Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Kesalah Kaprahan Visualisasi Sosok Kartini

Kesalah Kaprahan Visualisasi Sosok Kartini

Posted by Media Bawean on Senin, 24 April 2017


Oleh: HOSOSIYAH (Anggota PKK Desa Sungairujing)

Pendekar wanita yang namanya tetap harum hingga zaman mutaakhir ini adalah sosok ”ibu bangsa” yang berhasil mengangkat harkat dan martabat kaum wanita yakni Raden Ajeng Kartini. Pemilik nama kecil “Trinil” sebagai burung yang lincah atau “Krikil” yang banyak gerak ini dilahirkan di daerah Kecamatan Mayong Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah pada hari Senin Pahing tanggal 21 April 1879 M, bertepatan dengan bulan Rabiul Akhir 1138 H. Di Mayong inilah Raden Mas Adipati Sosroningrat bertemu jodoh dengan anak KH. Modirono dengan seorang istri Nyai Hj. Siti Aminah yang bernama Ngasirah. Dari perkawinannya dengan Ibu Ngasirah, Raden Mas Adipati Sosroningrat dikarunia delapan anak yakni Raden Mas Sosroningrat, Pangeran Adipati Sosrobusono, Drs. Raden Mas Sosrokartono, Raden Ajeng Kartini, Raden Ajeng Kardinah, Raden Mas Sosro Muljono, Raden Ajeng Sumatri, dan Raden Mas Sosrorawito. Sedangkan pernikahan Raden Mas Adipati Sosroningrat dengan permaisuri asal Madura Raden Ajeng Moerjam putri RMT Citrowikromo dikarunia tiga anak yakni Raden Ajeng Sulastri, Raden Ajeng Rukmini, dan Raden Ajeng Kartinah.

Kartini yang terlahir dari seorang selir atau istri kedua dari Raden Mas Adipati Sosroningrat merupakan cucu dari seorang kiai. Ibu ngasirah benar-benar menjadi princes dari luar keraton atau berdarah bangsawan setelah dipersunting oleh Raden Mas Adipati Sosroningrat. Silsilah dari orang tua ibunya kurang mendapat porsi keterangan biografi dan kesejarahan sehingga sosok Kartini dikesankan sebagai priyai padahal juga berdarah kiai. Siapa gerangan yang tidak akan tercengang bila seorang Kartini membaca kitab Wulangreh, Kitab Serat Centini (ilmu ketuhanan atau teologi, red), dan sebagainya. Bahkan ayah Kartini, Raden Mas Adipati Sosroningrat mendatangkan guru ngaji privat untuk mendidik putra-putrinya. Pandangan Raden Mas Adipati Sosroningrat bahwa kebahagian itu bukan hanya di dunia saja melainkan juga terdapat kebahagian di akhirat kelak. Semua itu hanya bisa ditempuh dengan penguasaan ilmu pengetahuan baik ilmu umum dan ilmu agama. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sosok Kartini yang setiap tahun diperingati hari kelahirannya dengan salah satu kegiatan lomba pemiripan wajah semata telah terjerumus ke dalam kesalah kaprahan dalam visualisasi sosok Kartini yang sejatinya.

Selain curahan pendidikan keagamaan yang telah menempa kepribadian seorang Kartini di dalam masa pingitan, Kartini gadis juga mendapat pelajaran masak-memasak, menjahit atau membordir serta merenda. Keterampilan itu juga menjadi bekal bila kelak Kartini hidup berkeluarga. Kungkungan adat dan prilaku feodalisme “positif” menurut nilai dalam kehidupan keraton telah membentuk kepribadian seorang Kartini yang taat dan patuh menjalani kehidupan keprotokoleran yang serba diatur. Sampai berjalan di depan orang tua atau elit keraton harus merunduk-runduk sambil mengendap-ngendap. Kartinilah yang mencoba sedikit mengubah tatanan adat istiadat yang dianggap terlalu berlebihan. Walau demikian, Kartini tetap memosisikan diri sebagai seorang anak yang patuh dan taat kepada perintah kedua orang tua serta taat beribadah. Di masa pingitan sebagai tuntutan adat setempat, Kartini tetap membiasakan diri menerapkan budaya literasi yani budaya baca dan menulis. Sebagai seorang wanita pertama yang hanya mampu mengenyam pendidikan kelas rendah yakni kelas 2 Sekolah Belanda, namun kepandaian menulis surat dalam meluapkan ide-ide gresnya patut menjadi teladan. Di usia muda seorang Kartini sudah harus masuk masa “pingitan”. Lalu, dipinang oleh seorang bupati yang sudah berstatus duda beranak lebih dari satu. Mungkin inilah jiwa menerima kenyataan yang harus dijalaninya dengan tabah hati.

Di usia remajanya, kartini terkenal sebagai sosok pekerja keras yang tidak pernah mengenal lelah. Beberapa sekolah berbasis kewanitaan didirikannya dengan kondisi segelintir anak murid dari kaum wanita. Kartini sadar bahwa wanita itu merupakan tiang Negara. Jika pemikiran dan pendidikan kaum wanita di negeri ini maju, tentu negari ini akan bisa menjunjung kehormatan bangsa di tengah kehidupan global. Wanita Indonesia menurut Kartini, janganlah hendaknya seperti tanah liat yang boleh dibentuk-bentuk sekehendak hati orang (Tashadi: 1986:75). Oleh karena itu jiwanya selalu menginginkan kebebasan, tidak mau diikat dan dikekang. Di zaman itu pula marak di mana-mana terjadi kawin paksa dan kawin kanak-kanak (pernikahan dini, red). Termasuk zaman itu sering terjadi sistem “permaduan”, dalam istilah populernya poligami terselubung. Untung saja Kartini telah melewati usia dini karena selalu sibuk memikirkan nasib kaumnya. Kartini baru menikah di usia 27 tahun yakni pada tanggal 8 Nopember 1903. Sekejap setelah menikah dan dikarunia satu anak bernama Susasalit, lima hari kemudian Raden Ayu Kartini meregang nyawa karena menderita penyakit ginjal pada tanggal 17 September 1904. Sejak tahun 1904 hingga 1964, tepatnya pada tanggal 3 Agustus 1964 jam 10:00 di pendapa DPRD-GR Semarang diadakan upacara khidmat penyerahan surat keputusan Presiden RI No. 108 tanggal 2 Mei 1964 tentang pengangkatan RA Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional, kepada ahli waris, yang diwakili oleh RA Kardinah Reksonegoro adik kandung RA Kartini. Betapa jauh jarak penganugerahan dari seorang perintis pejuang emansipasi kaum wanita sejak wafatnya hingga dikeluarkannya surat keputusan sebagai pahlawan. (gelar anumerta).

Bagaimana dengan peringatan Hari Kartini saat ini? Apabila dianalogikan dengan pahlawan lainnya, satu-satunya hari kebesaran kelahiran yang dipakai sebagai atribut hari hanya kelahiran Kartini. Hal ini sungguh istimewa bila dibandingkan dengan hari pahlawan Kemerdekaan Nasional lainnya. Namun, sangat disayangkan dalam peringatannya telah disalah kaprahkan dalam even-even lomba pemilihan Kartini umumnya hanya didasarkan pada kemiripan bentuk rupa dan fisik. Bentuk mukanya yang bulat, letak matanya yang agak meninggalkan rongganya serta bentuk hidung yang tinggi mancung dan tipis (tidak “mergeng”,red). Kesemua ciri-ciri itu menunjukkan ciri-ciri yang dimiliki oleh golongan bangsawan. Yaitu para bangsawan Jawa yang berasal dari Solo dan Jogya.(Tashaadi: 1986:19).

Semestinya untuk kegiatan peringatan Hari Kartini yang dirayakan serentak di seluruh nusantara hendaknya tetap mengacu pada biografi dan kesejarahan yang sinkron dengan sosok Kartini yang sebenarnya. Mulai pandai dalam kegiatan rumah tangga seperti, memasak, menjahit, membaca dan menulis dengan dasar kecerdasan holistik. Barulah akhirnya ditemukan sosok penerus pejuang emansipasi kaum wanita yang sejatinya. Peringatan Hari Kartini dirayakan oleh seluruh lembaga mulai dari PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) hingga Perguruan Tinggi, Lembaga atau Instnsi pemerintah dan swasta, serta perkumpulan lainnya. Ongkos peringatan cukup besar dengan mengeluarkan biaya personal yang tidak sedikit. Seperti biaya sewa atau pengadaan baju kebaya lengkap dengan segala asesorisnya, biaya masuk salon kecantikan untuk berdandan hingga biaya transport pengarakan atau parade pada sekolah-sekolah kelas rendah. Sayang sungguh sayang bila dalam pemilihan sosok Kartini muda hanya didasarkan pada kemiripan wajah semata. Benar-benar hal ini sebuah kesalah kaprahan dalam perayaannya. Selamat Hari Kartini !

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean