Bahasa daerah
menjadi salah satu identitas
bagi masyarakat daerah tersebut. Seperti bahasa asli
Bawean yang menunjukkan
penggunanya merupakan
warga Bawean. “Kenyataannya sekarang bahasa Bawean
mulai ditinggalkan, sehingga
perlu dilakukan langkah untuk melestarikannya,” kata
Tim peneliti bahasa Bawean,
Dr Sri Wiryani Budi Utami
dari Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Air Langga Surabaya, Senin (30/11).
Wiryani yang didampingi
Rindu Parulian Simanjuntak
dan peneliti bahasa dari
Amerika Serikat Luke Samoff dari Amerika Serikat
mengatakan anak-anak Bawean sudah tidak menggunakan bahasa Bawean halus
atau sudah mulai bergeser
penggunaannya bahasa Indonesia.
Rindu menjelaskan berdasar hasil penelitian sebanyak
4 desa di Pulau Bawean, yaitu
desa Daun, desa Balikterus,
desa Paromaan, dan desa Gunungteguh, penggunaan bahasa asli Pulau Bawean sudah
bergeser. “Seperti anak-anak
sudah dominan menggunakan
bahasa level 2 ataupun ditemukan penggunaan bahasa
Bawean yang cenderung kasar, dan juga sebagian berbahasa Indonesia,”katanya.
Lebih lanjut Rindu mengajak kepada masyarakat
Pulau Bawean untuk mempertahankan bahasa asli agar
tetap dipertahankan dan dilestarikan. “Untuk melestarikannya bisa dengan menggelar lomba cerita Bawean,
lomba menulis lirik lagu Bawean ataupun lomba pidato
berbahasa Bawean,”ujarnya.
Mereka menjelaskan kedatangannya ke Pulau Bawean
untuk menunjukkan kepada
masyarakat perlunya melestarikan bahasa sebagai identitas masyarakat Pulau Bawean sendiri. Selanjutnya akan
dilakukan tahapan penelitian
yang lebih lanjut untuk merevitalisasi bahasa Bawean yang
kuat dimana saja mereka
berada. “Sehubungan merantau sudah menjadi tradisi
bagi masyarakat Pulau Bawean,”pungkasnya. (bst)