menentukan nasibmu). Dan pikirkanlah, renungkanlah apa-apa yang mendekati engkau dari pada sesuatu yang ada di mukamu (bahaya) dan tinggalkanlah selainnya itu.

Ketika teman-teman Kyai Dahlan sedang berkumpul, beliau memberikan peringatan sebagai berikut. “Lengah, kalau sampai terlanjur terus-menerus lengah, tentu akan sengsara di dunia dan akhirat, Maka dari itu jangan sampai lengah, kita harus berhati-hati. Sedangkan orang yang mencari kemuliaan di dunia saja, kalau hanya seenaknya, tidak bersungguh-sungguh, tidak akan berhasil, apalagi mencari keselamatan dan kemuliaan di akhirat. Kalau hanya seenaknya, sungguh tidak akan berhasil.”

Pada suatu hari Kyai Dahlan memberi fatwa demikian. “ Bermacam-macam corak ragamnya mereka mengajukan pertanyaan soal-soal agama. Tetapi tidak ada satupun yang mengajukan pertanyaan demikian: Harus bagaimanakah supaya diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa?”

Pernyataan Kyai Dahlan: “Orang yang sedang tersangkut perkara kriminal, dia takut akan dijatuhi hukuman penjara. Menunggu-nunanggu putusan Hakim Pengadilan Negeri, karena takut hukuman penjara. Siang dan malam selalu termenung, sampai makan tidak enak, tidur tidak nyenyak. Selalu gelisah, dan kesana kemari mencari advokat atau pokrol”.

Saudara, tentu saja orang mukmin yang takut akan bahaya maut, takut akan diusut perbuatannya, takut akan dipautus perkaranya, takut akan adanya pembalasan berupa siksa atau hukuman sudah barang tentu mereka kebingungan mencari usaha bagaimana caranya mendapat keselamatan, harus kemana-mana bertanya dan bertanya bagaimana upaya mendapat keselamatan.Tidak cukup hanya mengira-ngira dan diputusi sendiri. Ingatlah: “Hanya sekali hidup di dunia untuk bartaruh”. (Alhamdulillah, tunggulah lanjutannya di pelajaran kedua bagian-2)

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean