Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » » Mencari Kebahagiaan

Mencari Kebahagiaan

Posted by Media Bawean on Jumat, 23 Maret 2012

Media Bawean, 23 Maret 2012

Oleh Sumiyatu (Penulis Mingguan Media Bawean)

Disiang yang panas, matahari tepat berada diatas kepala, Robeth hampir putus asa setelah sebulan mencari rumah yang dia mimpikan sebulan yang lalu. Di dalam mimpinya rumah itu terletak di kaki bukit yang dia sendiri tidak pernah tahu nama dan letak bukit itu. Kalau tidak karena rasa penasarannya yang hebat terhdap rumah itu, mungkin dia tidak cape’-cape’ mencarinya. “Kemana lagi harus kucari rumah yang bercahaya seperti dimimpiku itu?, sebenarnya ada dimana sih?!”. Robeth duduk bersandar pada sebuah pohon jati sambil mengingat-ingat bentuk dan letak rumah yang dia mimpikan. Hembusan angin menyapanya dengan ramah membuat rasa kantuk yang dahsyat menyerangnya sehinnga kedua matanya sulit dibuka. Dengan hitungan menit saja kedua matanya sudah tertutup rapat. 

Menit berganti jam dan sorepun datang menggantikan siang. Robeth yang terlelap tiba-tiba terbangun karena sebuah biji jati jatuh tepat mengenai kepalanya. Robeth melihat jam di tangannya menunjukkan jam 15.08. entah mungkin Karena tidak percaya dia mengucek kedua matanya dan kembali melihat jarum jam di tangannya dan hasilnya tidak beda. “Waduh, sudah sore rupanya. Aku harus menemukan rumah itu sore ini juga. Aku tidak boleh lemah apalagi putus asa. Seorang Robeth pantang menyerah”. Ujarnya, seolah-olah memotivasi dirinya. Baru beranjak dari tempat duduknya, terdengar suara muadzin yang mengumandangkan adzan. Hati Robeth senangnya bukan main. Didengarkannyalah suara adzan itu dengan begitu khusyuk sambil mencari asalnya. “Suara itu berasal dari sebelah utara kebun jati ini”, katanya. Tanpa berpikir panjang dia langsung berlari kearah utara dengan harapan bisa menemukan rumah yang jadi incarannya itu.

Setelah melewati kebun jati, terlihatlah olehnya deretan rumah penduduk. Dengn seksama dia mengamati deretan rumah itu namun tidak ada rumah yang sama persis dengan mimpinya. Tiba-tiba pandangannya tertuju pada sebuah rumah yang agak jauh dari tempatnya berdiri, kira-kira dua ratus meter. Mata Robeth terbelalak begitu melihat rumah yang sama persis dengan yang ditunjukkan seorang kakek berjubah putih dalam mimpinya. “Jika kamu ingin menemukan kebahagiaan, datanglah kerumah itu!. Insya Allah kamu akan menemukan kebahagiaan yang selam ini kamu cari”. Kata-kata kakek itu masih melekat erat di otaknya. Dengan perasaan yang tidak karuan Robeth menuju kerumah itu. Sebelum masuk Robeth menatap lekat kerumah itu dan sekitarnya. “Ya, inilah rumah yang ada dimimpiku itu. Sama persis. Terletak di kaki bukit ,rumahnya sederhana dan di dalamnya pasti penuh dengan kebahagian. Semoga aku bias mendapatkan kebahagiaan itu”. Katanya penuh harap. 

“Permisi, adakah orang di dalam?”. Robeth mengetuk pintu dengan tangan gemetar.

Terdengar jawaban dari dalam. “Ada, sebentar”. Tidak lama kemudian pintu dibuka dan seorang gadis kecil muncul dibalik pintu. “Silahkan masuk om!”. Sapanya dengan ramah. Seorang wanita kira-kira 37 tahunan membawa segelas air teh dan menyuguhkannya pada Robeth.
“Diminum nak!. Maaf hanya air teh yang bias kami suguhkan”.
“Terima kasih Bu”. Robeth langsung menghabiskan segelas air teh itu karena dia benar-benar haus.
“Sepertinya anak ini bukan dari penduduk sekitar sini”.

“Saya memang bukan orang sini Bu, saya baru datang dari London sebulan yang lalu. Nama saya Robeth Julien. Kebetulan ayah saya orang London dan ibu saya orang Surabaya tapi ikut ayah ke London. Jujur Bu, dari kecil sampai sekarang saya belum mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya, hingga disuatu malam saya bemimpi bertemu dengan seorang kakek berjubah putih menunjuk kesebuah rumah yang sangat bercahaya sambil berkata “Jika kamu ingin mendapatkan kebahagiaan, datanglah kerumah itu!. Insya Allah kamu akan menemukan kebahagiaan yang selama ini kamu cari”. Berangkat dari mimpi itulah saya nekad mencari. Alhasil, saya menemukannya Bu, walaupun putus asa hampir mematahkan semangat. Rumah inilah yang ada di mimpiku Bu”.

“Robeth, ibu tidak bisa memastikan kamu bisa mendapatkan kebahagiaan dirumah yang reot ini. Tapi, jika kamu ingin mendapatkan kebahagiaan disini, Ibu dan Fatimah dengan senang hati menerima kedatanganmu. Namun, kami minta maaf kalau kamu nantinya terpaksa makan dengan apa adanya. Nak Robeth tahu sendiri kan keadaan Ibu seperti apa. Ibulah tulang punggung disini. Suami Ibu meninggal dua belas tahun yang lalu saat Ibu hamil Fatimah dua bulan. Sejak itulah Ibu merasa sebatang kara, keluarga Ibu meninggal saat Ibu masih kuliah”.
“Terus, apa yang membuat Ibu tetap bertahan?”.
“Saat keluarga Ibu meninggal, Ibu mempunyai cita-cita jadi guru yang ingin Ibu wujudkan. Saat suami Ibu meninggal, anak yang Ibu kandunglah yang membuat Ibu bertahan”.

Suara adzan terdengar kembali, membuat hati Robeth bergetar. Fatimah dan ibunya meminta izin untuk melaksanakan sholat mahgrib. Setiap seusai sholat, Fatimah dan ibunya selalu menyempatkan membaca Al-Qur’an. Entah mengapa setiap lantunan ayat yang dibaca membuat hati Robeth begitu tenang damai, dan tenteram. Sesuatu yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya. Setiap ada kesempatan, Robeth selalu bertanya banyak hal tentang Islam, dengan penuh antusias Bu Sya’diyah, ibunya Fatimah menjelaskannya. Tidak heran kalua Bu Sya’diyahbegitu mahir soal Islam, karena Beliau dulunya kuliah di jurusan agama selama lima tahun dan sekarang menjadi guru agama di salah satu MTsN di desa itu dan gajinya lumayan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

Saat sepertiga malam yang terakhir datang, Bu Sya’diyah dan Fatimah selalu menghiasinya dengan doa yang diiringi butiran airmata. Angin malam berhenti bertiup dan suara jangkrikpun mensenyap seakan-akan ikut mengamii doa mereka. Robeth baru menyadari mengapa rumah itu begitu bercahaya dalam mimpinya. Lambat laun hati Robeth mulai terbuka, hingga di suatu hari Robeth mengatakan kalau dia mau masuk islam. Bu Sya’diyah dan Fatimah begitu senang mendengarnya. Dengan rasa haru Bu Sya’diyah menuntun Robeth mengucapkan dua kalimat syahadat. Robethpun mengganti namanya menjadi Muhammad Rahman. Baginya ‘Islam itu tenang, damai, tenteram dan kebahagiaan yang sesungguhnya.

Kritik dan saran anda silahkan dikirim ke: sumiyati.kas@gmail.coms

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean