Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Lebaran Kapitalisme

Lebaran Kapitalisme

Posted by Media Bawean on Jumat, 08 Juli 2016


Oleh : Imam Ghozali (Penasehat Bawean Foundation)

Di sebuah dialog kecil oleh sebagian anak kecil di senja romadhon dan awal syawal.
Nemo ; mon, kau besok pake baju apa?
Emon: biasalaah semuanya brandit. Baju merk benhill, celana levis, tas kulit crocodile, sepatu fantovel dari adidas, sandal harley davidson. Kendaraan ferari keluaran terbaru
Nemos : Kalau aku tak jauh dari emon laa
Mona ; Kalau aku siih cuma pake apa yang dipakai princess syahrini
Monza : kalo aku busana da pasti baru, brow. tapi yang kendaraannya tuu paling berasa viksion, ninja atau moge laa
Komeng : kalau aku beli kembang api saja senilai 10 jutaan

Ini cerita fiktif yang setidaknya menjadi icon lebaran di pulau, meski tak semewah ilustrasi diatas. Kompetisi sosial dimulai dengan penunjukan simbol simbol sosial, status dan bahkan kelas kelas.

Menariknya fenomena ini, memunculkan beberapa filosofi lebaran di kampung kami. Pertama, Betapa humanisasi of system masih sangat kental di tengah kehidupan yang h makin kompetitif. Karna ziarah, silaturrahim dan tasyarrufuzzakat masih mewarnai bahkan cenderung meningkat.

Kedua, sisi lain lebaran di negeri ini masih bersifat kapital. Anda bayangkan untuk petasan dan kembang api saja sirkulasi uang tidak akan jauh dari angka puluhan juta. Ternyata meriah itu mahal.

Ketiga, setiap kelompok kecil keluarga membentuk pola sosialnya sendiri. Ada Yg berwisata dg keluarga besar lengkap dengan aset yang dipunya. Kelas sederhana bermotor ria mengular dijalanan. Yang menarik kelompok kecil ini terkadang berseragam tak ubahnya jamaah haji dan umroh penanda status sosial masing masing kelompok.

Konsentrasi tulisan ini sebetulnya mengimpikan kapan pengeloaan zakat lebih bersifat kesinambungan di tengah cengkeraman kapitalisme. Dengan demikian saat kapitalisme menunjukkan taringnya di tengah suasana fitri kita dapat menyeimbangkan kegembiraan kecil kepada mereka yang tidak berdaya. Praktek zakat kita bersifat insidental dan kondisional, mola mare ye mare.

Pemberdayaan mereka temporer dalam bentuk kebahagiaan sesaat. PEMBERDAYAAN YANG PALING IDEAL ADALAH MEMBERDAYAKAN NILAI NILAI KEMANUSIAAN MEREKA YANG TIDAK BERDAYA LEBIH BERMARTABAT DI HADAPAN ORANG LAIN MELALUI SYSTEM ZAKAT YANG MEBERDAYAKAN" ada banyak lembaga yang harus didukung untuk program kerja jangka panjang ini seperti Bawean Foundation dan lembaga lain yang ada.

"Tidak beriman denganku, kata Nabi, orang yang dirinya berlebihan sementara tetangganya kekurangan"
Wallahu a'lam bissawab

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean