Peristiwa    Politik    Sosial    Budaya    Seni    Bahasa    Olahraga    Ekonomi    Pariwisata    Kuliner    Pilkada   
adsbybawean
Home » , » Refleksi Harlah NU ke-90

Refleksi Harlah NU ke-90

Posted by Media Bawean on Sabtu, 06 Februari 2016



Tulisan : Ali Asyhar (Dosen STAIHA dan Wakil Ketua PCNU)

Awal tahun 1900-an Kaum Wahabi semakin bengis . Mereka menyebarkan fahamnya dengan kekerasan. Siapa saja yang berbeda dengan mereka dibinasakan. Kaum Wahabi adalah penganut ajaran Muhamad bin Abdul Wahab di Nejed. Ciri-ciri ajaran Wahabi adalah gampang mengkafirkan sesama muslim. Mereka menyatakan bahwa ziarah kubur adalah perbuatan syirik dan bidah dhalalah. Akibatnya : kuburan Mala diratakan dengan tanah, ribuan makam sahabat Nabi di Baqi juga dihancurkan. Selangkah lagi mereka juga akan menghancurkan makam Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di Madinah.

Di masa ini pula negeri-negeri islam mulai bangkit dari penjajahan. Di Hindia Belanda (sebutan Indonesia saat itu) Dr. Soetomo dan kawan-kawan mendirikan Boedi Oetomo yang bercirikan nasionalisme. Perlawanan bersenjata mulai diganti dengan perlawanan organisasi modern. Pedang berganti pena. Ribuan warga pribumi bergabung di BO. Kemudian disusul dengan berdirinya Syarikat Dagang Islam, Syarikat Islam, Muhamadiyah, Indische Partij, Taman Siswa dll.

Tahun 1914 KH. Wahab Hasbullah pulang dari belajar di Mekah. Kepulangan Kiai Wahab ke Indonesia membawa 2 misi. Pertama : Menghadang penyebaran ajaran Wahabi yang mulai masuk ke Nusantara ( Sumatera) . Kedua : Mendorong kemerdekaan bangsa Indonesia. Para Kiai menyadari bahwa penjajah Belanda bukan hanya mengeruk kekayaan tetapi juga menyebarkan ajaran Kristen. Kiai Wahab membuat forum diskusi di Surabaya yang diberi nama Tashwirul Afkar (Potret Pemikiran). Di dalam diskusi ini dirumuskan bersama konsep keislaman dan ke-Indonesiaan serta tahapan-tahapan menuju Indonesia merdeka. Tak lupa perdebatan tentang modernisasi islam. Aktif dalam diskusi tersebut antara lain : Kiai Wahab, Kiai Mas Alwi Abdul Aziz, Kiai Mas Mansyur, Kiai Thohir Bakri dan tokoh-tokoh pemuda Surabaya.

Kajian Tashwirul Afkar menelorkan kesepakatan tentang pendirian madrasah Nahdlatul Wathan ( Kebangkitan Tanah Air). Madrasah ini disiapkan untuk mengkader calon-calon pemimpin bangsa. Sebagian pengasuh NW adalah : Kiai Wahab, Kiai Bisyri Syansuri, Kiai Cholil Kasingan Rembang, Kiai Abdul Halim Cirebon, Kiai Mashum dan Kiai Baidlowi Lasem, Kiai Mas Alwi Abdul Aziz dll. Cabang cabang NW mulai berdiri di berbagai daerah. Di tahun ini juga Kiai Wahab mendirikan Nahdlatut Tujjar (kebangkitan Saudagar). Tujuannya adalah menyatukan saudagar santri yang masih berserak.

Tahun 1915 Dunia internasional bergolak. Perang dunia I meluas. Blok Barat yang dimotori oleh Jerman dan Inggris menggempur Italia yang didukung oleh Kesultanan Turki Utsmaniyah (Ottoman) . Dinasti Turki Utsmaniyah adalah satu-satunya imperium islam yang multinasional, terkuat dan multi bahasa. Imperium ini membentang dari Eropa, Afrika Utara sampai tanduk Afrika. Kekalahan Italia dan tentara Ustmaniyah dalam perang dunia I menyebabkan Dinasti islam ini melemah. Puncaknya , terjadi perang saudara antara Sultan Mahmud 2 melawan Musthafa Kemal Attaturk yang mengusung nasionalisme. Porak-porandanya dinasti Utsmaniyah dimanfaatkan oleh Syarif Husen bin Ali untuk melepaskan diri dan menobatkan dirinya sebagai raja Hijaz (Makah-Madinah). Ia berhasil melepaskan diri dari Dinasti Ustmaniyah tahun 1917. Di saat yang sama, kaum Wahabi juga mendorong Ibnu Saud yang ambisius untuk merebut Nejed dari tangan Ustmaniyah. Koalisi Ibnu Saud dan Muhamad bin Abdul Wahab semakin kuat. Dinasti Ustmaniyah resmi bubar pada tanggal 1 Nopember 1922 setelah kalah berperang melawan Musthafa Kemal Attaturk. Propinsinya menjelma menjadi negara-negara merdeka.

