Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Kekeramatan Kampung Keramat

Kekeramatan Kampung Keramat

Posted by Media Bawean on Senin, 18 Juni 2018


Oleh: Sugriyanto (Pakar Seni dan Bahasa Bawean)

Beberapa tahun silam pernah dibincangkan di stasiun televisi nasional TV One dan majalah Gatra tentang ditemukannya makam Sunan Bonang (Maulana Makdum Ibrahim) di Kampung Keramat Tambak Gresik Jawa Timur. Sampai pada titik simpulan akhir terdapat tiga makam Sunan Bonang yakni di Tuban Jawa Timur, Lasem Jawa Tengah, dan Pulau Bawean Gresik Jawa Timur. Berita menggemparkan itu terekam lewat USB TV tuner dari stasiun TV One ke sebuah laptop. Hasil rekaman itu selalu menarik untuk disimak karena pendapat dan alasan yang diutarakan sama-sama menguatkan. Di sinilah salah satu letak kekeramatan seorang waliyullah bisa membagi diri, baik jasad dan rohnya. Keajaiban ini pernah terjadi pada diri seorang Syekh Abdul Qodir Al Jailani (Al Baz atau si Rajawali itu) dapat memenuhi undangan di 40 tempat dalam waktu yang bersamaan. Subhanallah...!

Terkuaknya kabar temuan yang menggemparkan mengenai makam Sunan Bonang beberapa tahun silam di Pulau Bawean ini berawal dari kunjungan seorang ulama asal Madura bernama Kiai H. Hasanuddin Madani beserta keluarga menuju kediaman Kiai H. Zuhdi,S.Pd. di Kampung Keramat. Pada kesempatan tertentu Kiai H. Hasanuddin Madani meminta antar menuju tempat pemakaman di tepi pantai kampung tersebut untuk melakukan napak tilas dengan berjalan menyisir di pemakaman sambil berbincang dengan menggunakan bahasa Arab dan bahasa pengantar antar keduanya. K.H.Zuhdi, S.Pd. terus memperhatikan dengan saksama sebagai saksi mata. Isi atau hal dialog "gaib" itu disampaikan oleh Kiai H.Hasanuddin Madani kepada K.H.Zuhdi, S.Pd. bahwa di sebuah kubur yang di atasnya ditumbuhi pohon juwet (baca, Bawean: Dhuwe') terdapat makam seorang wali bernama Sunan Makdum Ibrahim atau Sunang Bonang. Menurut keterangan Kiai tersebut pohon juwet itu tidak pernah tumbuh besar, namun setelah dibangun sebuah cungkup dari pusara wali tersebut dahan pohon turut besar selalu hendak menaungi. Artinya, pohon saja itu beristigfar memohon ampunan kepada ilahi atas wali tersebut.

Untuk meluruskan serta menegaskan kembali adanya temuan makam dari Sunan Bonang di Kampung Keramat Tambak Pulau Bawean, Bapak Kiai H.Zuhdi, S.Pd. berlayar ke Tuban menemui juru kunci makam Sunan Bonang yakni Kiai Nasir kala itu. Pertemuan antara keduanya berbuah jawaban dari juru kunci tersebut bahwa "Allah lah Yang Maha Benar". Bisa saja menurut pandangan beliau ketiga tempat itu sama benar. Di dalam keterangan stasiun televisi disampaikan bahwa Sunan Bonang mengajar para santrinya di Pulau Bawean hingga wafat. Mendengar kabar Sunan Bonang wafat di Pulau Bawean, para santrinya datang dari Tuban ke Pulau Bawean untuk membawanya kembali ke tanah asalnya. Dasar keinginan para santri itu sama-sama cinta pada gurunya sehingga berbagai cara dilakukan untuk memakamkan Sunan Bonang di Tuban. Sampai-sampai para santri yang di Pulau Bawean oleh para santri yang dari Tuban dibuat mengantuk (baca, Bawean: E palempo) supaya dapat membawa jasad Sunan Bonang ke tanah Tuban. Setelah perahu berangkat pulang kembali ke Tuban, baru beberapa lama mengarungi laut, jasad Sunan Bonang kembali ke Pulau Bawean karena sebelum wafat sudah berwasiat ke para santrinya yang di Pulau Bawean agar dimakamkan di Pulau Bawean saja. Para santri di Pulau Bawean beranggapan bahwa yang dibawa perahu itu tinggal kafannya. Apakah kenyataannya memang demikian? Wallahu a'lam.

