Media Bawean, 17 Maret 2011
Fauzi Rauf membuat status di FB Media Bawean Grup, sebagai berikut :
Bagamana mungkin anak-anak didik kita menjadi manusia yang baik, kalau seluruh wajah pendidikan kita penuh dengan kebohongan-kebohongan, : UN bohong, sarjana bohong (bahkan S2 bohong), guru-guru pembohong, data-data BOS yang bohong, sertifikasi bohong. Mestinya guru-guru itu menjalani Uji kebohongan lebih dahulu, tapi sulit lagi karena yang menguji juga para pembohong.
Bagamana mungkin anak-anak didik kita menjadi manusia yang baik, kalau seluruh wajah pendidikan kita penuh dengan kebohongan-kebohongan, : UN bohong, sarjana bohong (bahkan S2 bohong), guru-guru pembohong, data-data BOS yang bohong, sertifikasi bohong. Mestinya guru-guru itu menjalani Uji kebohongan lebih dahulu, tapi sulit lagi karena yang menguji juga para pembohong.
Haliz merespon, Bohong? seharusnya Bang Fauzi menyumbangkan alat Lie Detector, supaya guru-guru tidak bohong. Memang serba dilema, sekarang semua bisa menjadi guru, bahkan yang malas-malasan waktu sekolah dulu pun bisa jadi guru dan mereka yang ke'pintaran'nya masuk 10 besar dari bawahpun bisa jadi guru dan anehnya lagi mereka jadi PNS dengan lancar.
Disatu sisi kalau yang menjadi guru hanya mereka yang cerdas itu juga tidak menjamin lebih baik, karena kapasitas dunia guru dalam keilmuan tidak begitu dituntut terlalu tinggi, berbeda dengan dosen dimana dituntut untuk melakukan penelitian, karya ilmiah, kalau di Jepang setingkat dosen biasa_pun dituntut untuk menciptakan/menemukan hal-hal baru dalam penelitiannya. Kalau guru dituntut seperti itu, saya jamin tidak akan ada anak-anak yang mau sekolah.
Kenapa banyak kebohongan? karena kita semua bohong, sekolah nyontek, kuliah ngerepek, skripsi tinggal copy paste dari skripsinya orang, tesis tinggal edit sana - edit sini tidak mau berusaha untuk melakukan percobaan penelitian sendiri. Setelah lulus mencalonkan jadi anggota dewan dengan janji-janji bohong, setelah terpilih membuat kebijakan yang bohong untuk membohongi para pembohong. Keadaanlah yang membuat seseorang menjadi bohong. Katanya A'A Gym, kita harus merubahnya melalui diri kita dulu, kita butuh seorang panutan yang cerdas dan jujur bukan butuh politisi yang cuma berambisi mengejar kekuasaan dan golongannya.
Disatu sisi kalau yang menjadi guru hanya mereka yang cerdas itu juga tidak menjamin lebih baik, karena kapasitas dunia guru dalam keilmuan tidak begitu dituntut terlalu tinggi, berbeda dengan dosen dimana dituntut untuk melakukan penelitian, karya ilmiah, kalau di Jepang setingkat dosen biasa_pun dituntut untuk menciptakan/menemukan hal-hal baru dalam penelitiannya. Kalau guru dituntut seperti itu, saya jamin tidak akan ada anak-anak yang mau sekolah.
Kenapa banyak kebohongan? karena kita semua bohong, sekolah nyontek, kuliah ngerepek, skripsi tinggal copy paste dari skripsinya orang, tesis tinggal edit sana - edit sini tidak mau berusaha untuk melakukan percobaan penelitian sendiri. Setelah lulus mencalonkan jadi anggota dewan dengan janji-janji bohong, setelah terpilih membuat kebijakan yang bohong untuk membohongi para pembohong. Keadaanlah yang membuat seseorang menjadi bohong. Katanya A'A Gym, kita harus merubahnya melalui diri kita dulu, kita butuh seorang panutan yang cerdas dan jujur bukan butuh politisi yang cuma berambisi mengejar kekuasaan dan golongannya.
Fauzan merespon, tingkat keberhasilan anak dalam sistem kelulusan yang ada itu hanya ditentukan oleh UN, sementara aspek yang lain tidak tersentuh seperti aspek moral, etika dan lain-lain, yang notabene hanya sekolah yang tahu. Wajar saja banyak pejabat yang pintar tapi korup, sehingga terkesan kita hanya menciptakan siswa lulus bukan siswa yang pintar, cedas, bermoral, tawaduk dan lain-lain. Nah, sekarang pertanyaannya, setujukah kita dengan UN sebagai satu-satunya penentu keberhasilan anak?
Ustad Gaul Merespon, buat teman-teman dengan adanya FB kita belajar menulis sebuah opini dari berbagai kasus yang kita dapati di lapangan, perlu diketahui bahwa penulis harus menyampaikan pemberitaan yang seimbang. Terkait dengan status ini, saya kira pemberitaannya sangat tidak seimbang, meskipun ada sebagian dari sahabat kita yang katanya "ada di lingkaran kebohongan" itu adalah oknum, dan bukan semua kondisinya seperti itu, ditempat lain akan kita temui seambrek keJUJURan, dari orang-orang yang JUJUR untuk mencetak generasi yang JUJUR sebagai calon pemimpin yang AMANAH. Selamat beropini dengan pemberitaan yang IMBANG..!!!
Fauzi Rauf menjawab, Hormat kita kepada guru-guru yang berpuluh-puluh tahun mengabdi dengan tulus, walaupun dengan reward yang minim, mudah-mudahan guru-guru yang ada sekarang bisa mewarisi ketulusn, kejujuran dan semangat pengabdian mereka. Ada logika yang salah, guru yang tulus semestinya dihargai oleh semua kita, baik masyarakat maupun pemerintah, bukan guru yang gila penghargaan. Kita menyayangkan kalau ada guru-guru yang menghalalkan segala cara untuk mendapatkan penghargaan. Itulah yang marak terjadi sekarang ini. Hanya untuk kepentingan kelayakan mendapatkan bantuan/ intensif/ sertifikasi dan lain-lain, banyak yang mengambil jalan pintas dengan kuliah bo'ong-bo'ngan.
Mas Fauzan pasti tahu, di Pulau kita ini ada orang yang hanya kuliah 2-3 kali, sudah berani pasang titel dengan tanpa merasa bersalah. Penyelenggaranya juga adalah para (oknum) stekholder pendidikan sendiri, kasihan sekali. (sumber : FB Media Bawean Grup)
Posting Komentar