Tahun 1923 KH. Wahab Hasbullah sowan kepada Hadratusyaikh Hasyim Asyari Jombang. Beliau menyampaikan perkembangan Nahdlatul Wathan dan keinginan para Kiai Pondok Pesantren untuk membentuk jamiyah ( organisasi). Jamiyah ini sangat diperlukan untuk menyatukan kekuatan dalam menghadapi gerakan Wahabi yang semakin brutal. Mereka sudah berani masuk-masuk kampung dan menjelek-jelekkan amaliyah para santri seperti tahlilan, ziarah kubur, istighatsah dan shalawatan. Gesekan kaum santri dengan Wahabi semakin meluas. KH. Hasyim Asyari belum memberikan respon. Beliau sangat hati-hati dan meminta pertolongan Allah.

Keresahan KH. Hasyim Asyari dirasakan juga oleh Syaikhona Khalil Bangkalan. Segera beliau menyuruh santri sekaligus cucunya sendiri yakni Kiai Asad Syamsul Arifin untuk sowan menemui Kiai Hasyim. Kiai Hasyim menerima tongkat dari Kiai Asad dan bacaan surat Thaha ayat 17 23. Beliau memahami bahwa gurunya tersebut merestui berdirinya jamiyahnya para ulama. Pada tahun 1924, di Mekah terjadi peristiwa penting. Ibnu Saud merebut Hijaz. Raja Syarif Husen melarikan diri ke Aman Yordania. Kaum Wahabi semakin merajalela.

Tahun 1925 Syaikhona Khalil Bangkalan kembali mengutus Kiai Asad sowan kepada Kiai Hasyim untuk menyerahkan tasbih dan bacaan Ya Jabbar, Ya Qahhar. Semakin mantaplah hati Kiai Hasyim. Namun beliau memerlukan restu juga dari Habib Hasyim Pekalongan dan Kiai Nawawi bin Noer Hasan Sidogiri. Habib Hasyim memberikan restu. Begitu pula Kiai Nawawi sembari berpesan agar NU tidak main-main dengan uang. Bila membutuhkan uang maka anggotanya harus urunan. Syaikhona Khalil wafat pada tahun 29 Ramadlan 1343 / 1925.

Kekejaman kaum Wahabi di Mekah dan sekitarnya semakin mengerikan. Mereka membumi hanguskan kota Thaif, membakar kitab-kitab tulisan para ulama dan menghancurkan makam-makam sahabat. Bahkan tempat-tempat bersejarah juga diluluh lantakkan. Rumah Abdul Muthalib dijadikan WC dan rumah Abu Thalib dijadikan kandang khimar. Mereka sengaja mengejek para ulama dan habaib. Merespon hal ini para Kiai berkumpul di Kertopaten Surabaya pada tanggal 16 Rajab 1344 / 31 Januari 1926. Mereka sepakat membentuk Komite Hijaz dengan membawa 2 tuntutan. Pertama : Kaum Wahabi tidak boleh mengusik makam Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar di Madinah. Kedua : Para tamu Allah yang hadir di Makah-Madinah diberi kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan madzhabnya masing-masing. Misi berhasil. Raja Ibnu Saud mengabulkan permohonan para ulama Nusantara. Komite Hijaz ini diwakili oleh Kiai Wahab Hasbullah, Kiai Fathurahman dan Hasan Gipo. Para kiai juga menyepakati berdirinya jamiyah yang diberi nama Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama). Nama ini adalah usulan dari KH. Mas Alwi Abdul Aziz Surabaya.

Menjelang Muktamar NU pertama, jamiyah ini belum memiliki lambang. Kiai Wahab meminta kepada Kiai Ridlwan Abdulah untuk membuatnya. Kiai sepuh dari Surabaya ini dikenal jago melukis dan menulis kaligrafi Arab. Setelah shalat istikharah, kiai Ridlwan berhasil membuat gambar bumi sesuai mimpinya. Gambar ini di setujui oleh Kiai Hasyim Asyari. Beliau meminta agar gambar ini disowankan dulu kepada Kiai Nawawi. Kiai Sidogiri ini juga menyetujui dan menambahkan gambar tali yang mengikat bumi. Beliau dawuh Selama gambar tali itu masih melingkari bumi maka NU tidak akan pernah sirna. Tali yang melingkari bumi ini berjumlah 99 lilitan sesuai dengan asmaul husna. Pada saat pelaksanaan Muktamar, wakil dari pemerintah Belanda menanyakan arti lambang NU tersebut. Spontan Kiai Ridlwan Abdullah menjelaskannya meski tanpa persiapan. Pertolongan Allah datang kepada hamba-Nya yang ikhlas.

Di era awal, tiap tahun NU menggelar Muktamar. Hal ini wajar karena jumlah cabang belum banyak. Cabang NU pertama adalah Blora Jawa Tengah. Rais Akbar NU adalah Hadratusyaikh Hasyim Asyari. Sedangkan ketua Tanfidziyah pertama adalah Hasan Gipo. Saudagar keturunan Arab ini dikenal tangkas dan pemberani. Suatu hari ia menantang Muso untuk membuktikan bahwa tuhan itu ada. Keduanya duduk di rel untuk menunggu kereta lewat. Setelah kereta mendekat, spontan Muso lari terbirit-birit. Gembong komunis itu ternyata takut mati.

Akhirnya, selamat memperingati harlah NU. Semoga warga NU semakin berkualitas.

SHARE :
 
Copyright © 2015 Media Bawean. All Rights Reserved. Powered by INFO Bawean