Oleh: Sugriyanto
Aneh-aneh saja! Demikian cetusan lubuk terdalam ini di saat berkendara di jalan protokol perbatasan antara Desa Suwari dengan Desa Dekatagung Kecamatan Sangkapura. Jika jalan lingkar Pulau Bawean sebagai jalan protokol atau jalan kabupaten tidak sepatutnya berdasarkan aturan harus ada "polisi tidur" di badan jalan apapun alasannya. Sejak dulu jika memang boleh sudah terpasang semua tanpa ada pengecualian. Seperti di jalan perbatasan antara Desa Lebak dan Desa Sungaiteluk atau di sepanjang "jalan raya" Desa Bululanjang dipasang juga "polisi tidur" dengan alasan mendasar banyak pengendara "ugal-ugalan" dan seringnya terjadi kecelakaan.
Indikasi lain sebagai barometer munculnya "polisi tidur" di jalan tersebut di atas menandakan bahwa para pengguna jalan di sana terdapat ketidak-beresan. Fenomena ini menarik untuk dibincangkan bersama agar di tempat lain diperkenankan juga untuk memasang "polisi tidur" dengan alasan anak-anak muda menyengaja melakukan "race" (baca, res) atau balapan liar. Sepertinya aturan yang ada dapat ditundukkan oleh segelintir "mafia" pengguna jalan. Semestinya pengadaan "polisi tidur" bukan solusi terakhir karena ada polantas yang harus turun tangan menindak tegas para pembalap liar tersebut yang tidak pada tempatnya atau pemerintah lebih tanggap untuk membuatkan lintasan khusus bagi para penggila balap berupa jalan lingkar di tanah lapang sehingga potensi mereka dapat teraktualisasikan. Atau mereka dianjurkan datang ke arena "road race" gratis di komplek SCTV Surabaya di kawasan Darmo Permai Surabaya Jawa Timur jika memang belum direlokasi.
Sebenarnya banyak usaha untuk mencegah munculnya balap liar itu. Kepala desa di kedua desa tersebut di atas berkoordinasi dengan pihak kepolisian sektor Sangkapura bahwa di waktu-waktu tertentu ada balap liar. Polisi itu tidak bodoh, tinggal mengutus intel atau reserse untuk memata-matai mereka di lokasi. Apalagi tugas polisi di Pulau Bawean tidak sepadat di daratan Jawa kerjanya. Paling mudah bagi pihak kepolisian untuk membekuk para pembalap liar itu. "Kono'-kono'E" atau satroni di tempat pengeraman alas tertentu sudah bisa dibekuk, termasuk otak pelakunya yang mengetuainya. Kalau tidak ada yang mengetuainya tidak akan pernah senekat dan seberani itu anak-anak muda melakukannya.
Usulan terbaik kepada pihak pemerintah segera buatkan arena balap dengan lintasan beraspal, bukan berpaving. Para pembalap liar itu suruh tengok tayangan balap di Televisi bahwa arena balap bukan jalan berpaving melainkan beraspal. Bila diperkenankan atas koordinasi antardinas terkait yaitu dinas perhubungan darat dan pihak pelabuhan di waktu tertentu dua dermaga untuk sementara diperkenankan dijadikan arena balap. Para pembalap liar itu biar mengambil start dari pintu gerbang masuk pelabuhan hingga ke tengah paling ujung. Toh, nanti terlanjurnya ke laut biru. Hal demikian semakin menarik untuk ditonton dengan cara dikarciskan bila perlu. Orang lain tidak akan ada yang menjadi korban kengebutan mereka saat berbalap. Hal demikian akan menjadi sorotan dunia atas kenekatan mereka yang tiada duanya di dunia ini. Selamat berbalap!
Paling merisaukan adanya "polisi tidur" di jalan lingkar Pulau Bawean di kawasan tersebut di atas saat terdapat warga yang keluarganya kesusahan. Mereka hendak menuju Puskesmas atau ke Rumah Sakit di Sangkapura Kota dari arah barat Desa Dekatagung penuh risiko jika harus melaju kecepatan di atas rata-rata atas ketergesaan. Tambah-tambah di malam hari kejadiannya. Risiko lain, kendaraan bermotor jenis "jetmatic" selalu "ngedhuk" atau benturan bodi bagian bawah dengan "polisi tidur" yang menyebabkan kap bagian bawah pecah atau mesin "penyok" saat benturan keras terjadi. Untuk sementara waktu rupanya perlu ditinjau kembali keberadaan "polisi tidur" di atas agar kita warga Pulau Bawean tidak dijadikan bahan lelucon terus. Hahaha...