Kejadian aneh yang pernah disaksikan warga Kampung Keramat Tambak di sekitar temuan makam Sunan Bonang jauh sebelum dibangun rumahan cungkup bermacam-macam. Salah seorang anak bersepeda motor ngebut menabrak tiang telepon dan dirinya menggantung di atas kabel telepon hingga berteriak meminta tolong. Lalu, warga datang beramai-ramai menurunkannya. Salah seorang supir mobil sedikit ugal tiba-tiba mobilnya membelok yang tidak wajar di jalan lintasan dekat makam tersebut. Mobil menyeruduk salah satu pohon dan masuk ke jalan menuju perkampungan warga. Banyak kejadian aneh lainnya yang terjadi di lintasan jalan sekitar makam Mbah "Keramat" itu.

Berdasarkan keseringan yang terjadi sebuah peristiwa naas di jalan lintasan sekitar makam tersebut, warga berinisiatif dengan swadana dan swakelolah untuk membuat pagar tembok keliling yang relatif tinggi. Setelah pemagaran itu selesai, tragedi aneh sudah jarang terjadi.

Kesaksian dari salah seorang pemilik sapi, sebut saja namanya Bapak Ismail menyampaikan bahwa sekian tahun lamanya ia memelihara sapi, ternyata belum hamil-hamil juga. Padahal, sapinya sudah dikawinkan berkali-kali terhadap sapi pejantan. Hampir saja Bapak Ismail putus asa hendak menjual atau menyembelihnya.Tiba-tiba saja tercetus nadar dalam hatinya bahwa apabila sapi piaraannya hamil, maka Pak Ismail akan mengadakan acara selamatan dengan menyembelih ayam buat selamatan di makam Mbah Keramat. Acara selamatan dan membaca surat Yasin di rumahan cungkup Sunan Bonang dipenuhinya. Pada waktu itu pendoanya Kiai H.Zuhdi yang selalu menjadi tempat curahan hati warga setempat. Salah seorang pemilik sapi bernama Bapak Marnai juga mengeluh atas rencana penjualan sapinya. Sapi begitu besar hanya ditawar 10 jt hingga penawaran tertinggi 15 jt. Harapan dari Bapak Marnai bagaimana sapi sebesar itu bisa laku susuai harga pasaran umum sekitar 25 jt. Beliau bernadar bila sapi besar rerawatannya laku dengan harga tertinggi tersebut maka ia akan melaksanakan acara selamatan dan baca Yasin di Cungkup pemakaman Sunan Bonang tersebut. Baru saja jatuh nadarnya, sudah ada orang luar Pulau Bawean yang datang menawar dengan harga sesuai harapannya. Kejadian aneh ini disampaikan kepada Kiai H.Zuhdi selaku pendoa di setiap ada acara selamatan di cungkup pemakaman sang wali.

Kini, di cungkup pemakaman Sunan Bonang di Kampung Keramat Tambak banyak diziarahi orang-orang yang hendak bertirikat. Di antara para petirakat itu berasal dari Banyuwangi, Jember, Banyu Biru Madura, serta daerah lainnya. Bahkan, beberapa sekolah menjelang Ujian Nasional melakukan "ngalap berkah" dengan acara pembacaan Yasin bersama di Cungkup Sunan Bonang atau Maulana Makdum Ibrahim. Di sinilah dasar utama secara hakikat kenapa kampung tersebut diberi nama Kampung Keramat? Dasarnya tetap pada kekeramatan dari sebuah tempat yang terdapat di salah satu sudut kampungnya. Mengutip kembali pitutur juru kunci makam Sunan Bonang di Tuban "Hanya Allah lah Yang Maha Benar".

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean